Dua Belas

55 14 12
                                    

Pagi pagi sekali Sela pulang ke rumah. Ia hendak mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah. Sebelumnya ia sudah mandi terlebih dahulu di rumah Rani, jadi ia ke rumah hanya untuk bersiap-siap ke sekolah. Tapi mengingat pengalamannya yang sudah-sudah sepertinya semuanya tidak akan terjadi semudah itu.

Dan tadaaa...

Baru saja Sela membuka pintu, bahkan dirinya belum masuk ke dalam rumah namun ia sudah dihadiahi dengan lemparan ikat pinggang milik papanya. Tidak sakit, ia hanya sedikit terkejut.

"Masih ingat rumah ternyata, "

Sela diam membisu. Masih pagi, ia malas untuk berdebat.

Daripada menanggapi perkataan Arga lebih baik ia bergegas menuju kamarnya. Namun baru satu langkah berjalan rambut Sela ditarik kasar oleh papanya.

"Siapa yang nyuruh kamu pergi?!" Jambakan Arga dirambut nya semakin kuat, " Setelah semalaman nggak pulang kamu pikir kamu bisa seenaknya masuk rumah ini hah?! Tidak semudah itu. "

Sela menarik napas dalam-dalam, ia berusaha menguasai amarahnya agar tidak meledak.

"Sela nggak ada waktu buat debat sama papa, " Sarkasnya sebelum berlalu daridari ruang tamu.

Ketika tiba di kamar Sela langsung menyandarkan tubuhnya ke dinding. Sampai kapan dirinya harus hidup seperti ini?

Sial, memikirkan hal itu membuat kepalanya mendadak sakit. Tanpa ia sadari ada cairan kental yang hangat menetes dari kedua lubang hidungnya. Darah?

Ada yang tidak beres dengan dirinya yang sekarang. Sepertinya ia memang harus memeriksakan dirinya ke dokter. Entah sudah berapa kali ia mimisan akhir-akhir ini.

Setelah membersihkan darah di hidungnya dengan tisu Sela langsung memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas sekolah. Bagaimana kalau hari ini ia tidak usah berangkat saja? Kepalanya terasa sakit, tapi ia mengurungkan niatan tersebut, ini hanya sakit kepala, dirinya masih kuat berjalan bukan? Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya ia keluar dari kamar. Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 06.15. Masih pagi ternyata, batin Sela. Pasti sekarang Arga tengah sarapan dengan Seli di meja makan. Bagus lah kalau begitu itu artinya sekarang waktu yang tepat untuk berangkat sekolah karena Arga pasti kini tengah fokus menikmati makanannya bersama Seli.

*****

Pukul 06.30

Sela yang baru saja menginjakkan kakinya di depan gerbang sekolah langsung disambut oleh Mikko yang entah sejak kapan berdiri disana sambil menyandarkan tubuhnya di tiang gerbang, satu tangannya memegang kantong plastik sedangkan tangan yang satunya lagi ia masukkan ke dalam saku celana. Pose yang keren, tapi Sela sungguh tidak peduli.

Tanpa basa basi apalagi melirik sedikitpun Sela langsung saja berjalan memasuki halaman sekolah.

"Eh busyet gue berasa kek patung, " Kata Mikko sembari membalikkan badan. Ia menatap punggung Sela yang semakin menjauh.

Padahal sejak tadi ia sudah bersikap se-cool mungkin menunggu kedatangan Sela. Ia pikir ini pasti akan menjadi adegan yang aesthetic, tapi ternyata yang terjadi sungguh diluar espektasi.

"Woy, Sel tungguin, " Teriak Mikko.

Sela memutar bola mata malas, tapi ia tetap berhenti.

"Sombong banget sih lo, kalo liat gue nyapa gitu kek jangan asal ngelewatin gitu aja, "

"Apaan sih lo, nggak jelas, " Sahut Sela.

Anjir, bisa-bisanya ada orang se ngeselin dia. Tapi gue suka. Ucap Mikko dalam hati

"Nih gue bawain makanan, belum sarapan kan lo? " Mikko memberikan bungkusan dalam plastik yang sedari tadi ia bawa.

Sela terdiam sejenak, ada apa dengan cowok tengil ini?

"Napa lo? Mau minta contekan buat ulangan? "

"Astaghfirullah neng suudzon amat jadi orang, " Ucap Mikko sambil mengelus dada dramatis.

"Ya terus kenapa lo pagi-pagi udah berdiri di gerbang sambil bawa makan buat gue? "

"Susah emang ngomong sama orang yang mikir negatif mulu tentang gue, " Mikko memaksa Sela untuk menerima bungkusan darinya, " Seli bilang lo belum sarapan dan nggak pulang dari kemarin, jangan sampe lo nggak makan. Gue nggak mau lo sakit. Baik banget kan gue? " Sambung mikko sambil menaikkan alis.

"Gue nggak mau lo sakit, tapi kayaknya gue udah sakit deh," Batin Sela.

"Woy malah bengong, "

Sela sedikit tersentak, seketika ia tersadar dari lamunannya.

"Jangan lupa makan, " Pesan Mikko sebelum berjalan pergi, namun baru beberapa langkah Mikko berjalan ia kembali membalikkan tubuhnya, "ah iya gue lupa, btw gue udah ngomong hal ini sama lo apa belum sih? "

"Ngomong apaan? "

"Gue udah bilang sama mama kalau lo nggak perlu lagi kerja di kafe, karena mulai hari ini lo udah resmi jadi guru les privat gue. " Putus Mikko

"What? Lo gila?"

"Nggak, gue nggak gila. Ini serius lo gue angkat jadi guru privat gue, kerja lo sekarang adalah bikin gue bisa pinter kaya lo, gue bosen tau jadi goblok mulu."

Sela membulatkan matanya, ia setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja Mikko katakan. Ia kira kemarin Mikko hanya bercanda soal guru privat. Tapi setelah mendengar apa yang baru saja cowok tengil ini katakan sepertinya dia memang serius dengan perkataannya. Yang benar saja? ia sama sekali tidak memiliki bakat untuk menjadi seorang guru. Cowok itu memang benar-benar gila.



TBC.

LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang