𝟲. 𝗦𝗲𝗽𝗲𝗿𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁 𝗮𝗹𝗮𝘁 𝗦𝗼𝗹𝗮𝘁

431 85 30
                                    

𝐅𝐀𝐓𝐈𝐇

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

: "Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS Az-Zariyat: 49)

.











Hari ini.

Benar, hari ini adalah tepat dimana hari yang selama ini menjadi titik resah maupun gelisah yang Rena takutkan dari hari ke hari. Hari dimana semuanya sudah di tentukan, hari terakhir Rena melepas masa lajang dan hari dimana dirinya kini bukan lagi menjadi tanggung jawab bagi kedua orangtuanya. Hari yang begitu berat untuk Rena lalui, bahkan rasanya dia begitu takut setiap kali jarum panjang jam berdetik dari waktu ke waktu.

Susah payah dirinya berusaha yakin bahwa semua keputusan yang ia ambil tidak akan menjadi boomerang hebat yang akan menimpanya di masa depan.

Ia lantas beranjak bangkit setelah selesai menunaikan ibadah solat subuhnya, membuka pintu kamar seraya melangkah pelan kearah bawah dimana banyak orang berlalu-lalang dengan kesibukannya masing-masing. Satu tangan bergerak menyentuh dada bagian kiri, menarik nafas sedikit demi sedikit lalu di hembuskan dengan tenang. Tidak, itu bohong. Rena masih tidak tenang sama sekali. Rasanya ia ingin berteriak kencang sembari mengacak-acak semua benda yang ia lihat saking frustrasinya dengan semua hal yang akan ia lewati setelah ini.

Rena bukan frustrasi karena akan menikah dengan Fatih, tapi dia frustrasi dengan pikirannya sendiri yang seolah-olah sudah ada bayangan menakutkan yang sedang menunggunya di depan mata selepas ia menikah nanti. Padahal menikah saja belum, tapi bayangan perceraian dan pertengkaran sudah ia pikirkan saat ini.

Anggap saja Rena adalah wanita yang begitu pemikir, dia tipikal orang yang selalu lebih dulu membayangkan konsekuensi di bandingkan bahagia yang biasanya orang rasakan ketika akan menikah. Karena hal itu pula yang membuat dirinya carut-marut memikirkan segala ketakutan yang tidak memiliki titik tuntas. Ya, dan buruknya setelah menjadi orang yang pemikir dirinya tidak akan bisa dengan mudah mengenyahkan segala pemikiran buruk itu dalam waktu singkat. Menyebalkan sekali.

"Rena, kamu kok belum ke kamar Mama? MUA─nya kan sudah ada di kamar sedari tadi menunggu kamu." Yang menjadi lawan bicara tersentak lantas menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal sama sekali, lalu kembali memandang sosok Mama yang tengah berkaca pinggang menatapnya."Pokoknya Mama mau kamu fokus untuk hari ini, jangan sampai lupa apa-apa. Nanti kita berangkat ke gedung lebih pagi sebelum Fatih datang. Jadi diusahakan kamu sudah harus ada di ruang tunggu sebelum Fatih ijab nanti, mengerti Rena?" Mau tak mau gadis yang menginjak usia kepala dua itu mengangguk patuh.

𝐅𝐀𝐓𝐈𝐇 | 𝚟𝚛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang