02 - Uluran Tangan

46 13 2
                                    

1 bulan berlalu.

Chaeryeong mengepalkan tangannya kuat diikuti air matanya yang mengalir dengan lancarnya. Chaeryeong segera menghapus air matanya lalu membuang nafasnya pelan

"Aku akan keluar, pasti." Kata Chaeryeong bertekad.

"Kunci emas datang!" kata seorang pria datang menghampiri Chaeryeong dari luar jendela

"Vio, akhirnya kau datang!" kata Chaeryeong senang.

Vio adalah seorang pria dewasa yang memiliki penyakit Sindrom Peter Pan. Chaeryeong mengenalnya selama 1 bulan ini. Ibu Vio memiliki penyakit Jiwa dan kamarnya tepat di sebelah kamar Chaeryeong.

Karena Chaeryeong sering berdiri di pinggir jendela, maka dari situlah dia bisa bertemu dan berkomunikasi dengan Vio. Layaknya seorang teman, Chaeryeong selalu saja bersemangat bila berbicara dengan Vio.

Vio yang sifatnya sangat baik pun selalu membantu disaat Chaeryeong membutuhkan sesuatu dan tentu saja Vio tidak pernah lupa meminta bayaran. Chaeryeong tidak mempermasalahkan hal itu, karena dia mengerti akan penyakit yang di derita oleh Vio.

"Aku melewati lorong, lalu masuk ke kantor yang di depan pintunya tertulis kepala perawat, kemudian mengambil kunci emas dari atas meja. Seperti yang dikatakan oleh Chaeryeong." Kata pria yang dipanggil Vio itu semangat.

"Vio sangat hebat." Kata Chaeryeong.

"Iya, Vio sangat sangat hebat!" kata Vio semangat.

"Kalau begitu berikan kuncinya." kata Chaeryeong.

"Berikan dulu hadiahku." Kata Vio enggan memberikan kunci itu.

"Ah... ha-hadiah?" kata Chaeryeong gugup, pasalnya Chaeryeong lupa dan tidak tahu ingin memberikan hadiah apa pada Vio.

"Hadiahku tidak ada? Kalau begitu aku akan melewati lorong, lalu masuk ke kantor yang di depan pintunya tertulis kepala perawat, kemudian meletakkan kunci emas di atas meja lagi." Kata Vio hendak berjalan pergi.

"Tunggu!" kata Chaeryeong panik, Vio pun melihat Chaeryeong.

"Hadiahku." Kata Vio memberikan tangannya dengan telapak tangan ke atas.

"Apa yang harus kuberikan padanya?" kata Chaeryeong di dalam hatinya.

"Hadiahku!" desak Vio.

"Iya, tentu saja. Ta-tapi, kira-kira Vio mau hadiah apa?" tanya Chaeryeong.

"Apa saja!" kata Vio semangat.

"Kalau begitu..." kata Chaeryeong meraih tangan Vio lalu mencium tangan Vio sambil menutup matanya.

"Jika begini tidak apa-apa kan?" kata Chaeryeong dengan suara pelan disertai rasa khawatir.

Vio memang baik, akan tetapi jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, maka dia akan memberikan reaksi yang berlebihan atau bahkan sampai marah besar. Dan jika hal itu terjadi, maka tidaklah mudah untuk menenangkan Vio kembali.

Vio segera menarik tangannya kuat lalu meloncat-locat. Chaeryeong membuka matanya lalu mulai panik melihat Vio yang sudah bereaksi berlebihan.

"Vio! Vio tenanglah!" Kata Chaeryeong semakin panik saat Vio mulai berteriak.

"Vio maafkan aku! Aku akan berikan hadiah yang lain." Kata Chaeryeong.

"Tidak mau! Tidak mau!" kata Vio.

"Kalau begitu katakan saja apa yang Vio inginkan? Hm? Tolonglah jangan teriak lagi." Kata Chaeryeong melihat ke sekitar, terutama pada pintu kamarnya.

Vio pun berhenti bertingkah lalu berdiri tepat di depan Chaeryeong.

Blue HandkerchiefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang