"Mama tidak ingin basa-basi. Suamimu itu, pasti punya selingkuhan selama ini. Dia tidak mungkin jarang pulang tanpa alasan yang jelas lagi. Ini sudah jam sebelas malam dan kamu tinggal sendirian! Kenapa dia tega sekali padamu, hah!?"Joanna menarik nafas panjang. Lalu memberikan teh hangat kesukaan si mertua yang baru saja duduk di kursi ruang makan sembari mengotak-atik ponselnya.
"Suamiku itu juga anak Mama. Tenang saja, aku percaya Jeffrey pasti tidak akan macam-macam, Ma. Lagi pula, ada Darla yang mengawasi juga."
Sekedar informasi, Darla adalah sekretaris Jeffrey. Dia juga keponakan Jessica dan akan menikah sebentar lagi. Sehingga kini, dia akan semakin sibuk setiap hari.
"Kamu tidak tahu kalau Darla sudah resign? Dia mau menikah bulan depan. Sudah dua minggu dia tidak kerja!"
Jantung Joanna berdebar. Dia takut jika apa yang Jessica takutkan menjadi kenyataan. Takut jika Jeffrey sungguhan selingkuh di belakang. Mengingat selama ini, pria itu memang jarang lembur hingga larut malam.
"Halo? Darla? Ini Tante, kamu sudah tidak kerja selama dua minggu, kan? Lalu siapa yang menggantikanmu sekarang?"
Halo, Tante. Iya, aku sudah tidak kerja dua minggu setelah ada orang yang menggantikanku. Jeffrey belum cerita, ya? Jelita namanya. Seumuran dengan Joanna, atau mungkin lebih muda. Aku lupa. Tapi yang jelas dia belum menikah.
"See? Apa Jeffrey tidak bilang sama sekali?"
Joanna menggeleng pelan. Dia berusaha tenang, karena tidak mungkin dia gegabah dan ikut curiga pada suaminya. Apalagi mereka akan segera memiliki anak karena dia sedang mengandung dua bulan.
"Ya sudah, Darla. Tante matikan. Terima kasih atas informasinya."
Jessica langsung mematikan panggilan. Lalu menatap Joanna lekat-lekat. Seolah kasihan pada menantunya.
"Papa Jeffrey dulu juga pernah selingkuh dengan sekretarisnya. Tapi Mama berusaha bertahan demi anak semata wayang yang Mama punya. Hingga akhirnya si Bajingan itu meninggal karena gagal ginjal. Mama takut kamu mengalami hal yang sama. Itu sebabnya Mama menjadikan Darla sebagai sekretaris Jeffrey pasca kalian menikah. Dan sekarang, Mama tidak tahu lagi mau mengirim siapa untuk menjaga Jeffrey ketika kerja."
"Mama tenang saja. Jeffrey tidak akan seperti itu. Aku percaya dia setia padaku."
"Mama juga dulu pernah berpikir seperti itu. Hingga akhirnya Mama tahu sendiri dan ya... sudahlah. Mama mau pulang saja! Semakin pusing kalau Mama lama-lama memikirkan kalian!"
Joanna mengantar Jessica ke depan. Menaiki mobil yang dikendarai supirnya. Sebab wanita itu baru saja dari luar kota dan berniat mampir sebentar untuk memberikan buah tangan. Alias oleh-oleh untuk anak dan menantunya.
Ceklek...
Joanna mengunci pintu dari dalam. Lalu menaiki tangga dengan perasaan was-was. Apalagi setelah Jessica berbicara demikian dan mencurigai jika Jeffrey ada main belakang. Karena pria itu lembur hingga tengah malam.
Setelah tiba di kamar, Joanna langsung merebahkan badan. Menatap langit-langit kamar dan mengusap perutnya. Lalu menelisik ke belakang dan mengingat kisah cinta bersama suaminya.
Joanna ingat sekali, dia dulu yang pertama kali menyukai Jeffrey. Karena pria itu tampak berwibawa sekali. Pendiam namun pintar sekali. Hingga sanggup menggantikan Sandi yang telah meninggal pada dua tahun terakhir.
Ceklek...
Jeffrey agak terkejut ketika melihat istrinya yang ternyata masih bangun. Mengusap perut dan menatap depan tanpa sadar jika dirinya membuka pintu. Hingga suaranya membuyarkan lamunan wanita itu.
