5

48 39 4
                                    

Helios duduk di depan rumah, menatap langit malam yang indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Helios duduk di depan rumah, menatap langit malam yang indah. Tersenyum pada bulan yang cerah. Bulan yang selalu ia tatap kala merindukan seseorang.

Dan saat ini, Helios sedang merindu. Rindu yang kian bertambah dan tak pernah bisa mengurang, hingga ia lelah menahan semua kerinduannya, namun ia tak bisa berbuat apa-apa, ia tak akan pernah bisa melepas rindunya.

Helios hidup sendiri. Kesepian selalu menyelimuti dan ia sudah terbiasa meski kadang ingin menikmati kehangatan keluarga.

Suara telepon membuyarkan, Helios merogoh celana. Mengerut kening saat nomor yang tak dikenal tertera.

"Elio..."Suara itu terdengar familiar. Butuh seperkian detik untuk Helios mengingat siapa pemilik suara ini.

"Nebula?"

"Lio.."

"Gue minta tolong." Nada bergetar itu membuat Helios menegang. Telepon itu mati, muncul satu notifikasi dari Nebula. Pesan yang menampilkan posisinya berada.

Helios segera berdiri, berlari untuk mengambil jaket dan kunci motor. Melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Muncul banyak pertanyaan di benak Helios tentang kondisi Nebula.

Helios semakin mempercepat laju motornya dan berhenti saat ia melihat seseorang meringkuk di pinggir jalan. Turun dari motor dengan tergesa.

"Nebula!"Jongkok di depan gadis itu yang sedang megelamkan wajah. Helios memegang bahunya yang bergetar.

"Hey." Nebula mendongak, tangisnya semakin jadi. Tangis yang begitu menyayat hati. Hati seroang Helios.

"Kenapa dunia sekejam ini?" Tanyanya bergetar.

"Sakit, gue pengen rasa sakit ini menghilang, tapi gimana caranya?"

"Aku izin peluk kamu, ya." Setelah menerima anggukan kepala, Helios segera memeluk tubuh rapuh Nebula. Mengusap-usap punggung gadis itu, membiarkan ia menangis di dalam pelukannya.

"It's okay, Nebula. It's okay."

Di sini mereka, di rumah Helios. Nebula terduduk di ruang tengah dengan tatapan kosong. Sedang Helios baru menghampiri gadis itu, dan duduk di sampingnya.

"Minum dulu." Menyodorkan teh manis hangat. Nebula menerima dan meminum. Beberapa menit mereka terdiam dengan keheningan.

"Maaf tiba-tiba gue hubungi lo." Helios menoleh.

"Dan harus lihat gue kaya gini lagi. Gue bingung harus kemana, satu-satunya yang terbesit di otak gue cuma lo." Ucapanya masih bergetar. Ntah, hati Helios selalu sesak saat melihat Nebula dengan kondisi seperti ini.

"Gapapa, Nebula, gapapa. Nanti kamu gak usah bingung lagi, kamu langsung datang ke aku, ya. Aku justru bersenang hati."

Kali ini, Nebula yang menoleh, saling menatap.

UNCONSCIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang