Dua bulan berlalu sejak pernikahan itu, kini keduanya masih saja hidup secara terpisah, itu karna keadaan yang memang tidak mengijinkan, atau lebih tepatnya kalau keluarga Zilia lah yang memang tidak pernah mengijinkan hal itu, mereka tidak sudi menerima Agil sebagai menantu.
Di dua minggu pertama, hampir setiap hari Agil ke rumah mereka, tapi tidak pernah di ijinkan masuk sama sekali, bahkan untuk melihat Zilia sekalipun tidak pernah, mereka itu suami istri tapi setelah pernikahan tidak pernah sekalipun saling bertemu.
Agil selalu di tolak, aksesnya di tutup rapat-rapat, tidak pernah di ijinkan sama sekali, bahkan kala di sekolah pun tidak pernah ada tanggapan dari Aldo sang adik ipar, tentu alasan nya sudah jelas karna mereka sangat membenci Agil, mereka hanya menginginkan status untuk Zilia saja, tidak lebih dari itu.
Kenyataan hidup yang seperti itu membuat Agil semakin dewasa dalam menjalani hidupnya, bekerja sekuat tenaga dari siang sampai malam, karna pada pagi harinya Agil masih sekolah seperti biasa.
Biaya hidup yang semakin bertambah membuat Agil sempat berpikir untuk berhenti sekolah dan fokus pada kerjaannya saja, apa lagi saat ini tanggunggannya bertambah, ada Zilia dan calon anaknya kelak, pasti butuh biaya yang besar untuk lahiran nanti.
Namun, untuk saat ini Agil masih bisa bersekolah, karna masih ada uang simpanan sisa pernikahannya. Ya, sepertinya Agil harus bekerja lebih keras lagi, semakin bertambah penghasilannya nanti, semoga saja keluarga Zilia mau menerimanya kelak.
"Oi, Gil!"
Agil tersentak kala suara Diki memanggi namanya, saat ini dirinya sedang markir bersama Diki di tempat biasa, Agil lagi kebagian tugas jadi ya dirinya berada di sekitaran kendaraan yang parkir, namun beberapa saat yang lalu Agil melamun dan membuat Diki keheranan.
"Kenapa lo ngelamun? Ngopi dulu nih, biar mata lo melek," kata Diki kemudian.
"Gak dulu deh bang, makasih!" balas Agil dengan senyuman lebarnya.
"Tumbenan! Lo ada masalah?"
"Engga bang, gue gak kenapa-napa, cuma ya, lagi gak mau ngopi saat ini."
"Hmm. Gue kira lo ada masalah."
"Haha. Engga kok bang."
"Ya udah. Sini lo, jangan diri disana terus, ngalangin konsumen entar yang ada."
Agil tersadar, dirinya masih berdiri di tengah-tengah parkiran setelah selesai markirin sebuah mobil tadi, Agil menggaruk tengkuknya pelan, lalu setelah itu beranjak ke arah Diki yang sedang duduk di tempat biasa.
Diki menawarkan kopi miliknya kepada Agil, namun kembali di tolak, Agil justru mengeluarkan benda pipih dari dalam sakunya, Agil melihat layar ponsel, siapa tau ada notifikasi yang tertera disana, namun itu hanyalah bayang semunya semata.
Agil sudah tau, tidak ada notifikasi apa pun disana, namun tetap saja ia berharap ada balasan dari Zilia, ya, Agil hanya berharap itu, namun bukannya di balas, nomer miliknya justru di blokir, tiga kali ganti nomer, tiga kali pula di blokir.
"Lo lihat apaan dah? Dari tadi natap layar ponsel mulu. Nungguin chatan dari siapa lo?" tanya Diki penasaran.
"Engga bang. Bukan apa-apa kok," balas Agil dengan senyuman lebarnya.
Lekas setelah itu, ponsel tersebut kembali di masukan kedalam saku, Diki yang melihat itu menjadi heran sendiri, namun tak banyak bertanya karna tiba-tiba ada sebuah mobil yang akan masuk ke parkiran.
"Eh, ada mobil mau masuk tuh!"
"Siap bang."
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT LOVE
Teen Fiction(HIATUS DULU) Agil hanya seorang pemuda biasa, pemuda yang berasal dari keluarga miskin, sejak meninggalnya kedua orang tua, Agil hidup sebatang kara dan harus mencukupi dirinya sendiri. Beranjak dewasa Agil merasakan cinta dan mulai berpacaran, tap...