17. Salah Paham Besar

156 15 3
                                    

***

Malam yang semakin larut tak menyurutkan mata segar Demas untuk memejamkan mata. Mata jernih itu sedang menerawang jauh. Entah apa yang sedang Demas rasakan tapi pemuda itu akhir-akhir ini memikirkan masa depan yang masih menjadi tanda tanya besar.

Tidak pernah sekalipun Demas memikirkan masa depannya akan seperti ini. Dia hanya melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa memikirkan masa depan. Tapi sejak kedatangan gadis yang sekarang tertidur di kamar Demas yang kini seolah sedang berlindung kepadanya dan membawa Demas sampai kepada titik ini.

Titik dimana Demas tidak pernah menyukai pemikiran yang tidak pasti seperti ini.

Argghhhh

Demas benci rasa jatuh cinta seperti ini. Dia benci perasaannya yang tidak berubah sedikitpun. Dan dia benci sikapnya yang satu ini, ketika Demas sudah mencintai sesuatu pantang baginya untuk beralih ke yang lain.
Hanya ada dua pilihan dalam kamus hidup seorang Ademas, berjuang atau mati. Terdengar hiperbola tapi itulah fakta dalam hidup seorang Ademas.

Berlarut-larut dalam pemikiran membuat Demas kembali sadar ketika guncangan kecil pada tubuhnya.

"Demas ... Woy bangun ... aelah kebo banget si, bangun Demas."

Demas mengernyitkan dahi, matanya yang mulai terbuka merasakan sedikit perih karena beradaptasi dengan cahaya ruangan.

"Bangun woy!."

Radit di depan wajah Demas, membuat pemuda itu sedikit terkejut. Lalu menarik bantal  dan melempar kepada Radit.

"Brengsek Lo, bangun tuh udah siang, pulang sana. Kasian Naira di rumah sendirian...."

"Radit ... ajak Demas sarapan kalau udah bangun." suara seorang perempuan, tak lain adalah ibu Radit.

"Demas gak butuh sarapan Bu, Demas butuhnya Cin... ehmmp"

Secepat kilat, Demas langsung menutup wajah Radit dengan sarung, dan menindih pemuda itu dari belakang. Terjadi aksi perang bantal dan saling tindih menindih setiap kali Radit berteriak begitu juga sebaliknya.

"Ibu Dema..."

"Jangan perca ..."

Gedebuk

Brakkk

"Demas Radit, sarapannya di meja yaaa... Yang semur jengkol di mangkok jago jangan dimakan itu punya Bapak, makan aja yang di baskom ya..."

"Iya Bu, Bu Radit Nakal... Aughh"

"Bu Demas sekarang jadi cowok sad... Arrghh sakit bego"

Seperginya ibu Radit keduanya masih melanjutkan kejailan satu sama lain, yang berhasil membuat kamar Radit yang sempit menjadi berantakan dan penuh kapuk banyak yang berterbangan.

Haacihh

Haacihh

Keduanya bersin, sadar bahwa kamarnya sudah menjadi kapal pecah Radit dan Demas keluar dengan hidung merah sambil bersin-bersin yang terus berlanjut.

"Wahh kamar gue Demas, parah Lo ... Hacihhh"

"Haacihh, kok gue si. Tutup pintunya." Radit langsung menuruti perintah Demas, agar serat serat kapuk itu tidak menyebar.

Keduanya masih bersin-bersin, Demas yang tidak tahan berlari kearah kamar mandi. Dan langsung mengguyur wajahnya dengan air. Rasa gatal yang tak kunjung hilang membuat Demas menenggelamkan kepalanya dalam bak mandi.

Dan berhasil, wajahnya yang basah sekaligus kepalanya membuat rasa gatal dan bersin bersin itu perlahan menghilang. Demas keluar dari kamar mandi melihat Radit juga sudah basah kuyup seperti Demas yang entah dimana pemuda itu mengguyur wajahnya, sedang duduk sambil memegang piring dengan segunung nasi beserta sayur dan lauk pauk.

Nice To Meet You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang