Kemarin, saat matahari belum muncul tanda-tanda untuk menampakkan diri Demas terbangun, suara deras air di luar rumah membawa hawa dingin sampai sofa yang ditiduri pemuda itu.
Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul 04.03 membuat Demas beranjak. Namun gerakan pemuda itu terhenti sebab Demas dikejutkan dengan keberadaan Shalimar yang sudah duduk di Sofa seberang Demas.
"Bun?"
"Ibun gak bisa tidur, makanya kesini nemenin kamu." ucap Shalimar, tanpa melihat wajah Demas dan fokus membaca sebuah buku.
"Di luar hujan bun?"
"Iya, deres banget, kenapa emang Dewa?" tanya Shalimar balik.
Demas yang masih mengantuk menoleh, melihat wajah Shalimar dengan bingung, tidak paham maksud Shalimar.
"Hah?"
"Kenapa emang kalau di luar hujan?"
tegas Shalimar dengan nada yang agak dipanjangkan."Oh itu, Dewa mau pulang, besok ada jadwal bimbingan."
"Kan nanti siang atau sore bisa nunggu hujan reda."
Demas menggaruk kepalanya, dengan wajah malas Demas masih mencoba untuk sadar dari rasa kantuknya. Sambil berfikir alasan apa yang hendak dia gunakan Demas hanya membalas kalimat Shalimar dengan gumaman saja.
Tak lama, suara adzan dari masjid dekat rumah berkumandang. Di luar hujan masih turun meski tidak sederas tadi. Demas yang kembali beranjak dari sofa. Menyusul Shalimar ke belakang.
"Bun pinjam payung, Dewa mau subuhan ke Masjid."
"Ganti baju kalau ke Masjid, jangan pake kaos begitu pake baju Koko atau gak baju sopan yang lengan panjang celana juga jangan jeans." perintah Shalimar.
"Iya, dimana bajunya?" patuh Demas.
"Orang dirumah sendiri juga, ya di kamar kamu lah."
Demas tertawa jahil ketika mendengar nada bicara Shalimar yang mulai kesal, sebenarnya Ia tahu tapi entah kenapa mulutnya gatal untuk menanyakan hal sepele itu kepada wanita yang menjadi ibunya itu.
Shalimar mengambil payung yang diletakkannya di atas lemari perkakas dapur. Melihat punggung bergetar Demas yang menertawainya wanita parubaya itu tersenyum lebar. Ada perasaaan hangat menjalar ke hatinya ketika melihat senyum dan tawa pemuda itu yang jarang sekali dilihatnya.
Rupanya pemuda itu tumbuh dengan baik sesuai janjinya kepada Shalimar. Keputusan Shalimar untuk kembali ke rumah ini adalah tepat, meski harus mengorbankan Demasnya yang malang selama empat tahun tinggal sendirian untuk menempuh pendidikan.
"Baju ini gimana? bagus gak?"
Shalimar yang melamun sedikit terkejut ketika Demas sudah ada di hadapannya dengan Koko biru muda lengan panjang dan sarung kotak-kotak hitam.
"Nah itu bagus, ya udah gih berangkat keburu iqomah, ini payungnya, eh jangan lupa nanti kalau ketemu mang ijun nanti siang kalo ujan udah reda suruh ke rumah ya benerin genteng, teras belakang, sama teh Isti suruh ikut mau Ibun suruh dia bantuin bikin pesenan kue"
"Ya."
jawab Demas singkat sambil mencebikan mulutnya pemuda itu melangkahkan kaki keluar rumah, tidak lupa sambil memegang payung satu tangan Demas yang lain mengangkat sarung agar tidak terkena becekan air menuju Masjid.
"Gak sopan, Ibunya ngomong panjang lebar malah jawabnya kaya gitu."
Dihalaman menuju jalan, Demas tertawa ketika telinganya masih jelas mendengar ucapan kesal Shalimar yang memprotes sikap Demas.
Shalimar yang melihat pemandangan itu menggelengkan kepalanya heran, sebelum dirinya juga bergegas mengambil wudhu dan menunaikan ibadah wajib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice To Meet You (END)
أدب المراهقينKetua BEM yang kembali dipertemukan dengan mantan crush dengan segala permasalahannya. Naira Adelaine, gadis cantik yang harus mengalami nasib malang. Begitu juga dengan keluarga, tak ada dukungan ataupun belaskasih, Naira harus menerima kenyataan...