Menghilang

1.2K 108 31
                                    

Pukul 23.15 malam ustadz Azlam tiba dikediaman mertuanya, karena ia yakin istrinya pasti pulang kesana.

"Assalamu'alaikum." Ustadz Azlam berdiri di depan pintu ornamen kayu bercat coklat itu sudah tiga kali ia mengucapkan salam namun belum ada yang membuka atau menjawab salamnya.

Tok...tok ... tok....

"Assalamu'alaikum."

"Walaikumusalam, tunggu !" Seseorang menyahuti dari dalam.

"Alhamdulillah.

"Eh nak Azlam ? Adel kemana ? Bukannya tadi pergi buat nyusul kalian, dia sama papa juga loh." Pertanyaan bertubi-tubi mama Sera layangkan, membuat ustadz Azlam bingung sendiri juga merasa takut jika papa mertuanya itu benar-benar membawa istrinya pergi darinya.

"Nak, apa yang terjadi, jangan buat mama khawatir, sedari tadi perasaan mama sudah tidak enak." Mama Sera kembali berujar karena melihat menantunya itu hanya diam tidak menjawabnya.

"Maafin aku ma, ini semua karena salahku, maaf." Ustaz Azlam menjatuhkan dirinya bersimpuh di depan kaki mama mertuanya itu sambil menangis membuat mama Sera semakin takut dan bingung.

"Nak Azlam apa yang kamu lakukan, hay, jangan seperti ini, berdiri, bicara sama mama apa yang terjadi." Mama Sera membantu menantunya itu agar berdiri dengan memegangi kedua bahunya.

"Maaf ma, tapi ini semua salahku, saya sudah berbuat kesalahan yang sangat fatal, aku takut___hiks, takut papa bawa istri aku pergi ma." Ustadz Azlam benar-benar menumpahkan kesedihannya pada mama mertuanya itu, bahkan ia tidak segan ataupun malu menangis terisak di depan wanita paru baya tersebut.

"Sudah ! Lebih baik masuk dulu nak, kamu bicara didalam." Mama Sera masih bersikap baik, lalu menuntun menantunya itu masuk kedalam, saat tiba di dalam mama Sera pergi ke dapur terlebih dahulu untuk mengambil air putih, walau sebenarnya hatinya risau mendengar ucapan ustadz Azlam tadi, apa yang telah pria itu lakukan kepada putrinya sampai suaminya akan membawa putri mereka, bahkan suami dan anaknya belum juga pulang sampai selarut ini.

"Minum nak !" Mama Sera Meletakkan segelas air putih di depan ustadz Azlam kemudian ikut duduk berhadapan dengan menantunya itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi ?" Tanya mama Sera setelah melihat ustadz Azlam selesai minum.

Sejenak ustadz Azlam terdiam kemudian mulai menceritakan semuanya apa yang telah terjadi tadi di pesantren, ustadz Azlam menceritakan seadanya tidak ada yang dikurangin atau dilebihkan.

Mama Sera shok mendengar penuturan menantunya, mata wanita itu mulai berkaca-kaca membayangkan apa yang dirasakan putrinya saat ini, karena sebagai wanita tahu sesakit apa jika akan dipoligami, di bohongi saja rasanya sakit apalagi ini ? Mama Sera berdiri dari duduknya dengan tangan mengepal, emosi wanita itu membuncah.

"PERGI !! PERGI KAMU DARI SINI !!" Teriak mama Sera mengusir ustadz Azlam sambil menunjuk arah pintu.

"Ma, maafkan aku ma, aku tidak ingin jauh dari Adel ma, aku sayang dan cinta dia ma, tolong maafkan aku, jangan jauhkan aku sama istri aku." Mohon ustadz Azlam.

"Maaf tapi saya bukan wanita yang baik dengan mudahnya memaafkan seseorang, apalagi orang itu telah menyakiti anak saya dengan luka seperti ini, apa kamu tidak ingat kalau anak saya itu sedang dalam keadaan hamil, HAH ?____

"Jadi saya minta dengan sangat tolong pergi dari rumah saya, dan jangan coba-coba untuk menemui putri saya lagi, dan untuk keputusannya saya sendiri yang akan menghubungi kamu nanti." Setelah mengatakan itu mama Sera pergi dari tempat itu berjalan masuk ke kamarnya dengan air mata yang sudah tidak bisa ia bendung, hatinya sungguh hancur mendengar putri satu-satunya disakiti, apalagi ia tidak tahu dimana dan bagaimana keadaannya sekarang, hati ibu mana yang tidak hancur jika buah hatinya darah dagingnya mendapatkan luka seperti itu.

🔗🔗🔗🔗🔗

Sudah seminggu namun ustadz Azlam tak juga menemukan atau mendapatkan petunjuk dimana keberadaan istrinya, bahkan saat pergi kerumah mertuanya tak ada satu orangpun disana, hanya ada seorang satpam dan seorang bibi yang menjaga rumah mereka, bahkan Diba ikut dibawa serta mereka yang entah kemana perginya.

Saat sedang melamun di depan jendela kamarnya tiba-tiba ponsel yang semual ia letakkan diatas meja tiba-tiba berbunyi, dengan cepat ustadz Azlam berjalan menuju meja yang tidak jauh dari jendela berharap itu kabar dimana istrinya berada, namun saat melihat nama yang tertera, harapannya langsung pupus begitu saja, dengan malas ustadz Azlam menjawab panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum."

"Walaikumusalam Gus, maaf sebelumnya, saya hanya ingin bertanya bagaimana keputusan Gus sampai saat ini, pasalnya ini sudah seminggu namun Gus belum juga berbuat apa-apa ?" Ning Zara bertanya karena seminggu ini ustadz Azlam tidak pernah berkunjung ke pesantren untuk membicarakan kelanjutan masalahnya, hanya saja ustadz Azlam selalu mengatakan kalau ia akan bertanggungjawab tanpa kepastian yang jelas.

"Saya akan bertanggungjawab Ning, tapi untuk sekarang saya belum bisa, karena biar bagaimanapun juga aku harus minta persetujuan dari istri saya." Selalu itu yang akan di dengar Ning Zara ketika ia menagih tanggung jawab dari pria itu, hal itu membuatnya geram.

"Gus saya ini seorang perempuan, apa Gus tidak pikir bagaimana kondisi saya sekarang setelah Gus merenggut apa yang selama ini jaga dengan baik, saya malu Gus, melihat status sosial saya sebagaimana dari keluarga siapa ? Bahkan diluaran sana sudah banyak yang terang-terangan mencaci atau merendahkan saya." Jelas Ning Zara.

"Maaf, dua hari lagi saya ke pesantren sekaligus memberikan keputusan yang pasti." Assalamu'alaikum." Tanpa menunggu lagi jawaban dari seberang sana ustadz Azlam memutuskannya sepihak.

"Sayang kamu dimana, mas gak kuat jalanin ini semua jika tidak ada kamu disamping mas, mas mohon kembali sayang." Lirih ustadz Azlam.

Tidak terasa lagi-lagi air matanya jatuh kembali entah sudah yang keberapa kali, dalam setiap sujudnya ia selalu meminta agar istrinya segera kembali dan masalahnya bisa secepatnya selesai, namun sampai saat ini ia juga belum menemukan petunjuk apapun, bahkan cctv tempat kejadian tidak bisa ia temukan.

"Ya Allah jika ini cara engkau menguji imanku maka kuatkan aku hamba ya Allah, hamba percaya jika tidak ada ujian untuk hambamu di atas kemampuan hambamu, maka dari itu aku meminta dan memohon agar semuanya segera terselesaikan." Ucap ustadz Azlam.

Tok....tok...tok....

"Zlam, umi boleh masuk ?" Teriak umi Hasnah dari luar kamar putranya itu, sejak kepergian Adel umi Hasnah dan Abi Ali tiggal dirumah putranya, apalagi Diba juga ikut dibawa keluarga Adel, baik umi Hasnah Abi Ali, maupun ustadz Azlam sebenarnya tidak mempersalahkan itu, mereka tahu bahwa Adel pasti tidak mau pisah dari putri sambungnya itu, begitu Diba sebaliknya.

"Masuk aja mi.' ustadz Azlam membuka pintu kamarnya, lalu mempersilakan uminya untuk masuk.

Umi Hasnah melihat seisi kamar anak dan menantunya itu, wanita paru baya itu duduk pada sofa.

"Ada apa mi ?" Tanya ustadz Azlam.

"Tadi Abah kamu telepon Abi, beliau menanyakan soal keputusan kamu."

"Ning Zara juga menghubungiku tadi umi, dan insyaallah Allah dua hari lagi aku akan ke pesantren untuk membicarakan ini, sekaligus memberikan keputusan aku umi."

"Zlam, umi peringatkan sekali lagi, kalau umi tidak mau kehilangan menantu kesayangan umi, Adel sudah sangat cocok buat kamu, dan juga Diba."

"Iya umi, percayakan sama Azlam.

"Bagaimana soal penyelidikan kamu, apa sudah ada petunjuk ?"

"Belum umi, tapi insyaallah secepatnya akan Azlam selesaikan."

"Em, kalau gitu umi keluar dulu, dan jangan lupa keluar untuk makan, sejak pagi tadi sampai sesiang ini kamu belum makan apa-apa." Umi Hasnah beranjak dari duduknya.

"Iya mi, setelah sholat Dzuhur aku akan keluar."

"Em, umi tunggu ! Sepertinya Abi kamu juga sebentar lagi datang.

"Iya umi.

To be continue

Jangan lupa juga buat mampir ke cerita baru aku yang berjudul ARKANA the CEO.

Terimakasih 🙏🙏🙏🙏

ISTRI BAR-BAR PAK USTADZ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang