Benar kata orang kalau Desember itu bulan yang diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum. Indahnya tak terkira sampai Serayu bingung harus bahagia atau menangis tersedu-sedu.
Bukan prihal hatinya belum mengikhlaskan secara penuh, atau netra basah saat tengah malam masih melambai bersama tamaram indurasmi. Serayu hanya tak mau berekspektasi lebih seperti kemarin, berharap kasihnya tetap dalam genggaman tapi takdir malah merebut paksa tanpa aba-aba.
Mau menangis pun sudah lelah, cukup mencoba berdamai dengan apa yang ada dalam dekapan. Mensyukuri hari ini dan berdoa untuk esok hari. Memanjatkan ribuan kalimat harap agar besok atau lusa, lukanya pulih walau bekasnya masih kentara.
"Serayu, masih mau jalan-jalan?" Rintik hujan saja masih mengguyur, tapi keduanya tetap melanjutkan perjalanan yang masih belum jelas tujuannya mau kemana. Kata Haikal satu jam lalu hanya berjalan-jalan agar bisa menarik tenang untuk singgah lebih lama.
Serayu tak memberikan reaksi apapun, menurut saja karena diapun butuh hiburan agar harinya berwarna sedikit.
Gerimis di malam ini membuat hatinya menjadi lebih baik. Kosong mulai penuh walau separuh. Dalam mata yang terpejam, ada kalimat yang hanya Serayu ucapkan dalam batin. "Aku coba, Gas. Kalau aku jatuh lagi, jangan diketawain." Sejenak Kurvanya melengkung, teringat kalau yang orang yang dituju dalam kalimatnya tadi sudah pergi seminggu lalu.
"Kalau jatuh aku raih," kata Haikal.
Hening menengahi. Mereka berdua seolah bertelepati.
"Kalau jatuhnya jauh kamu masih bisa raih?"
"Bisa kalau buat kamu. Tapi kalau jatuhnya ke selokan aku panggil pemadam dulu."
Hatinya menghangat. Haikal masih sama seperti Haikal yang dia kenal meski dulu jarak mengikis keduanya. "Aku masih bisa bangun sendiri kalau jatuhnya ke selokan."
"Jangan sendiri, masih ada aku dan banyak orang di sisi kamu."
"Lebay!"
"Udah gak tertolong."
Tawa renyah lantas memenuhi rungu, ada gelengan kecil yang terselip diantaranya.
"Kal?"
"Di sini!"
"Makan sate dipinggir jalan kayaknya enak."
"Kalau dipinggir jalan nanti ketabrak. Enaknya dari mananya??"
Sedetik setelahnya, Haikal mendapati pukulan kecil di bahu. Padahal niatnya hanya bercanda.
"Masih gerimis, Ra. Kita bungkus aja, makan di rumah, ya?"
Haikal malah mendapati wajah tak bersemangat dari balik spion basah, hanya bias samar namun masih jelas terlihat. "Iya-iya. Aku usahain."
Mereka berdua lantas melanjutkan perjalanan, tanpa perbicangan. Ingat. Tanpa perbicangan karena Haikal fokus mencari di mana penjual sate di kondisi hujan seperti ini.
Nasib baik Haikal melihat tukang sate panggul melintas. Harumnya menerobos dengan tak santai. Dia lalu berhenti dan menghampiri pedagang itu dengan menggenggam tangan Serayu, takut-takut kalau perempuannya menghilang dari genggaman lagi.
"Kamu gak punya susuk, kan?"
Serayu menggeleng cepat.
"Mang, mau dua puluh tusuk." Haikal duduk sama rata dengan mamang penjual sate dan menunggu pesanannya. Serayu pun demikian.
"Itu pacarnya, A?"
"Ah, bukan."
"Istrinya, ya?"
"Bukan juga."
![](https://img.wattpad.com/cover/304190277-288-k294696.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sedu Di Kota Hujan [Selesai]
Romance─── na jaemin ft lee haechan au ©lyfdlh ❝ 𝓛𝓪𝓷𝓰𝓲𝓽 𝓳𝓾𝓰𝓪 𝓽𝓪𝓱𝓾 𝓴𝓪𝓵𝓪𝓾 𝓪𝓴𝓾 𝓹𝓮𝓷𝓰𝓮𝓷 𝓵𝓮𝓫𝓲𝓱 𝓵𝓪𝓶𝓪 𝓫𝓪𝓻𝓮𝓷𝓰 𝓴𝓪𝓶𝓾.❞ [13 Mei - 08 Januari] 🥇bogor 31/12/22