TRUTH OR DATE | 9

31 6 0
                                    

Pagi ini Kaluna sudah rapi dengan dress selutut motif bunga berwarna putih. Surai panjangnya ia kucir menjadi satu, dengan ujungnya yang dibuat ikal.

Tanpa riasan berlebihan, tapi cukup menunjukkan formalitasnya dalam memenuhi permintaan Nath.

Dengan langkah kecil, Kaluna menuruni anak tangga. Terlihat Adhitama sedang duduk santai di ruang keluarga dengan tab di tangannya.

"Pagi, Pa," sapa Kaluna ketika duduk di samping papanya.

"Pagi juga, sayang," balas Adhitama sambil mengelus kepala anak satu-satunya itu. "Pagi-pagi udah rapi, mau kemana?"

Kaluna menyandarkan kepalanya ke bahu Adhitama. Mencari kenyamanan yang hanya bisa ia dapatkan dari sosok pria di sampingnya itu.

"Luna mau minta izin buat pergi sama temen, boleh?" tanya Kaluna, tangan mungilnya memainkan jemari sang papa yang mulai terlihat kerutan.

Adhitama menaruh tab yang ia pegang ke atas meja. Kemudian ia rangkul bahu putrinya dengan hangat.

"Boleh. Mau kemana memangnya?"

Sebuah gelengan menjadi jawaban Kaluna. "Luna juga belum tau mau kemana. Tapi ntar dia bakal jemput ke sini."

"Jangan-jangan mau pergi sama cowok yang tadi malem anterin kamu pulang, ya?" Adhitama menggoda putrinya dengan mencolek hidung mancung Kaluna.

Kaluna memberengut, "Cuma temen kok, Pa."

Adhitama tertawa sebentar mendengar ucapan Kaluna. "Oh, jadi cuma temen?"

Kaluna mengangguk mantap. Membuat rangkulan dari papanya semakin erat. Kaluna pun balas memeluk pinggang papanya tak kalah erat.

Suasana rumah yang sepi membuat keduanya terlarut dalam hangatnya pelukan ayah dan anak itu.

Terkadang, Kaluna merasa rindu dengan sosok mamanya yang telah berpulang ketika ia duduk di kelas 2 SMP. Rindu kehangatan rumahnya ketika mereka bertiga sedang berkumpul.

Meski Adhitama berusaha memberikan kehangatan itu, nyatanya ada satu ruang kosong di sudut hati Kaluna.

"Luna kangen mama," lirih Kaluna yang masih bisa didengar oleh papanya.

Elusan di puncak kepalanya membuat Kaluna semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Adhitama. Ia tidak menangis. Tapi rasa sesak itu akan selalu ada ketika ia mengingat sosok sang ibu.

Suara ketukan pintu membuat pelukan ayah dan anak itu terlepas. Kaluna sedikit membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.

Bi Ami datang bersama seorang cowok dengan kaos putih dan kemeja hitam tanpa dikancingkan di luarnya. Meski wajahnya masih dihiasi beberapa memar kebiruan, tapi itu tidak mengurangi ketampanan cowok itu. Justru semakin menambah kesan badboy seorang Nath.

"Selamat pagi, Om," sapa Nath menyalimi Adhitama dengan sopan.

"Selamat pagi, Nath. Bagaimana keadaan kamu?"

"Sudah lebih baik, Om," balas Nath sopan.

Adhitama mengangguk dengan senyum hangatnya, lalu menyuruh Nath untuk duduk. Sementara Kaluna sedari tadi hanya diam.

Setelah berbincang sebentar dengan Adhitama dan meminta izin, Nath dan Kaluna akhirnya berpamitan untuk pergi. Kaluna mengambil sling bag dan memasukkan ponsel ke dalamnya.

Langkah Kaluna mengikuti Nath dari belakang. Ketika sampai di halaman rumahnya, Kaluna dibuat bingung karena Nath ternyata membawa mobil. Bukan dengan motor hitam yang sudah identik dengan ketua Dionysus itu.

"Tumben bawa mobil?" Kaluna bersuara untuk pertama kalinya. Dan mencebik kesal ketika ucapannya sama sekali tidak mendapat balasan dari cowok yang dua langkah di depannya itu.

Truth or Date?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang