Tik! Tik! Tik!
Di bawah derasnya hujan sore hari ini, Agil berdiri di depan gerbang rumah keluarga Aldo, Agil melakukan itu untuk menebus segala kesalahan yang di buatnya, walau hal itu akan percuma saja tapi Agil akan terus berusaha, setidaknya, Agil menunjukan keseriuasan akan penyesalannya.
Sudah satu jam Agil berdiri di depan rumah ini, tapi tidak ada seorang pun yang menggubrisnya, hujan yang turun juga semakin deras, kali ini di sertai juga suara gemuruh dan kilatan petir di atas langit sana.
Sepulang sekolah, Agil sengaja datang dengan niat untuk minta maaf, dari awalnya yang hanya gerimis kecil sekarang sudah menjadi hujan yang sangat besar, selama itu juga Agil bertahan di depan pintu pagar.
Agil tau kalau ada orang di rumah itu, Agil menyadari kalau Aldo dan keluarga melihatnya jadi jendela, hanya saja mereka memang tidak ingin memperdulikannya, mereka terlalu marah atas perbuat yang di buat olehnya.
Agil menyesal, benar-benar menyesal, dirinya ingin meminta maaf yang tulus, Agil siap menerima semua konsekwensi ke depan, walau takut masuk penjara, tapi Agil memantapkan hatinya jikalau memang harus di bui, Agil siap lahir batin.
Agil tidak berharap kejadian seperti itu akan terjadi juga, yang Agil harapkan baik Zilia dan keluarga membiarkannya tanggung jawab, menikahi Zilia, walau semua itu hanya akan jadi bayang semu dan tidak pernah akan terjadi.
Agil tidak peduli, ia hanya ingin maaf dari keluarga Zilia, setelah itu Agil tidak peduli lagi, toh dirinya hanya seorang diri yang sudah tidak mempunyai keluarga lagi, mendekam di balik jeruji besi mungkin bukan hal yang buruk baginya.
Di lain sisi, Aldo dan keluarganya menatap dari balik jendel, melihat ke arah Agil yang masih berdiri di bawah derasnya hujan, mereka tidak ingin memperdulikan itu apa lagi setelah tau apa yang sebenarnya terjadi.
Aldo sebagai sahabat, entah kenapa tidak merasa apa pun kala melihat itu, dulu mereka selalu bersama sebagai sahabat, tapi kali ini lain cerita, bagi Aldo, Agil sudah menghancurkan persahabat mereka.
"Nak!" panggil Reni, ibu Aldo dan Zilia.
"Ada apa, Mah?" tanya Aldo.
"Apa sebaiknya kita biarkan, nak Agil masuk dulu? Kasihan juga kalau dilihat-lihat. Bagaimana pun, nak Agil sudah menunjukan keseriusannya," ucap Reni, Aldo sedikit berpikir.
"Tidak. Papa tidak sudi membiarkan bajingan itu masuk ke rumah kita, mengingat perbuatan yang sudah dia lakukan kepada anak kita, Papa tidak akan pernah memaafkannya sampai kapan pun juga." Ini perkataan Dimas, ayah Aldo dan Zilia.
"Papa benar mah. Agil yang sudah membuat semua seperti ini." Aldo akhirnya memihak sang ayah.
Reni menghela napas pelan. "Terserah kalian saja. Mama juga sangat membencinya atas perbuatan yang dia lakukan kepada Zilia, tapi walau pun begitu, semua tidak akan pernah kembali lagi, semua sudah terjadi, kita harus merelakan semua itu."
"Tetap saja, dia sudah berbuat jahat terhadap anak kita. Papa tidak membawa kasus ini kejalur hukum karna rasa kemanusiaan semata," balas Dimas tidak bergeming sedikitpun.
"Sudahlah mah! Mama tidak perlu ambil pusing hanya karna dia."Reni kembali menghela napas, lalu menoleh ke arah sang putri. "Bagaimana menurut kamu, sayang!"
Zilia yang memang ada di ruang tengah keluarga tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya beberapa kali tanpa tidak ingin tau apa pun, Zilia masih trauma dengan apa yang sudah terjadi padanya.
Setelah kejadian itu, Zilia tidak berani keluar dari rumahnya, hanya keluar dari dalam kamar ke ruang tengah atau ruang keluarga untuk mencari suasana baru, kalau ke halaman juga, Zilia selalu di temani oleh orang rumah, baik Dimas atau Reni.
Zilia adalah seorang mahasiswi semester akhir, kala malam saat kejadian, Zilia baru pulang kuliah, dirinya sedang menunggu angkutan umum saat tiba-tiba Agil datang melecehkannya, Zilia kenal dan sempat beberapa kali memanggil nama Agil, tapi entah kenapa Zilia merasa kalau Agil seperti orang lain.
Mereka memang tidak dekat, tapi harusnya mereka tau masing-masing, tapi malam itu, Agil seperti kesetanan dan lupa akan dirinya sendiri.
"Sayang! Kamu kenapa?" tanya Reni kala melihat putrinya melamun.
"Hiks..." Zilia justru menangis, tentu itu membuat semua terkejut dan lantas segera beranjak mendekat.
"Sayang!" Reni memeluk tubuh putrinya itu, Zilia justru terisak lagi.
"Ini pasti gara-gara si sialan itu, sialan emang," hardik Aldo, tertuju kepada Agil.
"Cih. Papa sudah jengah menahan ini semua, biarkan papa sered bocah itu ke kantor polisi," ucap Dimas tegas.
"Aldo setuju. Biar dia kapok," lanjut Aldo.
Namun, siapa sangka kalau Zilia justru menarik ujung baju dari Dimas, Zilia menggelengkan kepala pelan tanda kalau ia tidak mau itu sampai terjadi, selain karna rasa kemanusiaan, Zilia berpikir kalau itu juga justru akan membuat namanya jelek, orang-orang pasti akan berbicara buruk tentangnya.
Hal itu adalah aib baginya, di kalangan masyarakat nanti, dirinya pasti akan di rundung dan di ejek karna hal itu, justru Zilia akan semakin tertekan dan bisa saja berakhir dengan sangat buruk.
Setelah kejadian itu, senyum di wajah Zilia hilang, sikap ceria yang biasanya di tunjukan olehnya kini sudah tidak ada lagi, Zilia bahkan enggan untuk bicara bahkan dengan keluarganya sendiri.
"Kak! Kenapa kakak nyegah papa buat laporin dia?" tanya Aldo penasaran.
"Benar. Kenapa kamu nahan papa?" sambung Dimas.
Zilia tidak menjawab atau bahkan menjelaskan alasannya, Zilia hanya menggelengkan kepalanya berulang kali dengan kedua mata sayunya, air mata justru kembali mengalir deras kala mereka membicarakan Agil.
"Pah! Udah ya! Jangan bahas itu lagi, kasihan Zilia," ucap Reni menegur sang suami.
Dimas menghela napas pelan. "Baiklah. Maafkan papa sayang! Papa terbawa emosi."
"Maafin Aldo juga kak!" sambung Aldo.
Aldo langsung ikut masuk ke dalam pelukan Reni, memeluk juga sang kakak, sementara Dimas masih menggeram kesal beberapa kali, lantas mengambil napas dalam lalu menghembuskannya pelan, mengambil posisi mengusap pucuk kepala kedua anaknya.
"Huh! Gara-gara dia, keluarga kita jadi kayak gini," gumam Dimas setengah ngedumel.
"Papa ngerasa emosi papa naik terus, mungkin kita perlu nenangin diri beberapa waktu.""Aldo setuju. Kita butuh liburan," sambut Aldo antusias.
"Bagaimana menurut kamu sayang?" tanya Reni, Zilia hanya mengangguk.
Semua setuju, dan setelah hari itu mereka semua memilih pergi untuk berlibur, mencari suasana baru agar Zilia kembali seperti dulu, melupakan semua kejadin yang terjadi dan akan kembali memulai semua hidupnya.
Disisi lain, kala mereka akan pergi berlibur, keadaan Agil justru sangat memprihatinkan, karna setelah menunggu sangat lama di bawah hujan waktu itu, Agil langsung jatuh sakit sepulangnya.
Selama kurun waktu itu, kehidupan Agil sangat memprihatinkan, karna tidak ada pemasukan sama sekali, Agil tidak mempunyai uang untuk berobat, untuk makan pun, Agil mengadalkan belas kasih dari beberapa tetangga yang sangat baik kepadanya.
* * *
...TO BE CONTINUE...
KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT LOVE
Teen Fiction(HIATUS DULU) Agil hanya seorang pemuda biasa, pemuda yang berasal dari keluarga miskin, sejak meninggalnya kedua orang tua, Agil hidup sebatang kara dan harus mencukupi dirinya sendiri. Beranjak dewasa Agil merasakan cinta dan mulai berpacaran, tap...