Bagian 8

19 0 0
                                    

Semua yang terlihat sekarang didepan mataku nampak seperti abu-abu namun terkadang nampak seperti putih tak berwarna, hampa.

Aku hanya berjalan mengikuti orang yang menarik tanganku di tengah orang-orang yang bertepuk tangan dengan meriah sedang aku terbata pilu menyedihkan.

ternyata Rian.

Entah kemana Ia membawaku, beberapa saat berlalu, Dia kemudian menyandarkan badanku secara perlahan untuk duduk, tanpa melihat sekeliling aku hanya terdiam dengan tatapanku yang kosong, bahkan yang terdengar ditelingaku hanyalah deraian ombak.

Beberapa menit kemudian aku menganggkat kepalaku dan menatap Rian dengan iba. Aku sangat membutuhkannya sekarang.

"Rian, kenapa mereka memperlakukan aku seperti ini, salah aku apa?" tanyaku padanya sambil menangis sejadi-jadinya.

"Udah, kamu enggak perlu sedih, ada aku disini, dan aku bakal selalu ada untuk kamu" kata-kata Rian, seketika membuatku lebih tenang, napasku menjadi sedikit normal.

Rian kemudian mengantarku kembali ke kamar. 

Ku rebahkan seluruh tubuhku, kupejamkan mata dengan seribu tanya berkecamuk dalam otakku. Aku mungkin pernah berpikir untuk bermain-main di belakang Angga, tapi tak pernah terbesit sedikitpun dalam pikiranku untuk bercerai. Namun, Angga kini menjadi sosok misterius yang ternyata telah memiliki hubungan spesial dengan sahabatku sendiri. Mereka benar-benar kejam.

***

Paginya, aku terbangun dengan sangat lesu, dada terasa panas, dan mataku sembab. Lalu, melirik ke arah Handphone yang sepertinya sudah ada pesan whatshapp dari  Rian yang belum terbuka. Namun pesan atau telpon dari Angga tidak ada. Angga sepertinya tidak pulang semalam. Dia benar-benar sudah menjadi asing dalam seketika.

Aku kemudian langsung mengambil HP dan mengirimkan pesan ke pada Wina. Aku sepertinya harus bertanya kepadanya secara langsung.  Aku memintanya untuk mendatangi aku di Resto, karena aku sudah siap dengan semua kenyataan.

Tidak lama kemudian Rian tiba-tiba datang dan menghampiriku. Aku merasa canggung karena mataku masih bengkak dan tak berani menatap lama ke arahnya.

"Pagi, kamu udah sarapan?" pertanyaan Rian seperti angin berlalu, dan ku jawab hanya dengan menggerakkan pundak. Rasanya seperti tidak bernyawa dan tidak berenergi. Aku malas melakukan berbagai hal dan gerakan ditubuhku, karena yang kubutuhkan saat ini hanyalah sebuah penjelasan. Tapi, kedua manusia jahat itu, tidak terlihat batang hidungnya, menghilang bak ditelan bumi.

The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang