4/4

1.7K 138 113
                                    

Setelah mandi, Jeffrey tidak langsung tidur. Dia keluar kamar karena ingin minum. Namun ketika di dapur, dia melihat Jayden yang ternyata juga masih belum tidur.

"Belum tidur? Minum yuk!"

"Ini sedang minum!"

Jeffrey terkekeh pelan ketika Jayden mengangkat gelasnya. Sedangkan Jeffrey mulai menuju gudang yang ada di bawah tangga. Dia mengambil sebotol anggur merah yang disembunyikan di sana. Sebab Joanna memang melarang minum alkohol di rumah.

"Istrimu tahu? Dia terlihat seperti wanita yang taat agama. Salaman denganku saja enggan."

Jeffrey terkekeh pelan. Lalu mengambil dua gelas pada rak. Kemudian menuju ruang tengah dan menghidupkan televisi setelahnya.

"Aku sudah menyiapkan berkas-berkasnya. Mungkin dalam dua tiga hari kamu bisa langsung pakai uangnya. Tapi hanya sebagian, tidak semuanya. Karena aset yang Papa berikan banyak yang berupa saham."

Jayden mengangguk singkat. Lalu menerima gelas yang baru saja Jeffrey isi dengan anggur merah. Kemudian meminumnya sama seperti apa yang sedang Jeffrey lakukan.

"Terima kasih."

"My pleasure. Jadi, apa tujuanmu sekarang? Maksudnya, akan kau gunakan apa uang dari Papa?"

"Aku ingin membeli rumah dan peralatan yang lebih lengkap untuk menggambar."

"Itu saja?"

Jayden lagi-lagi hanya mengangguk saja. Sebab hanya itu tujuannya datang. Dia ingin memiliki rumah yang dapat dijadikan tempat pulang. Sekaligus alat yang lebih professional untuk menggambar.

"Aku bisa membuatkan agensi untukmu. Supaya bisa memiliki website sendiri untuk mendistribusikan karya-karyamu. Atau mungkin memporduksi film? Aku juga bisa membuatkan rumah produksi jika kamu mau."

Jayden terkejut ketika mendengar ucapan Jeffrey. Sebab dia tidak menyangka jika keluarganya sekaya ini. Hingga bisa membuat mimpi yang tidak pernah sekalipun berani dibayangkan mudah terwujud seperti ini.

"Ini serius?

"Iya. Beri tahu saja jika kamu tertarik. Untuk rumah, kamu mau yang seperti apa? Aku punya beberapa kenalan yang bisa mewujudkan rumah idamanmu dalam kurun waktu cepat dan akurat."

Perbincangan mereka berlanjut hingga jam empat pagi. Hingga keduanya sama-sama tertidur di sofa ruangan ini. Tanpa merasa dingin sama sekali. Mungkin karena efek wine yang diminum tadi.

Jeffrey cerita banyak hal tadi. Begitu pula dengan Jayden yang dengan setia mendengar tanpa menginterupsi. Apalagi ketika si kakak menceritakan kisah cintanya bersma Joanna yang nano-nano sekali.

Iya. Jeffrey cerita jika dulu Joanna yang menyukai dirinya terlebih dahulu. Menyatakan suka dan akhirnya mereka berpacaran selama dua tahun. Hingga akhirnya menikah setelah Sandi meninggal karena mengalami gagal ginjal akut.

Dulu, Jeffrey dan Joanna bertemu pertama kali pada acara perusahaan. Jeffrey juga sama sekali tidak tertarik pada awalnya. Karena wanita itu memang super biasa. Tidak terlaku cantik dan pintar, baginya.

Namun dia sangat penyabar dan pintar memasak. Tidak heran jika Jessica bisa langsung setuju tanpa banyak syarat. Apalagi Joanna juga sempat ikut merawat Sandi sebelum tiada. Sering membawa masakan yang dibuat dari kosannya. Padahal dia juga kerja.

Jadi siapa yang menembak? Aku jadi bingung.

Sebenearnya tidak ada. Aku bertemu Joanna di acara seminar pada perusahaan Papa. Kebetulan Joanna menjadi salah satu tamunya. Kita akhirnya sering bertemu sebab harus mengerjakan project yang sama. Karena suka memasak, dia sering membawa masakan dan dibagi ketika waktu makan tiba. Sejak saat itu kita mulai dekat. Apalagi ketika Mama datang dan pernah ikut makan masakannya juga. Karena project ini memang dikerjakan di ruanganku selama kurang lebih dua bulan. Bersama lima orang termasuk aku dan Joanna.

Lanjut-lanjut!

Nah, sejak saat itu Mama dekat dengan Joanna. Sering memintanya datang ke rumah juga. Mau tidak mau aku semakin sering bertemu dia juga. Di kantor dan di rumah. Saat itu masih ada Papa, jadi aku tidak sesibuk sekarang. Ketika aku mengantar Joanna pulang setelah mengajari Mama memasak, dia tiba-tiba saja mengatakan suka. Kalau tidak salah, itu tepat pada satu bulan setelah project kita tuntas. Karena aku juga merasa nyaman dengan dia, jadilah kita pacaran.

Kok bisa pacaran? padahal Joanna hanya mengatakan suka.

Hehehe, sebenarnya aku yang usulkan. Itu namanya nembak, ya?

Usulan yang bagaimana?

Aku juga. Bagaimana kalau kita pacaran?

Yah! Kalau seperti itu ya sama saja! Joanna memang yang mengaku suka duluan, tapi kamu yang ajak pacaran!

Perbincangan mereka ditutup dengan cerita Jayden yang mengeluh pusing kepala. Lalu tiba-tiba saja memejamkan mata. Disusul dengan Jeffrey setelahnya.

6. 30 AM

Hari ini hari minggu. Jeffrey jelas libur, itu sebabnya dia berani mabuk. Hingga akhirnya kena marah Joanna yang hidupnya memang sangat lurus.

Bahkan, ketika pacaran dua tahun saja dia tidak mau dicium. Membuat hubungan mereka merenggang dan hampir putus. Kalau saja Jessica tidak marah-marah dan meminta Jeffrey agar lekas menikahi Joanna sebelum ada yang merebut.

Mama tidak mau tahu! Cepat nikahi Joanna sebelum ada yang maju!

Bisa dibilang, Jeffrey menikahi Joanna juga atas dasar paksaan ibunya. Karena sebenarnya, dia tidak secinta itu pada Joanna. Hanya karena nyaman saja dia bertahan. Apalagi wanita itu cukup pendiam sama seperti dirinya. Sehingga sering terjadi kecanggungan diantara mereka.

"Sudah berapa kali aku bilang? Jangan mabuk-mabukan! Kamu mau jadi Ayah! Kamu mau memberi contoh yang buruk, ya?"

"Iya-iya, aku salah. Aku minta maaf. Sudah marahnya? Ada Jayden di sini. Kamu tidak malu apa?"

Jeffrey menjadikan Jayden sebagai tameng. Membuat istrinya langsung diam saat ini. Meskipun dalam hati masih ingin marah-marah pada si suami.

Setelah sarapan, Jeffrey dan Jayden tidur lagi. Hingga jam sebelas siang dan mereka langsung BBQan. Dengan perasaan senang, seolah lupa jika pagi tadi Joanna marah-marah pada mereka.

Namun kesenangan mereka harus tertunda karena Jelita tiba-tiba saja datang. Sebab ada rapat mendadak dengan klien luar. Sedangkan nomor telepon Jeffrey tidak bisa dihubungi karena tertinggal di kamar.

"Dasimu belum rapi!"

Pekik Joanna pada Jeffrey yang sedang berlari menuruni tangga sembari memakai jas. Sebab dia langsung berlari ke kamar setelah Jelita datang dan mengatakan maksud kedatangan.

Jelita yang sedang menunggu di depan langsung menoleh ke belakang setelah mendengar langkah kaki mendekat. Lalu memberikan iPad yang berisi materi pada Jeffrey yang sudah mengulurkan tangan. Berdiam diri sebentar guna mengatur nafas, sekaligus membaca beberapa poin penting yang ada di layar.

"Permisi, Pak."

Jelita membenarkan dasi Jeffrey yang memang belum terpasang rapi. Membuat Joanna yang melihat tentu saja sakit hati. Ingin menegur namun diurungkan karena Jayden memanggil.

Udah mulai panas?

Tbc..

THIRD WHEELS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang