5

124 14 0
                                    

Warning!!!
Sorry for typo!




In hopes you're on the other side talking to me too
Or am I a fool who sits alone talking to the moon?
Oh-oh
I'm feeling like I'm famous, the talk of the town
They say I've gone mad
Yeah, I've gone mad
But they don't know what I know
'Cause when the sun goes down, someone's talking back
Yeah, they're talking back, oh
At night, when the stars light up my room
I sit by myself
Talking to the moon
Trying to get to you
In hopes you're on the other side talking to me too
Or am I a fool who sits alone talking to the moon?
Ah-ah, ah-ah, ah-ah
Do you ever hear me calling?
(Ah-ah, ah-ah, ah-ah) oh-oh-oh, oh-oh-oh



Malam yang semakin larut tidak menghentikan Samuel berhenti menatap layar MacBook. Dalam keadaan kamar yang sudah gelap hanya cahaya bulan dari kaca jendela yang gorden tebalnya terbuka menyisakan gorden tipis.

Kamarnya yang terletak paling atas atau bisa dibilang rooftop cukup menguntungkan. Karna disini hanya terdapat kamarnya dengan kamar mandi dalam dan satu ruangan kosong. Dari sejak ibunya masih hidup dirinya memang menginginkan kamar diatas sini.

Karna bisa melihat kota dan langit secara langsung, terutama bintang bintang di angkasa. Ibunya dulu yang mendesign kamar untuknya, design seperti kamar clasic American.

Satu-satunya tempat dengan kenangan indah milik ibunya hingga akhir hidupnya pun berada dikamar ini.

Meraih gelas air putih dinakas meneguknya perlahan menghilangkan rasa lapar yang tiba-tiba menghampiri. Dirinya bisa saja pergi kedapur untuk mencari makanan, tapi tidak ingin menimbulkan keributan yang mungkin akan terjadi saat bertemu anggota rumah ini.

Tubuh dan hatinya sudah menjerit lelah, membuka ponselnya dan menyetel timer sleep musik lantunan piano milik Yiruma dengan suara kecil , walaupun jika menyetel dengan musik besar pun tidak akan ada yang mendengar.

Kedua saudaranya dan juga Papa berada di kamar lantai 2 sedangkan kamarnya ini mungkin lantai 4, entah lah yang penting ini semacam loteng rumah.

Menarik selimut menyelimuti tubuh nya , memiringkan tubuhnya menghadap jendela melihat bias sinar bulan perlahan memejamkan mata mengarungi dunia mimpi, dimana di mimpinya dirinya bisa bahagia.

Menarik selimut menyelimuti tubuh nya , memiringkan tubuhnya menghadap jendela melihat bias sinar bulan perlahan memejamkan mata mengarungi dunia mimpi, dimana di mimpinya dirinya bisa bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

"Sam." Mendengar namanya di panggil Samuel yang sedang pergi ke toko tekstil disuruh mas Yudha berhenti sejenak.

Netranya melihat Evano , Athan , Alby , Byan , Dafa dan Elenio yang menatapnya dengan senyum lebar. Toko tekstil yang berada di dekat lapangan basket kota membuat dirinya lupa jika mungkin saja akan bertemu mereka.

Evano yang melangkah mendekati  membuatnya mengepalkan tangan menggenggam erat stang sepeda milik Maas Wira yang dipinjam tadi.

"Mau kemana? Ayok gabung yuk Sam." Mendengar itu sontak Samuel tertawa kecil.

"Van, kita udah kenal dari kecil , hal gini pun Lo gak paham? Temen temen Lo itu gak akan pernah nerima gue yang kata mereka pembunuh atau apa lah itu, jadi cukup Van! Gue udah nyerah dengan segalah hal. Lo dan temen temen Lo gak akan gue ganggu lagi."

Tanpa mendengar balasan Evano dan tanggapan yang lain saat mendengar perkataannya. Samuel mengayuh sepedanya menjauh dari mereka.

∆∆∆

"Gue ngerasa Samuel beda deh." Sahut Athan memecahkan keheningan.

"Bener bang, beberapa hari gue merhatiin bang Samuel apa lagi denger cerita Alby kalo Bang Sam dirumah itu kayak gak ada keberadaannya padahal katanya bang Sam ada dikamar." Sambung Byan sembari memantulkan bola basket kelantai.

"Bang Sam udah engga kayak dulu lagi, dia pasti capek kalo pun gue yang jadi bang Sam mungkin udah nyerah dari dulu." Lirih Alby yang masih dapat di dengar oleh mereka.

Dafa yang mendengar itu merasakan sakit di dadanya. Mencengkeram erat ujung kaus hoodie. Dirinya sadar bahwa sang adik kembaran mungkin sudah muak dan diri mulai merasa takut, takut bahwa dirinya akan terlambat tapi ego dalam dirinya sangat besar membuat nya terus menerus melakukan kebalikan dari apa yang diperintahkan hatinya.

"Même la tempête qui vient ne peut pas compenser les regrets." Gumam Elenio yang masih memandangi jalan tempat Samuel menghilang di belokan jalan.

∆∆∆

"Napa Lo Na?" Tanya Yudha yang melihat wajah Samuel cemberut.

"Males gua Mas ketemu Dafa sana kawan kawan nya."

"Ya udah sih Na, tinggal 1 bulan lg gini kan?"

"Iyah sih mas, oh Iyah kata Mas Jefri nanti kalo udah ready barang dikirim." Ucap Samuel mengingat perkataan Maas Jefri pemilik toko tekstil besar yang ternyata bersahabat dengan mas Yudha.

"Oke , btw Na km udah siapin berkas semua?"

"Udah mas, dari setelah mama pergi gue kan emang udah gak satu berkas-berkas sama yang lain."

Yudha yang dengar itu hanya tersenyum tipis dan mengansur sekaleng americano.

"Ya udah bagus , nanti biar Mas sama mamas mu yang anter ke bandara."

"Mas nanti aku nitip Dupa ya." Yudha yang mendengar itu hanya berdecak kecil.

"Iya Na iya motor kesayangan kamu itu mas jaga tenang aja, kamu ini juga di motor kok di kasih nama dupa." Samuel yang dengar itu hanya tertawa.

∆∆∆

Up!!Up!!
Up dikit guys
Lg ada beberapa hal yang dikerjakan soalnya 🤗
Nice day guys be happy 🍻🌟

Adore' YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang