Prolog

140 45 8
                                    

Happy reading 😁

Sore ini hari Minggu terakhir di bulan Oktober. Hujan turun deras sejak tadi siang. Akhir-akhir ini memang sering turun hujan,padahal sebenarnya sekarang sudah memasuki musim kemarau. Udara di luar sangat dingin, tentu saja karena hujan yang turun sejak beberapa jam lalu tak kunjung reda.

Namanya Sela, remaja usia tujuh belas tahun yang kini menatap sendu halaman rumah yang becek melalui jendela kamarnya. Basah pekarangan rumah sebasah matanya. Sejak dua jam yang lalu ia sudah berdiri disana. Tatapannya tidak lepas dari tetesan hujan, namun pikirannya berkelana jauh. Ingatan masa kecil kembali terlintas dikepalanya. Semua yang berhubungan dengan masa kecil selalu mengingatkannya pada mama. Dan untuk yang kesekian kalinya tangis Sela kembali tumpah.

"Sela kangen sama Mama " Gumamnya lirih dengan bibir bergetar.

Sementara itu dari ruang keluarga terdengar tawa gadis dan pria setengah baya.

"Selamat ulang tahun putri papa yang cantik, "

Lalu keduanya kembali tertawa, tawa bahagia. Tapi terlalu menyakitkan untuk Sela dengar.

"Sela juga ulang tahun pa, kenapa papa nggak ngucapin selamat juga buat Sela? "

Dadanya kini semakin sesak. " Sela sebenarnya anak papa atau bukan, sih? " Tanya Sela pada dirinya sendiri.

" Tentu aja lo anak papa, kak, "

Tanpa Sela sadari, Seli-kembarannya kini sudah berdiri di belakangnya sambil membawa kue tart di tangan.

Buru-buru Sela menghapus air matanya. Ia tidak ingin Seli melihat bahwa dirinya baru saja menangis, namun tetap saja ia tidak bisa menyembunyikan kelopak matanya yang membengkak dan matanya yang memerah.

"Happy birthday untuk kita berdua, " Ucap Seli penuh semangat. Ia tersenyum lebar. Lain halnya dengan Sela yang hanya tersenyum samar bahkan hampir tidak terlihat sama sekali.

Seli menyodorkan kue ditangannya ke dekat bibir Sela. "Make a wish, " Ucap Seli sembari memejamkan mata.

"Lo aja, " Tolak Sela pelan, pandangannya masih tertuju ke arah hujan di luar sana.

Seli kembali membuka matanya. Ia menatap Sela tanpa mengucapkan apapun. Tapi jelas sekali kalau wajahnya dipenuhi tanda tanya. Bukankah membuat harapan adalah hal yang umum dilakukan sebelum meniup lilin? Tahun-tahun sebelumnya mereka selalu membuat wish di depan kue yang sama. Lantas kenapa kali ini kakaknya menolak?

"Harapan gue setiap tahun nggak pernah berubah Sel, dan sampai sekarang masih belum terwujud. Jadi buat apa gue terus-terusan minta hal yang nggak akan mungkin terjadi. Gue nggak mau nyusahin Tuhan dengan harapan yang selalu gue ulang setiap tahun. "

"Kak, Tuhan itu nggak pernah merasa kesusahan, justru-"

"Udah lah Sel, nggak usah sok nasehatin gue. Selama ini lo tu nggak pernah tau apa yang gue rasain. " Potong Sela. "Dari kecil hidup lo sempurna. Lo dapat semuanya. Kasih sayang, perhatian, pujian, lo pintar, lo cantik. Apa lagi yang kurang dari hidup lo? Nggak ada Sel. Jadi lo nggak pernah tau sakitnya jadi gue. "

TBC.


Hola....

Gimana kabarnya hari ini? Baik kan? Semoga selalu begitu. Btw jam berapa nih kalian baca cerita ini? Makasih banget udah mau baca cerita aku. Mohon maaf kalau banyak kekurangan, soalnya aku juga baru belajar. Yaudah sih ya segitu dulu aja buat prolog. Kalau kalian suka kasih vote dan komen. Ditunggu up part berikutnya yah.

Follow juga @ulyaaa_031 di instagram

See you.....

LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang