Empat

68 36 1
                                    

Happy reading 😁

"Dari mana aja kamu jam segini baru pulang?!" Tanya Arga yang sejak tadi sudah menunggu Sela di ruang tamu.

" Tadi nggak ada bis yang lewat, "

"Alah alesan, saya liat tadi kamu pulang dianter sama cowok, "

"Ya justru itu aku pulang dianter temen karena emang nggak ada bis sama sekali, pa, " jelas Sela.

"Kamu makin lama makin pinter ngeles ya? "

"Sela nggak bohong, tadi emang beneran nggak ada bis, kenapa sih papa nggak pernah percaya sama Sela? "

Dan seperti yang sudah-sudah berdebat dengan Arga adalah ritual rutin Saat Sela pulang sekolah.

"Karena kamu emang nggak pernah bisa dipercaya, "

"Oh ya? Bukannya papa ya yang selama ini nolak buat percaya? " Sela tersenyum miring, "Bahkan aku bicara jujur juga semua selalu papa anggap kebohongan, iya kan? "

"Siapa yang ngajarin kamu buat ngelawan saya? Coba kamu lihat Seli, dia nggak pernah sekalipun ngelawan saya, nggak seperti kamu! " bentak Arga mulai emosi

Inilah yang tidak ia sukai dari papanya. Yang selalu membandingkan dirinya dengan Seli. Seli yang begini Seli yang begitu. Membuatnya muak sekaligus sakit hati. Memang benar kata orang kalau ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, tapi bagi Sela papa adalah cinta pertama sekaligus luka terdalam di hidupnya.

"Oke kalau gitu mulai sekarang papa urus aja Seli, papa nggak perlu repot-repot mikirin Sela, terserah Sela mau ngapain papa nggak usah ikut campur lagi, urus aja Seli si anak kesayangan papa itu. "

Sela berlari masuk menuju kamarnya dan membanting pintu, ia tak mendengarkan lagi Arga yang berteriak memanggilnya

"Sela! Saya belum selesai bicara, nggak mungkin kamu bisa hidup tanpa papa, tanpa saya kamu bisa apa hah! "

" Oh ya? Dengan ini wahai papaku, Sela akan buktikan kalau Sela bisa tanpa papa. "Bisik Sela pada diri sendiri.

Baiklah mulai detik ini ia akan membuktikan kepada Arga, bahwa ia masih tetap bisa makan tanpa uang dari papanya, ia masih bisa sekolah tanpa Arga perlu membiayainya lagi.

***

Mulai hari ini Sela sudah memutuskan kalau ia akan bekerja paruh waktu. Ia benar-benar akan membuktikan kalau tanpa uang papanya ia bisa bertahan hidup. Jadilah sehabis pulang sekolah ia bekerja di kafe yang letaknya tidak begitu jauh dari sekolah. Sela bekerja disana sampai pukul delapan malam. Melelahkan memang tapi Sela menikmatinya. Karena dengan begitu ia tidak lagi menghadapi ayahnya yang marah-marah saat ia dirumah.
Seli awalnya keberatan dengan keputusannya namun ia tidak bisa berbuat apapun, baik Sela maupun ayahnya sama-sama keras kepala.

Malam itu Sela tengah membersihkan meja-meja dengan kain lap. Tugas terakhirnya sebelum pulang.

"Akhirnya selesai juga, " Ucapnya dengan wajah sumringah. Setelah kembali memastikan bahwa tugasnya selesai ia segera bersiap-siap pulang, masih dengan wajah sumringah tentu saja. Tapi wajah sumringah nya berangsur pudar, digantikan dengan wajah terkejut sekaligus sedikit kesal. Tidak jauh dari tempatnya berdiri ia melihat Mikko berjalan menuju ke arahnya.

"Ngapain lo disini, " Tanya Mikko yang agak heran karena melihat Sela ada di kafe ini. Semula ia mengira salah lihat ketika melihat Sela ralat maksudnya Vira dari kejauhan, namun setelah didekati ternyata memang benar itu adalah Vira.

" Suka-suka gue lah, lo sendiri ngapain ada disini, "Jawab Sela dengan nada yang sama sekali tidak bersahabat.

" Apa gue harus punya alasan buat dateng ke kafe nyokap gue? "

LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang