Anggap Jeffrey bodoh karena dia hampir berpaling dari istrinya. Pada wanita muda yang seharusnya hanya dikasihani olehnya. Bukan diberi cinta juga.
Niat awal Jeffrey, sebenarnya hanya ingin membantu saja. Membantu meringankan biaya pengobatan kakak Jelita. Sekaligus meringankan beban kebutuhan sehari-hari mereka. Dengan harapan agar mereka tidak menuntut Joanna dan hanya akan mengurus hal ini secara kekeluargaan saja.
Namun lama kelamaan, timbul ras kagum juga. Pada Jelita yang memang di matanya cantik dan ceria. Mudah diajak bersenang-senang juga. Tidak seperti Joanna yang agak kolot karena lingkup pertemanannya tidak seluas dirinya.
Saat ini Jeffrey sedang berada di luar ruangan. Jessica dan Jayden baru saja masuk ke dalam. Menemani Joanna yang mengeluh lapar. Disuapi ibunya dan sesekali berbincang juga.
Apa tidak ada kesempatan lagi untukku?
Batin Jeffrey ketika melihat Joanna dari jendela. Menatap sedih istrinya yang memang tampak pucat karena masih mengalami pendarahan hingga sekarang. Sebab Jayden baru saja mengatakan jika Jeffrey harus sabar sebentar.
Karena Joanna memang masih lemah sebab masih mengeluarkan darah. Bahkan, saat ini dia masih memakai popok yang harus diganti setiap empat jam.
Jeffrey menyandarkan kepala pada jendela. Dia menatap Joanna dengan perasaan gundah. Sakit hati juga karena tidak diizinkan masuk seperti mereka.
Tidak lama kemudian Lucas datang. Dia yang akan berangkat kerja menyempatkan diri untuk memberikan ponsel pada Jeffrey sekarang. Ponsel baru yang dibeli semalam. Sebab sebelum berangkat dari LA, Jeffrey sempat meminjam ponsel orang yang menjemput dirinya.
"Di dalam sudah ada nomor saya dan nomor Jelita. Untuk pemulihan email dan yang lainnya bisa Bapak lakukan sendiri di konter terdekat."
"Terima kasih."
"Kalau begitu saya pamit."
Jeffrey mengangguk singkat. Lalu mengutak atik ponselnya. Memasukkan email hingga data-data yang ada di ponsel sebelumnya pulih sekarang.
5. 20 PM
Matahari hampir tenggelam, namun Joanna masih enggan mengizinkan Jeffrey masuk ke dalam. Membuat pria itu duduk mematung sendirian. Di ruang tunggu sembari melihati orang-orang yang berlalu-lalang.
Drttt...
Ponsel Jeffrey berdering. Tiba-tiba saja Jelita menelepon Jeffrey. Dia mengatakan jika sudah tiba di Indonesia lagi.
Sembari membawa barang-barang Jeffrey. Dia juga minta bertemu saat ini. Seolah tidak memiliki lelah karena baru saja menginjakkan kaki di negara ini.
"Baik, aku akan ke sana sekarang."
Jeffrey naik taksi menuju rumah Jelita. Rumah peninggalan orang tuanya yang rencananya akan dijual untuk pengobatan kakaknya. Namun tidak jadi karena ada Jeffrey yang membantunya.
Setengah jam kemduian Jeffrey tiba di rumah Jelita. Wanita itu sudah menunggu di teras. Tentu saja sendirian karena hanya dia yang tinggal di sana.
Greb...
Jelita tiba-tiba saja memeluk Jeffrey. Erat sekali. Sama seperti pelukan yang wanita itu berikan ketika akan berangkat ke LA pada beberapa hari kemarin.
"Aku tahu Pak Jeffrey tertarik padaku. Aku juga merasakan yang sama, Pak. Sekarang aku tidak memiliki siapa-siapa. Aku harap, Bapak tidak akan meninggalkanku juga."
Jeffrey membalas pelukan Jelita. Merasakan debaran jantung yang tidak secepat sebelumnya. Tidak seperti ketika Joanna yang menolak disentuh olehnya.
Jelita tersenyum sekarang. Dia juga memejamkan mata karena menikmati apa yang dirasakan sekarang. Merasa lega juga karena cintanya terbalas.