Chapter 5

3.8K 427 146
                                    

Kepercayaan itu ibarat kaca pecah, kalau udah retak nggak akan bisa utuh kembali, walaupun dibentuk kembali nggak akan seperti semula.

- Anonim -

🕊🕊🕊

Menjadi wanita karir yang sukses tidaklah mudah. Apalagi bagi Nadira seorang Ibu yang sudah mempunyai anak. Butuh pengorbanan dan tenaga ekstra untuk tetap berperan menjadi seorang ibu dan istri yang baik. Berat memang menjadi wanita karir seperti dirinya, harus bisa membagi waktu untuk keluarga dan bertanggung jawab atas pekerjaannya, apalagi meneruskan perusahaan merupakan amanat dari Papanya. Namun, itu semua bukanlah sebuah hambatan untuk dirinya tetap berkarya.

Selama menjadi CEO, Nadira tetap berpegang teguh dengan prinsipnya bahwa sesibuk-sibuknya pekerjaannya, dia tidak akan menyia-nyiakan waktu kebersamaan buat anak-anaknya. Nadira selalu mengusahakan untuk pulang tidak terlalu malam, dan selalu meluangkan waktunya, sebab dia tidak ingin anak-anaknya kurang kasih sayang karena kedua orang tuanya sibuk bekerja.

Prioritas utama nya sekarang hanya anak-anaknya, entah dengan suaminya. Nadira merasa Arvin terlalu mementingkan pekerjaannya ketimbang meluangkan sedikit waktu untuk bertemu dirinya, misalnya menemani drinya belajar berjalan, tetapi sekarang yang sibuk menemani dirinya dari hari pertama di rawat hanya perawat dan Nafisa.

Nadira akui dirinya egois, tetapi dia merasa sekarang Arvin tidak seperti dulu yang selalu perhatian kepadanya, selalu meluangkan waktu untuknya, bahkan sekarang sekadar membalas pesan darinya pun tidak sama sekali. Entah hal apa yang membuat suaminya seperti itu, Nadira akan selalu berpikir positif, dan Nadira juga akan berusaha membuang egonya itu. Sebab, satu-satunya cara untuk mempertahankan hubungan yang sudah berjalan sebelas tahun ini yaitu kepercayaan.

"Ners stop dulu," ucap Nadira sembari menghentikan langkahnya. Kini Nadira sedang belajar berjalan di depan ruang rawat inapnya bersama Ners Devi.

"Kenapa Ra? kaki kamu sakit?" tanya Nafisa yang berdiri di samping Nadira.

Nadira tersenyum. "Nggak Ma, hanya saja kaki Ara pegal, pengin duduk dulu." Kemudian Nadira melirik kearah Ners Devi. "Ners, saya bosan di sini, boleh antar saya jalan-jalan ke taman rumah sakit?"

"Oh boleh Bu," balas Ners Devi.

Lantas Ners Devi dan Nafisa membantu Nadira untuk duduk di kursi roda. Setelah itu Ners Devi mendorong kursi roda Nadira menuju taman rumah sakit, sementara Nafisa berjalan di samping suster Devi.

Tidak berselang lama jarak menuju taman rumah sakit sebentar lagi akan sampai, tanpa sengaja kedua netra Nadira melihat perawakan Arvin sedang berjalan bersama dengan seorang perempuan berambut cokelat sebahu memakai jas snelli juga dari belakang. Mereka terlihat seperti sedang tertawa.

"Mas Arvin," ucap Nadira sembari fokus melihat ke arah dua orang tersebut.

"Arvin? Mana Ra?" tanya Nafisa sembari melihat-lihat sekitar.

Nadira menoleh ke arah Nafisa. "Itu Ma, di depan kita Mas Arvin, kan?"

"Mana? nggak ada, Ra," balas Nafisa.

Nadira kembali menoleh ke depan, ternyata dua orang tersebut sudah tidak terlihat lagi.

"Kamu salah lihat kali, Ra. Sudah ya, jangan mikirin suami kamu, nanti dia juga bakalan nemenin kamu kok," ujar Nafisa sembari mengelus puncak kepala Nadira yang tertutup hijab instan berwarna hitam.

Takdirku Kamu 2 [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang