Langit tengah mendung dan menangis, membasuh bumi dan seluruhnya termasuk kota Bandung. Langit menangis tak sendiri ada Nebula di bawah sana, terdiam di jalan yang sepi dengan murung.
Nebula mengadah lalu menutup mata, membiarkan rintik hujan gerimis menerpa wajah dan menyatu dengan tangis. Tak memperdulikan dirinya basah, Nebula sudah tak tahan ingin mengeluarkan isi hatinya yang resah.
Nebula Esteria, si gadis yang penuh luka. Ia sedang mencurahkan segalanya, menyalahkan pada semesta tentang takdir yang menimpa dirinya.
"Kenapa rumah gue selalu buat gue capek?" Batinnya merintih.
Di luar utuh tapi di dalamnya runtuh.
Nebula tak pernah punya tempat berpulang untuk mengistirahatkan derita. Ia punya rumah, namun tak terasa. Hanya sekedar panggilan, tak sesuai peran.Rintik hujan yang mengguyur, kini tak Nebula rasakan lagi, bukan karena hujan berhenti namun seorang lelaki yang sengaja menghalangi.
"Kamu teh, lagi latihan akting buat film suara isi hati istri apa gimana?" Selain suara hujan yang bising tapi menenangkan, terdengar suara asing yang sedikit tak mengenakan.
Nebula membuka mata, melihat ke sumber suara dan mendapati seorang lelaki dengan tubuh yang basah juga.
"Kalo kata aku mah, ya, latihannya jangan diem sambil nangis doang. Kamu lari-lari di tengah hujan ini sambil bilang, Mas jangan tinggalin aku Mas."
Nebula menatap kosong namun tajam. Rasa sedih seketika lupa dan amarah menjadi luap.
"Lo siapa ganggu gue?!"
"Aku Helios, cowok terkasep se-Bandung." Mata Nebula semakin menajam hingga menghunus pori-pori orang itu, yang katanya bernama Helios.
"Mending kamu teh bangkit, kalo diam terus disini nanti makin sakit. Yang ada nambah masalah."
"Apa peduli lo? Kita gak kenal."
"Ya peduli, sesama manusia kan harus saling peduli. Kalo kamu gak peduli sama aku berarti kamu bukan manusia."
"Maksud lo?"
"Ya gitu."
"Udah ah, ayo neduh. Aku udah gemetaran, dingin." Ia berucap sambil sebelah tangannya memeluk dirinya sendiri.
"Siapa suruh-" Ucapan Nebula terhenti, tangannya tertarik sehingga ia berdiri.
"Lama banget."
"Sorry, i hold u'r hand." Dengan sebelah tangan kanannya memegang tangan Nebula dan sebelahnya lagi memegang kepala Nebula agar hujan tak lagi menerpa. Dua insan yang baru dipertemukan itu menerjang hujan bersama.
Nebula membiarkan, mengikuti apa yang lelaki itu lakukan. Meski di hati masih marah tapi ia pasrah karena Nebula sudah cukup lelah.
Tempat yang sering disebut Warung Ibu, menjadi tujuan untuk meneduh. Tempat yang tadinya Helios berdiam dan tempat yang ia jadikan rumah dalam artian sesungguhnya.
"Kamu duduk dulu, ya."Nebula duduk di bangku.
"Ya ampun, Elio, kenapa kamu teh malah hujan-hujanan?" Seorang ibu dengan pakaian daster bunga keluar dengan wajah kaget bercampur khawatir.
"Bukan hujan-hujanan, ini kehujanan, Bu."
"Gak percaya Ibu mah, 'kan kamu teh suka hujan-hujanan kaya anak kecil," ucapnya dengan logat Sunda.
"Mana ada ai Ibuu."
Tersadar akan adanya Nebula, Ibu berkata, "lho, itu siapa cewek geulis?"
Helios menoleh. Ia diam, lantaran bingung harus menjawab apa, karena Helios pun tak mengenalnya. Ia hanya langsung membawanya karena tak tega.
"Kenapa basah juga? Hujan-hujanan bareng kalian?" Ia memicingkan matanya.
"Kehujanan, Ibuu," Elak Helios.
"Ih Elio kedinginan ini, Ibu gak ada niatan ngasih handuk gitu? Dia juga pasti kedinginan tuh," lanjutnya sembari melihat Nebula yang sedang menatapnya sayu.
"Lho iya, kalian langsung mandi aja biar engga sakit. Ada baju dari Abid sama Ayya, kamu sama Eneng Geulis itu bisa pake baju anak-anak Ibu dulu."
"Emang gak bakal di marahin Bang Abid kalo di pake bajunya sama Elio, Bu? Dia kan anti banget sama aku."
"Jelas enggak atuh, kalau di marahin ya Ibu marahin balik. Tinggal acungin panci doang juga pasti dia mah langsung ngibrit." Helios tertawa, tawa itu dilihat Nebula.
"Iya udah, dia duluan aja yang mandi. Dia udah lama kehujanan, Bu."
"Maaf ya, Bu jadi ngerepotin gini," lanjutnya.
"Aihh, kamu kaya sama siapa saja," ucapnya tersenyum tulus.
"Ayo sini, Neng mandi pake air hangat." Tak ada tanggapan, Nebula hanya diam.
"Eleh, kenapa diam saja. Ayo buruan." Dengan ragu Nebula berdiri dan melangkah pada Ibu, dengan senyum ramah, Ibu merangkul Nebulla dan membawanya ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCONSCIOUS
Ficção AdolescenteDi bawah tangis langit bersama dengan hati yang sakit, Nebula Esteria bertemu dengan lelaki yang mengajaknya bangkit. Mereka saling mengobati, hingga saling menaruh hati. Dalam perjalanan berlabuhnya hati Nebula padanya, ia menemukan banyak fakta y...