13. Cinta Itu Rumit

393 50 1
                                    

Happy Reading.

"Apa lagi salahku!" geram Martius dengan nada gusar.

Martius membanting bantal ke arah cermin di hadapannya, ia memandang dirinya sendiri dengan raut teramat kesal bercampur kecewa. Ia berkacak pinggang dengan mata melihat dari ujung kaki sampai ujung rambut dengan perlahan, melakukannya dengan berulang kali.

Sedangkan di dekat pintu kamar Martius, Draco menatap datar kelakuan adiknya itu, ia termenung seolah melihat Martius yang berumur lima belas tahun. Draco tersenyum tipis dan mendekati Martius yang masih belum menyadari keberadaan dirinya di kamar ini.

"Apa yang terjadi?"

"AAA ... SIALAN! KAU MEMBUAT AKU TERKEJUT!" hardik Martius dengan menatap sengit Draco yang baru saja duduk diujung ranjangnya.

Alis kanan Draco sontak naik dan menatap datar adiknya itu, ia berdeham karena ia juga ikutan terkejut mendengar bentakkan keras dari Martius. Draco menangkap bantal yang baru saja dilempar oleh Martius dengan kasar, manik mata Draco mengikuti Martius berjalan mendekati sebuah kursi yang berada di depan jendela kamarnya, Martius duduk dengan menyandar dan kaki berada di atas meja.

"Apa aku jelek?"

Draco mengerjap memperhatikan Martius dengan pandangan tanda tanya, ia heran kenapa Martius bertingkah aneh semenjak dirinya kembali ke istana utama dari pavilliun istana Sunny dua hari yang lalu. Bahkan setelah selesai perayaan itu Martius tidak berkumpul bersama saudaranya dan memilih untuk mengurung diri.

"Ada apa sebenarnya dengan dirimu? Dan siapa yang berani mengataimu jelek?" tanya Draco dengan nada kesal.

Martius menoleh memandang Draco dengan sayu lalu ia berucap dengan nada lirih. "Apa kau akan memarahi orang itu?"

Draco menghela napas pelan, dalam hati ia sedikit senang dengan sikap Martius sekarang ini. Jika bertemu dengan Dimitri nanti ia akan memberitahu sikap menggemaskan Martius.

"Tidak! Aku akan memberi ia hadiah karena telah berucap jujur." Draco terkekeh melihat tatapan sengit Martius.

"Aku ditolak!" imbuh Martius tiba-tiba.

Draco berdiri dan mendekati Martius, ia mendorong kaki Martius dan mendudukan bokongnya di atas meja. Draco menatap lekat adiknya yang membalas tatapannya dengan pancaran mata meredup.

"Rosella menolak diriku."

Martius memejamkan matanya sejenak karena ingatan dua hari yang lalu terlintas begitu saja, ingatan ia dengan berani mengungkapkan perasaannya tetapi ditolak secara halus oleh Rosella. Martius mengingat percakapan ia dan Rosella pada hari itu.

"Maaf, Yang Mulia. Untuk saat ini aku masih belum yakin dengan perasaanku sendiri," sahut Rosella dengan pelan. Setelah itu Rosella langsung bergegas meninggalkan Martius yang mematung.

Martius mengerjap, hatinya seperti ada yang retak tetapi bukan kaca. Rasa kecewa akan ucapan Rosella sangat mendominasi perasaannya, ia juga tidak bisa memaksa Rosella.

"Gadis itu langsung pulang setelah dia menolakmu?" tanya Draco setelah mendengar sedikit kejadian yang diceritakan Martius.

"Hm, Anthony yang mengantarkan dia kembali ke kediamannya," jawab Martius sambil memperbaiki cara duduknya.

Draco menepuk beberapa kali pundak Martius, ia juga menatap Martius dengan senyuman. "Apa kau menyerah begitu saja?"

Martius langsung berdecak dan menatap Draco dengan sinis. "Tentu saja tidak!" Draco tertawa, ia mengangguk setuju. "Itu baru lelaki sejati," cetus Draco bangga.

Martius Is My Villain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang