6/6

1.5K 153 126
                                    

Aku ngetiknya sambil ngantuk. Kalo ada typo tolong koreksi, yaaa!!!

Joanna baru saja tiba di kantor Jeffrey. Para karyawan yang melihatnya langsung menunduk dan menyapa. Bahkan, ada pula yang mengantar hingga lift yang ditumpangi naik ke lantai 11. Tempat ruangan Jeffrey berada.

"Bapak di dalam?"

"Iya, Bu. Tapi..."

Joanna langsung membuka pintu ruangan. Tidak lebar, hanya setengah. Lalu menutupnya lagi dan membalikkan badan. Langsung pergi tanpa menyapa si resepsionist yang sejak tadi menatap takut dirinya.

Sebab di dalam memang ada Jelita dan sepertinya, mereka sedang makan siang bersama seperti biasa. Sembari membahas pekerjaan ataupun yang lainnya. Namun yang jelas, si resepsionist juga pasti akan menaruh curiga ketika melihat kedekatan mereka.

Apalagi setelah melihat barang-barang branded yang Jelita kenakan dari ujung kaki hingga kepala. Tentu saja semua barang itu Jeffrey yang belikan, bukan? Mengingat Jelita bukan berasal dari keluarga berada dan sebelumnya hanya menjadi dosen honorer yang gajinya tidak seberapa.

"Taksi!"

Joanna langsung mamasuki taksi yang diberhentikan oleh security. Lalu menangis setelah menyebut tempat yang akan dituju saat ini. Tempat yang tidak mungkin bisa diketahui orang lain selain dirinya sendiri.

Harusnya kamu sadar diri! Tidak mungkin Jeffrey cukup dengan wanita yang biasa saja seperti dirimu ini!

Perlahan, Joanna menyeka air mata. Lalu mematikan ponselnya setelah mendapat pesan dan telepon dari suaminya. Mungkin dia baru saja diberi tahu oleh si resepsionist yang ada di depan ruangannya jika dia datang sebentar dan langsung pulang tanpa masuk ke dalam.

Iya. Joanna baru saja melihat pemandangan yang tidak mengenakkan di dalam. Dia melihat Jeffrey yang tengah menatap penuh binar kaki Jelita yang sedang mencoba heels baru di depannya. Tidak lupa dengan goodie bag lain yang ada di atas meja. Ada sekitar lima buah dan semuanya dari brand-brand ternama.

Jujur, Joanna benar-benar merasa iri sekali. Karena selama ini, Jeffrey tidak pernah membelikan barang-barang seperti apa yang diberikan pada Jelita tadi. Ah, sebenarnya Jeffrey pernah membelikan dirinya beberapa tas dan sepatu branded sekali. Sebagai seserahan pernikahan pada dua tahun terakhir.

Apa karena aku tidak secantik itu? Sampai-sampai aku tidak layak diberi semua itu?

Batin Joanna ketika air matanya luruh kembali. Dia benar-benar sakit hati. Apalagi setelah mengingat-ingat perlakuan Jeffrey yang menurutnya tidak semanis ketika memperlakukan si sekretaris.

6. 00 PM

Hari ini Jeffrey pulang cepat. Karena khawatir pada Joanna yang tidak kunjung mengangkat telepon sejak tadi siang. Membuatnya takut wanita itu kenapa-kenapa ketika naik taksi sendirian.

"Joanna di mana?"

"Kan sudah aku bilang belum pulang. Dia tidak bilang mau ke mana? Jangan-jangan ke rumah Mama Jessica."

Jeffrey langsung mendial nomor ibunya. Bertanya apakah Joanna berada di sana atau tidak. Namun sayang, bukannya mendapat jawaban, Jeffrey malah mendapat omelan. Karena Jessica jelas langsung menuduh dirinya telah macam-macam sampai Joanna kabur dari rumah.

"Tidak ada?"

Jeffrey menggeleng pelan. Lalu menatap Jayden yang kini beranjak dari ruang makan. Lalu keluar rumah dan berniat tanya pada tetangga dan security yang berjaga di depan pintu masuk perumahan.

11. 30 PM

Joanna baru saja membuka gerbang. Dia sengaja turun agak jauh dari rumah karena tidak ingin ketahuan ketika pulang. Sebab dia lelah dan sedang tidak ingin berdebat.

Awalnya Joanna ingin menginap di hotel saja. Namun hal itu diurungkan karena ingat jika besok pagi harus membuat sarapan. Karena makan malam memang sudah disiapkan oleh si asisten rumah tangga. Namun tidak dengan sarapan.

"DARI MANA SAJA KAMU, HAH!? PULANG TENGAH MALAM! PONSEL DIMATIKAN! APA KAMU TIDAK---"

"Kalau kamu saja boleh pulang tengah malam, lalu kenapa aku tidak?"

Jeffrey tertegun ketika mendengar jawaban Joanna. Saat ini dia sedang berdiri di depan rumah karena sejak tadi telah menunggu di teras. Dengan keadaan masih memakai pakaian kerja. Karena dia juga baru saja ke kantor polisi guna melaporkan jika istrinya hilang. Namun laporan itu tidak bisa diproses karena belum ada 24 jam.

"AKU KERJA! JANGAN KEKANAK-KANAKAN! KENAPA KAMU KE KANTOR DAN LANGSUNG PERGI? DI KANTOR AKU KERJA! TIDAK SEDANG MACAM-MACAM! JADI BERHENTI CURIGA TIDAK JELAS!"

"Fine, kalau begitu aku akan kerja. Supaya bisa bebas pulang malam tanpa dapat protesan juga."

"KAMU INI KENAPA, SIH!? KENAPA JADI SENSISTIF SEKALI AKHIR-AKHIR INI!?"

Joanna tidak menanggapi ucapan Jeffrey. Dia langsung mamasuki rumah dan pergi mandi. Lalu menonton televisi. Sendiri. Karena Jayden sudah masuk ke kamar dan Jeffrey juga sama. Karena mereka sempat berdebat lagi sebelum akhirnya Joanna keluar dari sana.

2. 10 AM

Jayden menuju dapur. Namun dia belok ke ruang tengah setelah mendengar suara televisi yang masih menyala. Di sana ada Joanna yang sedang tidur di atas sofa. Tanpa selimut apa-apa. Dengan keadaan lampu padam.

"Mereka pasti bertengkar lagi."

Komentar Jayden sembari memakaikan selimut pada Joanna. Selimut yang memang selalu disimpan di bawah meja. Bersama beberapa bantal juga.

Satu jam kemudian Jeffrey keluar kamar dan mencari keberadaan Joanna. Ketika di ruang tengah, dia terkejut ketika melihat Joanna yang tidur di atas sofa dan Jayden tidur di sampingnya. Duduk lesehan di depan sofa dengan kepala yang bersentuhan dengan kepala Joanna.

"Apa-apaan anak ini!?"

Jeffrey langsung mengangkat Joanna. Membawanya menuju kamar tanpa membangunkan adiknya. Sebab dia agak merasa cemburu ketika melihat posisi tidur mereka yang tidak wajar dan seperti orang pacaran.

6. 30 AM

Sarapan pagi ini berlangsung cukup mencekam. Karena Jeffrey dan Joanna sama-sama tidak mau bersuara. Kecuali Jayden bertanya.

"Aku sudah melihat tiga tempat kemarin. Aku juga sudah menentukan mana tempat paling pas yang akan kujadikan rumah nanti. Katanya, rumahku akan jadi dalam enam sampai 10 bulan lagi jika design sudah jadi dalam bulan ini. Jadi, aku berencana untuk menyewa apartemen di dekat sini. Supaya---"

"Tidak perlu menyewa apartemen. Tinggal saja di sini sampai rumahmu jadi. Kalau perlu, tinggal di sini saja selamanya. Supaya aku tidak kesepian kalau ditinggal kerja."

Jeffrey melirik Joanna tajam. Seolah tidak suka dengan apa yang baru saja istrinya ucapkan. Padahal, dulu dia yang mengusulkan agar Jayden tinggal di sana. Namun sekarang, dia justru bertingkah seolah tidak suka akan kehadiran adiknya.

Tbc...

THIRD WHEELS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang