Part 2

95 6 6
                                    

Brak!

Suara keras di pagi hari membuat Agil terbangun dari tidurnya, tidur yang hanya beberapa saat karna semalaman kepalanya pusing memikirkan masalah, memikirkan perbuatan tercela yang sudah di perbuat olehnya, walau bukan keinginan sendiri tapi itu tidak menutupi fakta kalau dia seorang pemerkosa.

Agil terbangun dalam keadaan yang masih setengah sadar, memiringkan kepalanya dengan kedua mata yang masih tertutup, Agil tidak bisa membiarkan kegaduhan di depan rumahnya begitu saja, itu akan sangat mengganggu, apa lagi ini masih jam enam pagi.

Rumah Agil yang berada di lingkungan masyarakat membuatnya harus segera bertindak, tidak boleh membiarkan kegaduhan itu terus berlanjut, itu akan membuat warga marah yang bisa-bisa berujung sanki sosial dari pak rt setempat.

Suara gedoran itu semakin lama semakin kencang, Agil tidak tau siapa yang bertamu sepagi ini, sampai harus membuat keributan di depan rumahnya, padahal selama ini tidak pernah ada tamu yang datang ke rumahnya.

"WOY, GIL! Keluar lo!"

Ah, itu suara yang sangat familiar di telinganya, itu suara Aldo, sahabat karibnya. Namun, Agil sedikit heran dengan nada suara Aldo yang tinggi dan terkesan sangat marah itu, tidak biasanya Aldo seperti itu.

"Buka buruan woy!" teriak Aldo lagi.

"Bentar, Do." Dengan sedikit sempoyongan, Agil langsung membuka kunci pintu rumahnya. "Kenapa lo be---"

Bukk!

Baru juga pintu rumah di buka dan Agil akan mulai berbicara, tiba-tiba sebuah pukulan langsung mendarat di wajahnya, pukulan itu sampai membuat Agil terjungkal dan kesadarannya kembali semua.

Agil terduduk, memegangi wajahnya yang sakit, menatap ke arah Aldo heran atas perbuatan sahabatnya itu barusan, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba Aldo memukulnya.

"Do! M-maksud lo apa mukul gue kayak gini?" tanya Agil penasaran sekaligus keheranan.

Namun, Aldo tidak menghiraukan dan justru kembali memukul Agil beberapa kali sampai menindihnya, Agil yang tidak tau apa-apa hanya bisa menatap heran sambil menahan pukulan sahabatnya itu.

"Bangsat lo jadi temen. Kenapa lo tega merkosa kakak gue, sialan! Kenapa lo tega nyakitin kakak gue!" teriak Aldo di depan wajah Agil.

"A-apa maksud lo? Gue kenapa? Emangnya apa yang udah gue lakuin?" tanya Agil bertubi-tubi.

"Bangsat! Cewek yang semalam lo perkosa itu, kakak gue, sialan. Dia KAKAK GUE! KAKAK GUE!" Aldo berteriak murka lalu kembali memukul wajah Agil.

"T-tunggu-tunggu!" Agil menahan pukulan yang di layangkan Aldo. "Siapa yang lo maksud?"

"Yang gue maksud, ZILIA. Zilia kakak gue yang udah lo perkosa, BANGSAT!"

"A-apa?"

Agil tergagap, melongo sambil menatap ke arah Aldo, tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh sahabatnya itu, hati dan otaknya menolak semua itu, Agil tidak percaya kalau yang semalam dirinya perkosa itu adalah Zilia, kakak dari Aldo.

Agil tau sosok Zilia bahkan keluarga Aldo, dirinya beberapa kali main ke rumah Aldo dan sesekali berjumpa dengan Zilia, hanya saja Agil tidak terlalu mengenal, hanya tau sosok Zilia seperti apa, maka dari itu Agil menolak keras pernyataan Aldo, tidak mungkin yang di perkosanya semalam itu adalah Zilia.

"Haha... Gosah becanda, sialan! Mana mungkin yang gue perkosa itu kak Zili, gue hapal betul kak Zilia seperti apa." Agil menepis segala tuduhan yang di layangkan Aldo padanya.

"Lo pikir gue bercanda, hah! Gue punya buktinya, sialan!" Aldo lalu mengambil sebuah tindik daris sakunya.
"Ini apa? Coba jawab gue, ini apa, HAh!"

"I-itu!" Agil langsung memegang sebelah telinganya, benar saja tidak ada tindikan yang menempel disana.

"Mau ngeles apa lagi lo sekarang? Jelas-jelas ini tindik lo, tindikan yang gue kasih ke elo sebagai tanda persahabatan kita. Tindik lo ada di saku baju kakak gue, ada darah lo juga di tindik ini, di tambah sobekan baju lo ada di baju kakak gue, mau ngomong apa lagi lo sekarang hah! Ini udah jadi bukti kuat kalau lo yang merkosa kakak gue, sialan."

"D-do! D-dengerin gue dulu! G-gue gak bemaksud jahat sama kakak lo, gue gak sadar, gue di jebak Do."

"Gue kan udah bilang sama lo, jangan temui lagi mantan lo itu, sialan. Tapi lo gak mau denger omongan gue, lo batu."

"M-maafin gue Do! Gue bener-bener minta maaf!"

"Brengsek. Maaf gak bisa balikin kesucian kakak gue lagi, sialan."

"G-gue bakal tanggung jawab Do. Gue bakal nikahin kakak lo."

"Tanggung jawab! Nikahin kakak gue! Enteng bener lo ngomong! Lo pikir gue mau gitu iparan sama cowok brengsek kayak lo! Lo pikir keluarga gue bakal nerima, hah! Lo mikir dong jadi orang, lo punya otak, mana mungkin gue biarin kakak gue jatuh ke tangan lo."

"T-terus gue harus ngapain, Do? Gue bakal lakuin apa pun, tapi jangan masukin gue ke dalam penjara, gue masih punya masa depan yang panjang Do."

"Masa depan! Lo pikir kakak gue gak punya masa depan apa? Ba-cot. Masa depan kakak gue hancur gara-gara lo sialan."

Bukk!

Bukk!

Aldo kembali memukul Agil beberapa kali, setelah itu langsung membanting tubuh sahabatnya ke lantai. Aldo berdiri menatap nyalang ke arah Agil, semua perlakuan tidak di balas satu pun oleh Agil karna tau kalau itu kesalahannya, kesalahan fatal yang sudah menghancurkan masa depan orang lain.

Agil menerima semua itu dengan lapang dada, dirinya memang brengsek, sampah, bajingan. Apa pun yang di katakan oleh Aldo padanya itu adalah benar, Agil tidak akan menampik itu semua.

"Sekarang gue akan mempertegas semuanya," ucap Aldo tiba-tiba.

"A-apa maksud lo?" tanya Agil penasaran.

"Cih. Mulai sekarang kita bukan lagi sahabat, gue memutuskan tali persahabatan kita saat ini juga, mulai sekarang, lo sama gue dan keluarga gue tidak lagi saling mengenal, kita hanya akan jadi orang asing setelah ini, hidup masing-masing dan jalani semuanya sendiri," tegas Aldo tanpa ragu-ragu.

"D-do! L-lo bercanda kan?"

"Apa wajah gue kelihatan seperti sedang bercanda hah? Gue gak main-main. Lalu tentang perbuatan lo itu, gue bakal serahin semua itu sama keluarga gue, lo kudu siap kalau nanti lo di sered ke penjara gara-gara ulah lo itu. Ini jadi kali terakhir kita ketemu, setelah ini jangan pernah nampakin batang hidung lo di hadapan gue lagi, gue mu-ak."

Dan, apa yang Aldo katakan pagi hari ini tidak main-main, setelah kejadian itu Aldo tidak pernah datang dan menghubunginya lagi, bahkan nomer telponnya sampai di blok, bahkan di sekolah pun, Aldo bersika acuh padanya.

Agil beberapa kali menyapa lebih dulu, tapi Aldo tidak menggubris sedikitpun, bahkan Aldo selalu melenggang begitu saja kala berpapasan dengannya, seakan mereka tidak pernah saling mengenal sama sekali.

Mulai saat itu, Agil sadar kalau persahabatan mereka memang sudah berakhir, namun Agil tidak menyerah dan berusaha menebus semua kesalahannya, mencoba memperbaiki hubungan yang retak dengan usahanya sendiri.

* * *

...TO BE CONTINUE...

WITHOUT LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang