Aku tipikal anak yang tidak peduli mengenai peringatan hari apapun. Kadang aku saja lupa hari ulang tahunku sendiri. Hanya satu orang yang paling heboh mengenai perayaan sesuatu atau apapun itu.
"Abang beli kado yuk!" pekik Rasen.
Orang itu adalah adikku sendiri Rasen. Dia itu selain tomboy layaknya seorang laki-laki namun jiwa perempuannya masih ada. Rasen itu sangat perhatian terhadap orang-orang yang disayanginya.
"Kado?" Aku kebingungan perasaan tidak ada yang ulang tahun. "Siapa yang merayakan hari kelahirannya?" tanyaku.
"Ish abang ini kebiasaan deh," ucap Rasen menggelengkan kepalanya.
"Maksudmu bagaimana sih, dek?" tanyaku.
"Hari ini hari ibu. Jadi sebagai anak yang berbakti kita berdua harus memberikan kado untuk bunda gitu," jelas Rasen padaku.
"Oh," Aku beroh saja. Rasen malah memukul perutku karena responku. "Kenapa abang dipukul sih?" tanyaku.
"Ayolah cepet kita beli sesuatu untuk bunda!" pekik Rasen.
Rasen menarik tanganku dan aku hanya pasrah saja ditarik oleh Rasen. Melewati ruang tamu aku melihat kehadiran Aditya bersama Catra. Dilihat dari situasi pasti ada yang tidak beres antara mereka berdua.
"Dit hangout bareng yuk!" ajakku kepada Aditya.
"El jangan ikut campur dulu," peringat Catra.
"Aku cuma mau ajak Adit jalan-jalan saja," ucapku.
"Papi aku izin ya," pamit Aditya.
"Dengarkan laranganku Aditya!" tegas Catra.
"Aku mengerti papi," ucap Aditya.
Aku merangkul pundak dan Rasen bersamaan. Kami bertiga menggunakan mobil untuk menuju ke salah satu pusat perbelanjaan. Di sepanjang perjalanan tumben sekali Aditya banyak diamnya padahal Rasen sering menceritakan hal yang disukai Aditya.
"Lu kenapa, Dit?" tanyaku.
"Papi tidak suka aku menyebut nama papa Satria dan mama Marina," sedih Aditya.
"Mereka jahat lho sama kakak," ucap Rasen.
"Sejahat apapun mereka tetap saja. Mereka telah menjagaku selama ini walaupun dengan cara salah," sedih Aditya.
"Ingin memberikan kado untuk nyonya Marina?" tanyaku.
"Eh boleh?!" senang Aditya.
"Tentu," ucapku.
"Bang aku yakin papi akan marah mengenai ini," peringat Rasen.
"Itu urusanku. Aditya hanya sekedar mengucapkan hari ibu saja tidak lebih menurutku itu tidak apa-apa," ucapku santai.
Suasana kembali berwarna setelah Aditya mendapatkan izin untuk bertemu keluarga Pratama. Suara tawa Rasen dan Aditya mengisi perjalanan menuju ke tempat tujuan. Tiba sekitar tiga puluh menit membuat aku sedikit pegal saat keluar dari mobil.
Rasen dan Aditya yang memilih kado sementara aku yang membayar. Aku berasa telah menikah lalu memiliki dua anak. Pacarku pasti merayakan hari ibu juga sama sepertiku. Aku tidak akan mengganggunya hari ini lagipula kurasa pacarku membutuhkan privasinya sendiri.
"Bang bayar!" pekik Rasen.
Aku tersadar dari lamunan dan langsung membayar semua belanjaan milik Rasen juga Aditya menggunakan black card. Kami bertiga menjadi pusat perhatian setelah keluar dari toko tersebut. Aditya membawa tiga paperbag sementara Rasen dua paperbag.
"Kok kakak beli tiga kado?" tanya Rasen kepada Aditya.
"Ibuku sekarang ada tiga dek," jawab Aditya.
"Tiga?" bingung Rasen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ello (END)
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah tentang keluarga saja tidak lebih. Othello Pranaja Zayan pemuda berwajah tegas, bersifat dingin, datar, minim ekspresi, benci pengkhianatan, baik sama orang yang disayang, dan tidak memandang bulu saat marah...