Tak terasa sudah belasan bulan terlewat, banyak sekali kebahagiaan yang turut serta sampai di detik yang sekarang. Jutaan doa sudah terpatri, menghantarkan kebahagian yang tidak disangka-sangka kehadirannya.
Pagi dipertengahan Juli menjadi saksi bisu saat haru bercampur hura menjadi penyatu acara. Yang elok makin sedap dipandang dengan kebaya menghias diri, yang rupawan makin menawan tatkala dibalut jas hitam sambil terkekeh diantara tangisan yang mereka sembunyikan.
Tatanan acara dari mulai doa hingga doa lagi sukses terlewati, menyisakan para wisudawan yang berbaur entah dengan keluarga, teman dan bersua foto sebelum perpisahan benar-benar datang.
Dari arah timur Haikal menghampiri Serayu yang perpisahannya di hadiri oleh keluarga lengkap.
Dia? Sendirian.
Meski begitu, dia ikut bahagia saat keluarga Serayu saling peluk. Ayah-ibunya menciumi anak perempuan satu-satunya itu dengan penuh sukacita.
"Haikal!"
Gadis cantik berbalut kebaya warna putih dan coklat berlari, menghampiri si adam yang dari jauh sudah melemparkan senyum. Dia peluk Haikal erat sambil menangis, seolah dia benar-benar mencapai garis finish.
"Ini kita gak bisa main lagi dong, ya?"
Haikal tau apa maksud Serayu barusan. Beberapa bulan lalu pun Serayu sudah memberi tahu Haikal kalau dia akan terbang ke Australia untuk berkuliah sambil menghibur diri.
Kalau bisa, Haikal juga akan menempuh pendidikannya di sana, dengan Serayu. Tapi keputusan Papanya yang tetap menuntut si anak untuk berkuliah di dalam negri tidak dapat di ganggu gugat.
"Iya, nanti aku samperin kamu ke sana, ya, sambil liburan."
"Makasih Ikal buat semuanya." Serayu lepas pelukan tadi, berganti tatapan penuh sambil tersenyum.
"Jangan nangis, kayak mau kemana aja." Karena tak mau larut dalam kesedihan, dia tuntun Serayu untuk kembali ke kursi keluarganya. Haikal dapat pelukan dari ayah Jaya, yang disusul oleh Jidan dan juga Eza.
"A Haikal kalau udah lulus jangan lupa pulang ke rumah, Eza mau pilih IPS juga soalnya. Nanti kasih tahu cara bolos yang ngga bakal ketahuan."
"Pasti kalau itu."
"Haikal, kan, pacarnya A' Jidan, " celetuk Serayu.
"Sembarangan!"
Semuanya tertawa, padahal Jidan dan Haikal benar-benar seperti kakak dan adik.
Mereka kembali menikmati acara yang lumayan megah, banyak bercerita dan bersenda gurau sebelum kembali pulang ke rumah.
"Ikut aku mau? Sebentar."
"Kemana?"
Haikal tak langsung menjawab, membawa Serayu pergi ke meja-meja yang sudah disediakan makanan ringan. Di sana mereka banyak makan, entah karena lapar atau memang doyan. Semua yang terlihat enak di pandang sudah diwadahi ke piring.
"Serayu, kenapa harus ke luar negeri?"
"Dari dulu tujuan aku ke sana, Kal."
"Kalau kangen gimana?"
"Ngapain kangen sama aku?"
"Emang kakak gak boleh kangen sama adeknya?"
"Boleh. Eza ada di rumah."
"Di sini aja, Ra. Universitas di sini gak kalah bagus."
"Mau sambil liburan, Ikal."
"Kita ke Bali abis ini kalau kamu mau."
"Maunya terbang, biar tahu di langit itu ada apa aja."
Haikal mengunyah makanannya, masih dalam kondisi yang berdiri menghadap Serayu. Tak ada jawaban yang dia utarakan lewat lisan, hanya tangis dalam diam, toh kalau di utarakan tidak akan merubah apapun.
Keputusan dari Serayu dia hargai, dia tetap akan menunggu Serayu di sini. Dibilang sulit, ya, memang sulit. Haikal juga bagian dari keluarga kalau kata Ayah Jaya.
"Rencana kamu kedepannya apa, Ikal?"
"Mau lanjutin bisnis Papa dulu, katanya itung-itung belajar."
"Ditunda dulu gitu?"
"Akunya yang mau. Pusing, Ra. Mau istirahat dulu sebentar. Satu tahun cukup mungkin."
Serayu juga menghargai keputusan dari Haikal. Kalau kata Bagas, semua orang pasti punya keputusan yang dia buat sampai tidak tidur semalaman. Kalau Haikal maunya begitu siapa tahu rencananya sudah tersusun sejak dulu.
Dari jauh mereka berdua dapat menyaksikan akhir dari acara, beberapa tarian dan nyanyian yang dibawakan oleh para adik kelas.
Serayu ingat kalau dia pernah diposisi yang sama, saat Jidan lulus waktu itu.
"Mau berangkat kapan?"
Atensi Serayu teralihkan sempurna setelahnya, dia tatap Haikal lalu menjawab cepat. "Besok."
"Kok cepet banget."
"Aku mau liburan, aku capek di sini nangis mulu."
"Nangis karena semua barang naik, kan?"
Serayu tergelak. Haikal pandangi perempuan itu tanpa berkedip, menyimpan rapat senyum yang terbit sampai matanya membentuk bulan sabit.
Serayu, kalau boleh, menetap di sini.
R i n t i k s e d u
Malam ini hujan lagi, menambah kesunyian yang tercipta di rumah megah bercat putih sepi penghuni. Di balkon Haikal bersenandung, dia seruput kopinya kemudian. Diam-diam, sebatang rokok dia selipkan diantara dua jari, berharap kalau kepalanya tidak berat seperti tadi.
Dia menunduk, mendapati ubin bening yang hampir basah.
"Gak jelas hidup gue kalau kayak gini terus." Dia mengurai rambut frustasi, masih sibuk dengan kebulan asap yang mengudara.
Lantas, dia rogoh saku untuk menelpon seseorang.
"Ra?"
📞 : selamat malam ikal ganteng
"Haha. Di sana hujan?"
📞: Hujan 📞: A jidan nanyain 📞: Katanya mau ikut ke bandara?
"Ra, maaf. Aku di ajak Papa ke Jakarta besok. Lusa langsung ke Kalimantan mungkin."
📞: Kata A jidan gak seru 📞: Kata aku gapapa 📞: Semoga hubungan kamu kembali baik ya 📞: Ikal jangan lupa makan
"Udah siap buat besok?"
📞: Udah 📞: Tinggal terbang
"Hati-hati, Ra. I love you buat adek tercinta."
📞: Kata eza nggak too
"Buat kamu aja kalo gitu."
📞: Aku juga nggak too 📞: Kata A jidan i love you more 📞: Gelo
Haikal simpan ponselnya karena tiba-tiba Serayu mematikan sambungan telepon. Dia kembali menatap langit yang seluruhnya gelap, hanya ada bulan yang malu-malu dari balik awan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu chapter lagi tamat yey! makasih kalian ilopyu banyak banyak