6. Hari Pembalasan

14 4 2
                                    

Zero menjadi panik sekarang. Beberapa kali menepuk pipi Alya untuk menyadarkan. Namun Alya tidak sadar juga. Akhirnya Zero membawa Alya ke Rumah sakit terdekat.

Karena tidak tau apa yang harus ia perbuat, Zero memutuskan untuk menghubungi Pahmi. Pahmi yang khawatir, segera menghubungi Ayahnya dan mengabarkan keadaan Kakaknya. Sementara itu, Zero memilih untuk pergi dari Rumah sakit untuk menghindari pertanyaan dari mereka.

Beberapa saat di Rumah sakit, Alya terbangun.
Matanya berputar, menatap Ayah dan Pahmi sudah berdiri di sisinya dengan tatapan cemas.

"Alya sayang. Kau sudah sadar?" Pak Abim menyapa Alya, sedari tadi dia sangat gelisah memikirkan Putrinya.

Alya tidak menjawab, pertama yang ia lakukan adalah menyentuh kepalanya. Begitu menyadari kotak kardusnya tidak ada, dia langsung panik setengah mati.

"Dimana kardusku? Ayah! Mereka sudah melihat wajahku! Mereka melihat wajahku! Bagaimana ini?" Alya berteriak teriak histeris mencari kardusnya.

"Tenang sayang.. Tidak ada yang melihat wajahmu. Tidak ada!"

"Dia melihat wajahku Ayah. Meraka melihatnya! Mana kardusku! Mana!" Alya terus berteriak.

"Pahmi, mana kardus kakakmu , cepat ambil!" pak Abim pun panik.

"Aku juga tidak tau di mana," jawab Pahmi tak kalah panik.

"Aduh! Bagaimana ini?" Pak Abim nampak stres.

"KARDUSKUU.. Dimana kardusku!" Alya masih berteriak.

"Ayah.. Tolong aku!"

"I—iya sayang. Iya. Tenanglah."

"Dokter! Dokter!" pak Abim berteriak memanggil dokter.

Untunglah, Dokter segera datang dan bertindak cepat dengan menutupi wajah Alya dengan masker dan kacamata.

"Begini saja. Okey. Kardusmu sudah hilang entah kemana. Pakai ini saja, sama saja yaa," dokter berusaha menenangkan Alya.

"Ayo, tarik nafas perlahan. Agar kau tenang."

Alya menurut, mengikuti instruksi dokter.
Begitu dia sudah tenang, Alya langsung curhat ke dokter dan menuduh Ayahnya sebagai penyebab masalah ini.

"Ini semua gara-gara Ayah! Kau sudah memaksaku pergi ke sekolah! Semua orang di sekolah membully-ku, sampai pada akhirnya malah menyebabkan 2 orang siswa berkelahi karenaku, Ayah!"

"Maafkan Ayah." Pak Abim jadi sedih dan merasa bersalah.

"Ini semua memang salahku—" Pak Abim sudah berniat untuk tidak lagi memaksa Alya ke sekolah. Eh, dia belum sempat bicara Alya malah lebih dulu menyela.

"Aku tidak akan berhenti! Aku akan kembali ke sekolah dan membalas Preman jahat itu. Dia yang sudah menyebabkan aku menderita. Dia yang sudah membuka kepala kardusku. Aku akan membuat perhitungan padanya!" ucapan Alya mengejutkan semua orang.

Bukannya khawatir, Pak Abim dan Pahmi malah melonjak girang. Begitu juga Sang Dokter. Ketiga orang itu sampai melakukan Tos karena senang.

"Semangat Alya! Kau memang harus memberi pelajaran pada Preman itu. Buktikan, jika Putriku tidak takut pada siapapun!" semangat pak Abim berkobar-kobar melebihi Alya.

***

Keesokan harinya, di sekolah. Zero terlihat gelisah. Dari semalam hingga saat ini, Zero rupanya terus memikirkan Alya. Gadis aneh itu ternyata sangat cantik. Zero tidak mengerti kenapa wanita secantik itu malah menyembunyikan wajahnya dibalik kardus

"Aku ingin bertemu lagi dengannya, dan sekali lagi ingin melihat wajahnya," gumamnya dalam hati.

Baru saja ia bergumam seperti itu,
Keinginannya langsung terkabul seketika karena tiba-tiba saja Alya muncul dan sudah berdiri di hadapannya.

INSECURE GIRL [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang