28. Menawar Luka

103 7 2
                                    

Naira sudah sampai di tempat perjanjian, Swedish Cafe. Naira yang merasa bingung karena tak kunjung menemukan seseorang yang sudah membuatnya datang kemari akhirnya masuk ke dalam Cafe sembari menelusuri semua wajah yang ada disana. Barangkali Ia menemukan orang tersebut. Beberapa kali Ia mengecek alamat yang ada di pesan tersebut, takut jika Naira salah tempat.

"Kak Naira Adelaine?"

Naira yang merasa terpanggil menoleh kebelakang, kepada orang yang berseragam maid Cafe tersebut. Senyum perempuan dihadapannya membuat Naira menciut karena merasa asing dengan wajah yang seakan sudah tahu Naira.

"Iya."

"Mejanya ada diatas, mari saya antar."

Naira tersenyum kaku ketika maid tesebut menuntun Naira untuk mengikuti langkahnya menuju lantai dua Cafe tersebut.

Disana sepi, tatanan meja dengan konsep yang berbeda dari yang ada di lantai bawah. Seolah konsep yang di usung adalah privasi, meja yang bersekat-sekat dengan sofa mewah menambah penjelasan bahwa lantai dua Cafe ini adalah untuk tamu khusus.

"Disini ya kak, silakan duduk, mohon untuk menunggu pemesan tempat datang."

Lagi-lagi Naira hanya mampu mengangguk.

Setelah mulai bosan dengan mengamati dekorasi ruangan lantai dua ini, Naira mengecek ponselnya yang berada di sling bagnya. Dan Naira melenguh kesal sebab ponsel yang sejak tadi dibawanya rupanya telah kehilangan daya. Tiga puluh menit telah berlalu dan orang yang Naira tunggu-tunggu belum juga muncul, alhasil rasa kantuk Naira datang membuat gadis itu yang sudah tidak kuat lagi menyanggah kepala dengan sengaja menggeletakannya di atas meja.

"Nai? Naira" suara berat namun terdengar lembut itu membuat mata Naira yang mulai terlelap teranggu.

Pandangan Naira yang buram itu masih belum menangkap sosok yang ada didepannya. Sampai mata gadis itu benar-benar terbuka secara bersamaan dilihatnya pemuda yang hampir seminggu ini tak ditemuinya.

"Demas?"

Naira langsung mendongak, kaget dengan pemandangan di hadapannya.

Sedangkan Demas sendiri tersenyum lebar, penuh antusias. Binar mata pemuda itu nampak jelas, Demas beranjak untuk mengambil tempat duduk dihadapan Naira.

Naira yang merasa aneh beberapa kali mengerjap, bahkan gadis itu sesekali mengusap matanya gusar. Takut dirinya salah melihat.

"Mau makan apa?"

"Demas kok disini?" tanya Naira, mengabaikan pertanyaan Demas sebelumnya.

"Lah iya emang gue disini, emang kenapa?"

"Engga maksud gue..." Naira tidak mampu melanjutkan ucapannya.

Demas yang semula merasa menang kini kembali gelisah ketika melihat wajah Naira yang terlihat kecewa.
Sedikit goresan kembali mengenai lubuk hati Demas. Sudah pasti gadis itu akan bersikap seperti ini, Naira pasti kecewa karena yang datang bukan Niko melainkan dirinya.

Naira jauh-jauh dari rumah Shalimar datang ke tempat ini pasti membawa harapan banyak tapi sorot mata itu kini membuat Demas merasa bersalah karena telah menghancurkan harapan Naira.

Alasan gadis itu tidak melanjutkan kalimatnya karena Naira pasti merasa sungkan dengan Demas. Entah bagaimana pemuda itu menemukan Naira, firasat gadis itu merasakan sesuatu telah terjadi. Dan Naira tidak siap untuk mendengar dan melihat apa yang sudah terjadi itu.

"Nai?"

"Hmm?"

Gadis itu mendongak menatap wajah Demas yang jika diperhatikan lebih seksama Demas berpeluh dan nafasnya seperti sedang meredam detak jantung yang memburu.

Nice To Meet You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang