Bian 01

10.8K 362 13
                                    

Bian mengeliat dibalik selimut tebal yang kini membungkus tubuhnya bagaikan kepompong.

Remaja 15 belas tahun itu baru saja terlelap sekitar tiga jam dan kini pintu kamarnya sudah di ketuk berkali kali oleh orang yang ia yakini adalah ayahnya.

"Bian, bangun!!"

"Sudah siang nanti kamu terlambat kak."

Tok.. tokk..

"Sabian!!"

"Iya ayah... Abi udah bangun ini." 

"Bagus.. cepat bersiap ayah tunggu di bawah."

Tak lagi menjawab Bian langsung bangkit dari posisi berbaring. Anak pertama keluarga Arkayaksa itu lantas beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Setelah kurang lebih dua puluh menit ia gunakan untuk bersiap, Bian kini tengah berjalan pelan menuruni anak tangga menuju lantai bawah yang mana disana, diruang makan sudah duduk ayah dan juga adiknya yang tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk ketiga penghuni rumah.

"Ayah.."

Bima menoleh, diikuti adiknya yang juga mengalihkan fokus kepadanya.

"Kakak udah bangun.. Gimana tidurnya, nyenyak?"

Bian mengangguk pelan, ia membawa tungkainya memutari meja menuju tempat adiknya berdiri.

'cup' 

"Selamat pagi adik kecil."

Bukan nya menjawab sapaan itu, Bara mengusap kasar bekas kecupan dipipi kirinya dengan mulut siap mengomel.

"Kakak!! Jangan cium cium Bara! Ish"

"Kenapa sih? Orang Ayah aja boleh cium kamu kenapa kakak nggak?"

"Bedalah.. Ayah itu papa nya Bara—"

Bian dengan cepat memotong ucapan adiknya, "aku juga kakak kamu, jadi sah sah aja kalo aku mau cium atau gemes gemes ke kamu dek."

"Ma—"

"Udah udah... Masih pagi ribut mulu, pusing ayah dengernya.." tegur  sang kepala keluarga.

"Kakak tuh yah yang mulai."

"Iya.. iya.. Kakak jangan gitu lagi.. harus ijin dulu kalo mau cium adek."

Bian memanyunkan bibirnya, dengan wajah terluka ia menatap wajah ayah yang kini menatapnya dengan senyum.

"Udah gak usah gitu mukanya..  sarapan habis itu ayah anter ke sekolah."

°°°°

"Nanti pulang ayah jemput ya.."

Bian masih sibuk merapikan baju seragamnya yang menurutnya sedikit berantakan namun tetap menganggukan kepalanya mengiyakan.

"Abi masuk ya yah.." Bian menjabat tangan kanan ayahnya lalu mencium punggung tangan itu lembut.

"Inget nggak boleh kecapean anak ayah." Ujar sang ayah.

"He'um.." Bian menjawab diiringi anggukan.

"Kalo pusing atau ngerasa nggak enak, langsung bilang ya.. jangan lupa diminum obatnya." Ingatnya lagi.

"Iya ayaaaahhhh... Abi nggak mungkin lupa. Udah ah, telat nih."  katanya sambil menunjukan jam tangan yang terpasang dipergelangan tangan kirinya.

Bima terkekeh melihat tingkah anak sulungnya. "Yaudah sana." Usirnya kemudian.

Bian menatap ayahnya sewot, dengan wajah cemberut ia berbalik melangkah dengan langkah dihentak hentak.

SABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang