10

16.5K 1K 17
                                    

Beberapa hari kemudian aku mulai menjalani kemoterapi yang sangat menyakitkan, dan jalur alternatif juga agar kanker otak ini segera pergi dari raga Aditya. Tentang cara jiwaku kembali ke raga asliku masih aku pikirkan sampai saat ini.

Aku bersama Rasen dan Aditya sedang menonton anime terbaru yang direkomendasikan oleh Rasen. Rasen pemaksa dia pasti akan terus merengek kalau tidak aku turuti keinginan dia.

"Abang kira anime baru ternyata lama," ucapku.

"Memang sudah nonton ini?" tanya Rasen.

"Sudah tahu si guru gurita kuning bernama koro-sensei," ucapku.

"Jangan spoiler!" pekik Rasen.

"Iya tidak akan emang seperti kamu yang selalu spoiler ke abang agar tertarik nonton," sindirku.

"Hehehe," tawa Rasen.

Kami bertiga menonton lima episode season pertama anime berjudul assassin classroom. Pemikiran awalku pas menonton anime benar-benar terjawab disana satu kelas harus membunuh guru mereka yang seperti gurita.

"Bukannya gurita itu baik ya kok harus dibunuh sih?" tanya Aditya.

"Mereka pikir koro-sensei akan meledakkan bulan lagi tahun depan saat kelulusan mereka," ucapku.

"Kelanjutannya bagaimana?" tanya Aditya.

"Besok lagi kita menonton animenya. Bunda suka marah kalau kita begadang sebab menonton anime," ucapku.

"KALIAN BERTIGA TIDUR!" teriak Rianti.

"Nah kan benar suara bunda sudah bilang kita tidur saja," ucapku.

"Bang tidur bareng ya," ucap Rasen.

"Dipeluk abang atau kakak?" tanyaku.

Aku tidak masalah berbagi kasih sayang dengan Aditya, lagipula kedua orang tuaku sejak dulu memang adil kepada kedua anaknya. Aditya mulai membuka diri kepada keluargaku menceritakan kenangan pahit dia selama bersama keluarga kandungnya.

"Sama kakak saja dipeluknya," ucap Rasen.

"Dit jangan macem-macem sama adek gua!" peringatku.

"Iya lu santai aja kali," ucap Aditya.

Rasen tidur di tengah dan aku terpaksa begadang entahlah perasaanku akhir-akhir ini tidak enak saja. Aku memandang telapak tanganku yang semakin kurus setiap harinya bahkan saat aku memegang rambutku ada beberapa helai rambut jatuh.

"Ini sangat sakit. Aku kesulitan tidur sebab ini semua. Setidaknya aku ingin mengurangi rasa sakitmu, Dit. Apabila takdir berkata lain kemungkinan besar aku tiada," ucapku.

Tidak ada cara untukku kembali masuk ke ragaku kembali hanya denganku berkorban maka Aditya bahagia di ragaku. Aku tidak menyesali itu semua Aditya berhak bahagia.

"Transmigrasi ini pasti harus mengorbankan salah satu jiwa agar jiwa yang satunya merasakan kebahagiaan," ucapku.

Aku menutup mataku meredakan sakit di kepalaku yang kembali datang. Rasa sakit seperti di tusuk ribuan jarum raksasa sekaligus ini lebih menyakitkan dibandingkan perasaan patah hati.

Cairan kental berwarna merah keluar dari hidungku. Mimisan lagi hampir beberapa kali dalam sehari aku mengalami ini. Semua anggota keluargaku tidak mengetahui saat aku mimisan.

Aku bangkit mengambil tisu yang berada di meja belajarku tanpa sengaja aku menjatuhkan salah satu buku milikku. Aku mengambilnya ingin meletakkan kembali buku itu namun saat membaca sekilas judul dari buku.

"Cara mengembalikan jiwa ke raga asli," gumamku.

Aku duduk di bangku belajar mulai membaca halaman pertama dari buku ini. Beberapa jam aku membaca buku tidak ada penjelasan logis agar aku bisa kembali ke raga asliku kecuali aku tiada.

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang