24. Pemikiran Yang Licik

285 29 1
                                    

Happy Reading.

"Jadi, Putri Azura sudah berada di istana?" tanya pemimpin The Black Blood dengan suara beratnya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan kaki bersilang, menatap kedua anggotanya yang berdiri di hadapannya.

"Sudah, Tuanku," jawab Aiden dan Liam bersamaan.

"Apa tujuan gadis itu ke sini?"

"Tuan Putri itu ingin belajar di akademi Bloomsy," sahut Aiden.

"Oh, tidak ada alasan yang lain?"

"Tidak!" jawab Keduanya lagi.

Orlant melirik ke sisi kiri dan melihat Anro yang tidur sambil duduk dengan kaki terjulur ke atas meja, kedua tangannya bertaut di atas perut dan kepala mengagadah ke atas memperlihatkan jakunnya. Terlihat tenang sekaligus waspada, tapi Orlant tahu kalau Anro tidak tidur.

"Ancaman pertama sudah kau berikan?" Orlant berdiri dari duduknya lalu mendekati sebuah meja yang terisi sebotol alkohol dengan beberapa gelas kecil, ia menuangkan ke satu gelas lalu meneguknya. Ia tersenyum puas mendengar bawahannya sudah menjalankan ancaman pertama kepada Martius.

"Tapi, saat aku berlari tadi topengku terlepas dan Pangeran melihat wajahku," cetus Liam cemas.

Orlant menoleh dengan tatapan tajam, ia menyeringai kejam sambil meremas gelas kecil di tangan kirinya dengan erat.

"Liam!" desis Orlant tajam

"Tap-tapi kami tidak pernah bertemu sebelumnya, Tuanku!"

Aiden mengernyit, ia menatap kesal rekannya. Kalau tahu begini lebih baik dirinya saja yang menjalankan misi rendahan itu! Martius itu tidak bodoh! pekik Aiden dalam hati. Saat ini ia malas berbicara karena wajah pemimpin mereka sudah merah padam, lebih baik ia diam daripada Tuan Orlant ikut memarahinya.

"Sedangkal itu pikiranmu?" gumam Orlant.

Ruangan bernuansa hitam dengan cahaya minim yang masuk dari celah ventilasi udara menambah suasana mencengkam di dalamnya, suara pencahan kaca yang berserakan karena Orlant baru saja melempar gelas kecil tadi ke arah kaca besar yang menempel di dinding dan Orlant meninju meja itu dengan kuat membuat kedua anggotanya gemetaran. Anro sama sekali tidak terusik dengan kejadian kali ini, ia tetap tenang dalam tidurnya.

"BODOH!" bentak Orlant keras. "Martius tidak sebodoh itu, anggota kesayanganku," desis Orlant, wajahnya terlihat sangat marah, emosi sudah menumpuk di kepalanya.

Liam menunduk takut, ia memejamkan matanya menanti pukulan yang mungkin akan dilayangkan kembali oleh Orlant.

"Sudah berapa kali aku katakan—"

"Martius itu licik!"

Orlant, Aiden dan Liam serentak menoleh kepada Anro yang baru saja menyambung kata Orlant, pria tampan itu tetap diam dengan mata terpejam walaupun ia menyadari kalau ketiga pria itu sedang melihat dirinya.

"Anro," panggil Aiden. Tidak ada sahutan dari Anro membuat Aiden mendengus sinis, jujur saja ia tidak menyukai keberadaan Anro. Disaat semua anggota menunduk hormat kepada Orlant hanya Anro satu-satunya yang berani mengangkat dagunya dengan tatapan sinis kepada Orlant, apalagi Orlant tidak memarahi pria itu dan terkesan membiarkan prilaku tidak sopan Anro.

"Bersiaplah, Martius sebentar lagi akan mengetahui siapa kalian," lanjut Anro.

Aiden terkekeh sinis. "Lalu, kau pikir kau aman jika Martius mengetahui siapa kami?" geram Aiden  dengan nada dingin.

Perlahan kelopak mata Anro terbuka, dan pandangan pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan yang berwarna hitam. "Tentu saja tidak," jawabnya. Lalu ia kembali menutup matanya setelah mengambil jubah hitam dan menutup seluruh wajahnya, menandakan kalau ia tidak ingin mendengar balasan dari pria itu.

Martius Is My Villain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang