08. Undangan Untuk Rosella

499 62 2
                                    

Happy Reading.

Suasana dalam ruangan pertemuan Raja dan para petinggi cukup memanas, beberapa Mentri dan pejabat lainnya saling mengeluarkan pendapat, bahkan ada yang saling memaki satu sama lain. Jika mereka tidak mengingat tata krama, mungkin mereka sudah saling melempar barang seperti gelas teh, kursi bahkan meja sekalipun.

Martius berdesis pelan ia merasa sakit kepala mendengar mereka berdebat, matanya melihat Draco yang duduk tenang tapi Martius tahu emosi Draco sudah di ubun-ubun jika sebentar lagi mereka tidak berhenti mungkin pedang Draco sudah berayun cantik ke leher mereka dan Martius akan dengan senang hati membantu Draco, para pejabat itu tidak menghiraukan tatapan datar Dimitri.

"Yang Mulia, cepatlah pilih pemimpin bagi calon kota Bloomsytch," usul seorang pejabat bertubuh gemuk.

Kali ini mereka membahas masalah pemimpin untuk calon kota Bloomsytch, para rakyat di sana sudah pasrah karena mereka menjadi bagian kerajaan Bloomsytch, tetapi mereka merasa cemas karena belum ada pemimpin resmi untuk mereka. Dimitri hanya memantau dari istana utama, sedangkan ketiga calon kota itu berjarak cukup jauh, jika mereka hendak menyampaikan sesuatu kepada Raja butuh waktu tujuh belas hari baru berita itu sampai—ketiga bekas kerajaan itu bisa dikatakan berdiri berdekatan. Jika ada pemimpin di daerah mereka, tidak akan bersusah payah lagi menyampaikan berita karena ada pemimpin kota yang berada di dekat wilayah itu.

"Aku tidak mau," jawab Martius sembari menutup mata, kepalanya bersandar di sandaran kursi, tangannya saling bertaut di atas perutnya.

Dimitri menghela napas pelan dan menutup matanya sejenak, lalu ia melihat Pangeran kedua dan mendapati kalau Draco matanya juga terpejam dengan siku kiri menyanggah di atas meja tangannya yang berada di kening seolah memijit keningnya.

"Ternyata aku memiliki adik yang berbakti," sindir Dimitri menatap adiknya bergantian. Martius berdeham dan mengangguk singkat tanpa mengubah posisi duduknya tadi.

"Mereka sudah mendesak untuk diberikan pemimpin. Mereka melakukan itu karena jarak ketiga calon kota itu cukup jauh dengan istana ini, Yang Mulia," ujar Perdana Mentri dengan sopan.

Dimitri masih diam, ia juga memikirkan siapa yang pantas menjadi pemimpin ketiga calon kota itu, cukup satu pemimpin saja sudah cukup bagi mereka, ia juga tidak akan cemas jika para rakyat itu mengalami sesuatu dan tidak akan bersusah payah mengirim surat selama belasan hari. Tapi, siapa yang pantas menjadi pemimpin calon kota itu, sedangkan kedua adiknya tidak menginginkan posisi itu?!

"Martius," panggil Dimitri. Ruangan itu seketika diam, hening. Martius segera memperbaiki cara duduknya dengan tegap.

"Aku tetap memilihmu untuk menjadi pemimpin kota itu, aku berharap kali ini kau tidak akan membantah ucapanku." Dimitri menatap tajam Martius, ia akan bersikap tegas kali ini.

Seorang Mentri mengangkat tangannya. "Maaf, aku menyela ucapanmu, Yang Mulia," ujar pria paruh baya itu dengan sopan. Dimitri mengangguk guna mempersilakan pria itu untuk berbicara.

"Jika Pangeran Martius menjadi pemimpin, bagaimana jika Pangeran Martius segera memilih pasangan." Mata pria itu melirik singkat kepada Duke McConnell yang kebetulan ikut serta dalam rapat kali ini, Duke McConnell juga ke istana karena mengurus sesuatu sekaligus menawarkan pernikahan kepada Pangeran Martius.

Dimitri terdiam, ia melirik Martius yang menatap tajam Mentri itu, rahang Martius mengeras menandakan kalau ia menahan emosi saat ini.

Martius Is My Villain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang