Dark Organization Part 1 Evil Eyes

974 44 2
                                    

Dark Organization

Part 1

Evil Eyes

"Vella suka sama Boby!" seru Nadine, teman sekelasku. Nadine menatapku dengan sinis.

Aku hanya diam. Walaupun dalam hati aku sangat kesal, tapi aku hanya diam mendengar gosip ngawur itu.

"Ciyeeee ....!" seru anak-anak di kelas 7, menyorakki aku dan Boby.
Boby, laki-laki gemuk putih yang mengenakan kaca mata itu hanya diam. Sama seperti apa yang aku lakukan.

"Ciyeee ... Boby juga diem aja kaya Vella," tambah Nadine.

"Sehatiiiii!" seru anak-anak di kelas 7. Ada yang bersiul, ada yang menggebrak-gebrak meja, ada juga yang melempar topi ke atas lalu ditangkapnya.

'Yang bener aja,' kataku dalam hati.

"Hah, gosip murahan!" kata Boby memberontak. Aku tidak menyangka kalau Boby bisa semarah itu rupanya. Dia membanting kursinya hingga semua anak terdiam. Suasana kelas yang tadinya ramai bagai pasar, kini sunyi bagai kuburan.

"Wah, ternyata Boby bisa marah," kata Sally dengan nada mengejek.
Aku menatap Sally dengan tajam. Gadis berambut coklat panjang dan centil itu menggebrak-gebrak meja Boby. Tanpa alasan.

'Dasar, tukang gosip!' kataku dalam hati.

"Apa buktinya kalau Vella suka sama aku?" tanya Boby menanantang. Aku tidak tahu dia menantang siapa. Mungkin Nadine, mungkin Sally.
Aku terkikik dengan pelan melihat wajah mereka berdua.

"Bener tuh, kalau nggak punya bukti nggak usah nuduh dong!" aku membela Boby. Sebenarnya sih, aku membela diriku dan si Boby.

"Ada apa ini?" tiba-tiba terdengar suara Mr. Dorbus yang mengagetkanku.

Nadine dan Sally kembali ke tempat duduknya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Boby menatapku dengan tatapan misterius.

***

Waktu istirahat kuhabiskan di kelas saja. Aku malas saja ke kantin. Lagi pula, aku tidak begitu lapar.
Aku melirik Boby yang juga tidak ke kantin. Dia asik bermain dengan tabletnya. Tiba-tiba mataku bertemu dengan matanya. Aku mengalihkan padangan darinya.

'Selalu aja di gosipin yang enggak-enggak. Si Nadine dan si Sally bener-bener tukang gosip sejati,' kataku dalam hati. Aku benar-benar kesal pada mereka berdua. Seandainya aku bisa membuat mereka keluar dari sekolah, aku akan merayakan keberhasilanku itu. Tapi, bagaimana caranya? Aku benar-benar dendam pada mereka berdua.

"Hei, kenapa nggak ke kantin?" tanya Boby.

Aku menatapnya dengan tatapan dingin. "Pengen tahu aja kamu," kataku dingin. Aku beranjak dari tempat duduk dan pergi ke luar kelas.

"Hah, harusnya aku nggak masuk sekolah tadi. Dasar Nadine, dia sangat hoby menggosip," runtukku kesal.

Bruk!

Ah, karena berjalan sambil menunduk, aku menabrak seseorang. Aku terjatuh dan kepalaku membentur kepala orang yang kutabrak. Aku menatap lurus ke depan, melihat siapa yang kutabrak. Hah? Gadis centil yang suka menggosip, Nadine.

"Kamu?" mataku membulat menatap gadis berambut hitam panjang itu.

"Ah, pacarnya Boby," dia menatapku dengan tatapan sinis.

'Apa tadi katanya? Pacarnya Boby. Amit-amit, suka aja enggak, apa lagi jadi pacarnya,' kataku dalam hati.

Nadine melangkah melewatiku. Sebelum dia meninggalkanku, dia sempat berbisik, "I hate you."

Aku berbalik, menatap punggungnya yang perlahan menjauh. "I hate you too," kataku, berharap dia mendengarnya.

***

Aku tidak langsung pulang ke rumah. Di dekat sekolah ada hutan kecil, aku mampir ke sana sebelum pulang. Aku sering pergi ke sana untuk menenangkan diri. Tempat yang sepi adalah tempat yang cocok untuk menenangkan diri bagiku.

Aku sampai di tengah hutan. Aku tidak khawatir kalau aku akan tersesat di hutan. Aku hafal setiap inci dari hutan ini. Hm ... nggak hafal-hafal banget sih. Tapi cukup untuk membawaku keluar dari hutan.

Di tengah hutan, aku menemukan kumpulan lilin yang menyala. Lilin-lilin itu membentuk sesuatu, yang jelas lilin-lilin itu berbaris dengan teratur. Aku penasaran apa yang terbentuk dari kumpulan lilin ini di tengah hutan. Aku melangkahi lilin itu dan berdiri di tengah-tengah formasi lilin itu. Walaupun aku merasakan panas, aku mengabaikan rasa panas itu.

Kini aku sudah berdiri tepat di tengah lingkaran dari formasi lilin itu. Aku mendongak ke atas. Tiba-tiba saja aku mendengar sebuah bisikan.

"Ucapkan keinginanmu."

Aku memejamkan mata. Apa ya keingananku? Teman-teman sekelasku, mereka tidak pernah menghargaiku. Mereka juga menyebarkan gosip yang tidak benar tentangku. Terutama Nadine, dia sangat suka menggosipkanku. Dia menggosip kalau aku menyukai Boby. Kenyataannya, aku sama sekali tidak menyukai laki-laki gendut itu.

"Aku ingin bisa membalas dendam pada orang yang pernah menyakitiku," kataku sambil membuka mata, menatap langit.

Tiba-tiba saja mataku terasa sangat perih. Aku menutup kedua mataku dengan tanganku. "Aaaarrrrggghhh ....," aku berjongkok sambil terus menutup kedua mataku. Perlahan air mataku menetes membasahi pipiku. Air mata yang mengalir terasa panas di pipiku. Aku teriksak karena sakit yang kurasakan. Perlahan kesadaranku melemah. Aku berusaha agar tidak pingsan. Tapi rasa sakit di mataku ini ... benar-benar menyiksaku.

Perlahan rasa sakit di mataku menghilang. Aku beranjak dari posisi jongkok. Aku berada di tengah hutan. Tunggu, kemana semua lilin yang membentuk formasi itu? Aku menatap lurus ke depan. Kulihat pohon besar yang berdiri di hadapanku. Tiba-tiba saja pohon itu mengering dan mati. Aku terkejut, bagaimana bisa? Aku mencoba memandang ke arah lain. Aku menatap rumput di tanah. Tiba-tiba saja rumput itu mengering, sama seperti pohon besar tadi.

'Hah? Apa yang terjadi?' tanyaku dalam hati.

Aku menatap seekor burung yang bertengger di batang pohon. Tiba-tiba saja burung itu menjadi bangkai dan jatuh ke tanah. Kenapa semua yang kulihat menjadi mati? Tumbuhan menjadi kering dan hewan menjadi bangkai. Sebenarnya apa yang terjadi dengan mataku? Aku menunduk ke bawah. Kulihat sebuah kaca mata tergeletak di sebelah kakiku. Aku memungut kaca mata itu dan memakainya. Aku menatap pohon besar lainnya. Aku menunggu hingga pohon itu mengering dan mati. Tapi tidak terjadi apapun pada pohon itu. Aku melepas kaca mata, tiga detik kemudian pohon itu mengering dan mati. Cepat-cepat aku memakai kaca mata.

'Jadi, kalau aku pakai kaca mata mataku akan jadi normal? Hah? Pakai kaca mata? Dari dulu aku paling tidak suka pakai kaca mata!' kataku dalam hati.

'Tapi kalau aku nggak pakai kaca mata, bisa-bisa jadi bencana besar nanti.'

Aku berjalan ke luar dari hutan dengan mengenakan kaca mata. Aku penasaran, apa kata orang-orang setelah melihat penampilan baruku.

TBC

Dark Organization (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang