Bian memaksakan diri, remaja yang saat ini tengah menggunakan pakaian rumah sakit itu memaksa tubuh lemasnya untuk berjalan dengan tanpa alas kaki menepaki dinginnya lantai rumah sakit guna menemui adik kecil kesayangannya.
Meski beberapa kali terhuyung Bian tak pantang menyerah. Tekatnya kuat ingin sang adik melihatnya, takut Bian jika Bara akan salah paham dan berfikir dirinya tidak peduli setelah adiknya itu menyelamatkan nyawanya.
"Bian mau kemana?"
Suara lembut disusul langkah kaki mendekati Bian yang berjalan dengan tangan berpegangan pada dinding.
"Suster.. saya mau keruangan adik saya." Bian tersenyum, menampilkan lengkung pada bibir dan kedua matanya.
Perawat wanita itu terdiam, dengan tenang mengamati wajah Bian yang terlihat pucat, "kenapa maksain sih? Liat wajah kamu sudah seperti mayat."
Dan hanya mendengar itu tawa ringan Bian mengudara. "Suster bisa aja sih.., biar saya pucet gini gantengnya nggak kurang 'kan?"
Perawat itu ikut tertawa, "memangnya Ayah kamu kemana? Kenapa keluyuran sendirian." Tannyanya penasaran.
"Ayah lagi nungguin adek.. Kebetulan adek lagi dirawat juga disini gara-gara aku."
Perawat wanita itu mengernyit, sedkit melirik wajah tenang Bian yang kini menunduk memerhatikan kedua kakinya.
"Gara-gara kamu? Emang kamu ngapain adek kamu."
Bian menghela nafas. Lalu menatap wajah perawat disampingnya "aku buat Bara celaka.. Dan sekarang...,"
Melihat anak didepannya hanya diam dengan mulut terbuka tapi tak bersura perawat itu lantas berucap "sudah saya anter kamu ya."
Bian mengangguk tanpa sedikit pun protes, lalu keduanya berjalan beriringan dengan tangan perawat itu yang kini merangkul pinggangnya dengan lembut. Takut jika pasiennya tiba tiba jatuh karena dilihat dari jauh pun tubuh Bian bergetar meski tidak begitu kentara namun ditiap langkahnya jelas.
"Sus.. Bara baik baik aja 'kan?" Tinggal satu belokan lagi dan keduanya sampai. Tapi tiba tiba benaknya dihinggapi rasa ketakutan, cemas dan sedih. Sakit dan kecewa. Semuanya.., semua pengandaian yang berputar dikepalanya, juga pertanyaan pertanyaan yang ia ajukan tanpa bisa ia jawab. Ketakutan Bian akan kebencian Bara padanya yang kian besar, Bian tidak bisa jika nanti harus jauh dengan adik kecilnya.
Tapi Bian pun tidak mau egois. Wajar jika Bara membencinya. Tapi apa tidak ada secuil sayang yang Bara punya untuk dirinya? Apakah sayangnya kurang?
Aarrggghhh...
"Enggak!!! Bara nggak mau Buta!"
Bian membeku. Suara raungan Bara yang terdengar hingga luar ruangan. Bian dan perawat baru saja sampai didepan pintu, namun langkah keduanya terhenti ketika bunyi pecahan kaca terdengar dari dalam ruang rawat adiknya.