"Ayah.."
Suara khas bangun tidur menjemput Bima dari keterdiaman. Saat ini ayah dua anak itu duduk termenung di samping kasur yang saat ini di tempati Bara.
Bima tersenyum, tangan kekar nya mengelus pipi tembem sang anak dengan sayang.
"Kok udah bangun.. Ini masih pagi banget loh dek.."
Tangan Bara meraih telapak sang ayah lalu digenggam dengan erat "ayah disini kan semalam nemenin Bara?"
Pertanyaan yang di jawab anggukan kepala oleh sang Ayah. Tapi setelahnya Bima menjawab dengan suara beratnya
"Iya.. Ayah kan udah janji sama Bara.."
Kurva indah membentuk di bibir tipis milik Bara "Kak Abi nggak marah?"
Pertanyaan yang sulit di jawab oleh Bima karena ia tahu Bian pasti senang jika melihat nya saat ini sedang duduk manis menemani adik kecilnya seperti permintaan nya yang sering anak itu utarakan.
Liat Bara juga yah.. Kasian adek tuh.. Ayah sama Abi terus.. Abi nggak mau kalo Adek makin benci nanti.
"Ayah..?"
Bima berdeham. Senyum di wajahnya tercetak semakin lebar. Meski sesungguhnya ia mati matian menahan air mata yang siap jatuh dari pelupuk matanya.
"Kak Abi nggak akan marah kok, Dek." Jawab Bima dengan pelan.
Terlihat kepala sang anak yang mengangguk "Tumben.. Biasa juga monopoli Ayah." Katanya dengan sinis.
Bima meringis, sebenci itu kah Bara pada kakak nya?
"Dia pasti gak ada ke sini lagi kan, Yah?" Tanya Bara pada sang Ayah.
"Kakak tuh emang nggak tahu diri.. Adek udah—"
"Bara.." Suara dingin sang ayah memotong ucapan Bara.
"Kak Abi lagi berjuang sendirian.. Kak Abi sayang sama Bara.. Jangan pernah bilang kaya gitu nak.."
Bima mengenggam tangan anaknya lebih erat "Kalo adek gini terus Ayah sedih.. Anak anak Ayah saling membenci."
"Ayah mau adek juga sayang sama kak Abi.. Seperti kak Abi yang sayang banget sama Bara."
Raut wajah Bara tampak tak suka, dengan kasar ia menarik tangannya dari genggaman hangat sang Ayah, "Ayah nggak tau aja. Kak Abi tuh cuma pura pura sayang sama Bara, Yah!!"
Nadanya terdengar penuh emosi, Bara mengepal tangannya yang lemah, begitupun dengan sang Ayah yang diam diam mengepalkan kedua tangannya guna meredam emosi. Bungsunya dalam keadaan yang kurang baik di tambah sang sulung yang kini terbaring lemah di ICU. Bima rasanya ingin enyah.
"Kenapa Adek bilang gitu? Siapa yang ajarin,hem?"
Bara tak menjawab, Adik dari Sabian itu hanya menghela nafas dan menalingkan wajahnya kearah lain.