1. 10 AMJoanna dan Jeffrey menatap pria asing yang sedang duduk di ruang makan. Menikmati sajian makan malam sederhana yang disiapkan oleh asisten rumah tangga di sana. Dengan wajah biasa saja seolah apa yang sedang dilakukan bukan sesuatu yang salah.
"Dia siapa, Ma?"
"Anak selingkuhan Papamu!"
Glek. Jeffrey menelan ludah. Lalu menatap lekat-lekat si saudara sekarang. Mereka saling tatap cukup lama. Sebelum akhirnya Jayden bangun dari kursi dan mengulurkan tangan.
"Hai! Aku Jayden! Kita hanya terpaut tujuh bulan. Jadi aku tidak perlu memanggilmu Kakak, kan?"
Jeffrey tidak bereaksi apa-apa, tidak juga membalas jabatan. Sebab masih shock dengan apa yang sedang dilihat. Mengingat dia belum pernah bertemu dengan si saudara. Hanya pernah mendengar beritanya saja. Sebab Sandi juga mewariskan separuh hartanya untuk Jayden juga.
"Ini istrimu? Aku Jayden!"
"Joanna."
Joanna mengantupkan kedua tangan ke depan wajah ketika Jayden ingin menyalami dirinya. Membuat pria itu hanya tersenyum saja. Agak malu tentu saja. Sebab kehadirannya di sana tampak tidak diinginkan oleh semua orang.
"Di mana kamarku? Aku mau istirahat sebelum mengambil warisanku."
Jayden meraih tas ransel warna hitam yang sebelumnya diletkkan di atas meja. Sebab dia memang tidak membawa banyak barang ke sana. Hanya iPad dan satu setel baju ganti saja. Sebab ponsel dan dompet sudah dikantongi pada jaketnya.
"Tidak! Aku tidak akan mengizinkanmu tidur di rumahku! Dasar benalu! Kau sama saja seperti Ibumu yang tidak tahu malu! Security! Usir dia dari rumahku!"
Dua security berbadan besar yang sudah mengawasi sejak tadi langsung membawa Jayden keluar rumah. Hingga melewati gerbang. Lalu menguncinya dari dalam. Agar pria itu tidak bisa masuk seperti sebelumnya.
"Kau lihat tadi? Dia akan merebut semua yang kau miliki! Apa yang harus kita lakukan agar dia tidak mendapatkan warisan yang Papamu beri untuk anak ini!?"
Joanna diam saja. Sebab ini adalah masalah internal keluarga. Dia sebagai orang baru tentu saja tidak ingin ikut campur juga.
"Aku tidak tahu. Tapi, Ma, kasihan dia. Bagaimanapun juga dia saudaraku, darah daging Papa. Dia juga berhak mendapat warisan dari Papa."
"Mama paham! Tapi tidak sebanyak itu juga! Kamu dan Mama hanya dapat masing-masing 25 persen! Berbeda dengan dia yang dapat 50 persen!"
"Ini karena ibunya sudah meninggal. Wajar kalau dia dapat bagian yang lebih besar."
"Itu artinya kamu mau turun jabatan? Kamu mau dia yang menggantikan kamu sekarang? Mama tidak rela! Mama tidak mau kalau sampai perusahaan collapse karena dipimpin oleh orang yang tidak tepat! Dia ini anak jalanan! Urakan! Lihat saja tampilannya yang seperti gelandangan!"
Jeffrey menarik nafas panjang. Lalu mengabaikan Jessica. Kemudian pamit pulang karena besok dia akan kerja. Sedangkan Joanna, juga sudah mengerjapkan mata karena mengantuk sekarang.
"Ayo kita pulang!"
Jeffrey menggandeng tangan istrinya. Lalu memasuki mobil yang ada di depan rumah. Mengemudi dengan pelan karena berniat membawa pulang Jayden juga.
Sebab Jeffrey juga tidak mungkin setega itu pada saudaranya. Mengingat mereka satu ayah meskipun tidak lahir di rahim yang sama. Namun tetap saja mereka saudara dan Jeffrey tidak mungkin diam saja ketika melihat Jayden menderita.
"Kamar tamu sudah bersih, kan? Aku mau menampung Jayden malam ini. Kasihan jika dia harus mencari penginapan selarut ini."
Joanna mengangguk singkat. Saat ini dia sudah menatap depan. Pada Jayden yang sedang melewati jalan gelap sendirian. Ditemani dengan cahaya dari layar ponselnya.
"Ayo naik! Malam ini tidur di rumahku!"
Jayden langsung menatap Jeffrey dan Joanna bergantian. Sebelum akhirnya masuk di kursi penumpang. Lalu mengucap terima kasih pada mereka.
"Santai saja. Kita saudara, sudah selayaknya kita saling bantu, kan? Soal Mama, nanti aku yang bantu mengurusnya. Kamu tenang saja."
Jayden mengangguk singkat. Dia juga mulai tersenyum lega. Sebab Jeffrey tidak seburuk yang dia bayangkan. Padahal, dia sudah menyiapkan diri jika pria itu akan ikut membencinya seperti Jessica.
6. 40 AM
Joanna, Jeffrey dan Jayden sedang sarapan. Mereka mengobrol ringan sembari bercerita banyak hal. Dari kehidupan Jayden yang selama ini tinggal di Amerika dan kehidupan Jeffrey yang cukup membosankan sebelum bertemu Joanna. Katanya.
"Aku tidak menyangka jika akan punya saudara komikus. Kamu keren sekali karena bisa menekuni hobby hingga bisa menghasilkan uang dari sini!"
Puji Jeffrey pada Jayden. Joanna juga ikut mengangguk singkat. Sebab dia sedikit takjub dengan Jayden yang ternyata memiliki banyak karya yang cukup terkenal. Bahkan, ada yang akan difilmkan.
"Kamu juga keren karena bisa menggantikan Papa. Kalau aku jadi kamu, pasti sudah stress duluan. Aku tidak suka belajar, itu sebabnya aku kabur dari rumah setelah Mamaku meninggal. Karena Papa terus memaksa agar aku belajar bisnis sepertimu juga. Tapi aku tidak tertarik karena lebih suka menggambar."
Jeffrey tersenyum saja. Dalam hati dia sedikit merasa lega. Sebab ternyata, Jayden tidak mengincar posisinya. Hanya harta warisan saja yang akan diminta, entah akan dipakai untuk apa.
Tidak lama kemudian mereka selesai sarapan. Joanna langsung merapikan meja makan. Dibantu Jayden tentu saja. Sedangkan Jeffrey, dia sedang menerima telepon di depan rumah entah dari siapa.
"Di sini tidak ada asisten rumah tangga? Rumah ini cukup besar jika harus kamu bersihkan sendirian. Kamu juga yang memasak sarapan. Sedang hamil pula. Apa Jeffrey tidak khawatir kamu kenapa-kenapa?"
"Ada, tapi orangnya tidak bisa menginap. Nanti jam delapan datang. Dia yang akan membersihkan rumah dan mengurus pakaian. Untuk memasak, memang aku yang lakukan setiap harinya. Karena aku suka, sama seperti kamu yang suka menggambar."
Jayden mengangguk paham. Lalu menatap Jeffrey yang baru saja mendekat sembari membawa wanita berambut panjang yang dikuncir bak ekor kuda. Parasnya juga begitu cantik dan sepertinya sedikit membuat Joanna merasa tidak nyaman. Agak cemburu mungkin saja.
"Ini sekretaris baruku, Jelita."
"Salam kenal, Bu Joanna. Saya sekretaris baru Pak Jeffrey yang menggantikan Bu Darla."
Joanna membalas jabatan tangan Jelita. Namun dengan perasaan janggal. Sebab dia baru ingat jika semalam sempat membaca pesan mesra yang wanita itu kirim pada suaminya. Menggunakan emot hati pula.
"Pesan yang kau kirim semalam maksudnya apa?"
Jelita langsung menarik tangan. Wajahnya tampak tegang. Dia juga langsung melirik Jeffrey yang berdiri di sampingnya. Seolah sedang meminta perlindungan. Membuat Joanna mulai berkaca-kaca dan mengepalkan kedua tangan.
Jelita :)
Tbc...