25. Alasan Naira Disana

120 10 5
                                    

Naira merasa ada yag berbeda dari sikap Demas, terdengar dari suara pemuda itu yang terkesan menghindarinya. Dari balik telfon Naira menatap semu layar ponsel yang sedikit dijauhkan dari telinganya, seakan itu wajah lesu Demas yang enggan berbicara.

" Iya Demas."

Tak lama suara panggilan itu terputus, layar yang menampilkan Poto profil manis Demas dengan atribut kampusnya mendadak hilang dan ponsel Naira menghitam.

Naira yang merasakan kehampaan setelah mendengar suara Demas suasana hatinya juga ikut berubah. Yang semula gadis itu ceria berubah menjadi tertunduk lesu. Dengan langkah gontai gadis itu berjalan menuju sofa yang terletak di teras belakang, menatap ke arah halaman.

Di dapur terdengar suara kekehan dari dua orang yang sedang berbincang-bincang membuat Naira terperanjat dari lamunannya, suasana yang semula sepi menarik perhatian gadis itu dan Ia penasaran sekaligus was was membuatnya tak berani bergerak.

Demas bilang Shalimar itu tinggal sendirian, tapi kali ini ada suara orang laik selain Shalimar. Itulah yang membuat Naira mulai sedikit khawatir, Gadis itu dilema harus bagaimana dirinya dan entah harus bersembunyi atau menampakkan diri kepada orang asing itu.

"Bahannya udah lengkap semua Bu?"

"Udah itu tinggal kamu adonin aja, oh iya kalau kurang ambil disana ya"

Dari arah dapur keluar sosok keibuan yang beberapa jam lalu sangat memperdulikan Naira yang menyedihkan ini. Shalimar yang selalu ramah kepada Naira membuat gadis itu berpikir bahwa wanita itu adalah sosok kuat yang telah menerima segala takdir hidupnya hingga mampu membuat Shalimar tersenyum ceria dan tulus kepada siapa saja. Termasuk Naira yang baru pertama kali ditemuinya terlebih dengan keadaan Naira yang seperti ini.

Melihat Shalimar, Naira ingin menggambarkan sosok ibu kandungnya seperti wanita itu.

Sejauh ini kasih sayang yang diberikan kedua orangtuanya belum sepenuhnya menggambarkan sosok ayah dan ibu yang sesungguhnya untuk Naira. Orang tua Naira masih lengkap tapi Naira tidak pernah merasakan kasih sayang yang selayaknya Naira dapatkan seperti teman sebayanya dahulu. Sejak lama Naira merasa bahwa mereka bukan yang melahirkan gadis itu. Bahkan sejak Naira kecil gadis itu sudah memahami situasinya hanya saja semua rasa janggal itu membuat Naira tetap diam. Sampai satu hari yang sudah Naira takutkan sejak dulu terjadi.

Orang tua mana yang tidak mencari dan khawatir dengan anaknya jika sudah lebih dari empat puluh delapan jam tidak kembali ke rumah. Bahkan hingga sekarangpun Naira tidak merasa dirinya dicari-cari keberadaannya.

Semua pertanyaan yang dulu sempat singgah di kepala gadis itu kini semua terjawab dengan runtut ketika melihat senyum tulus Shalimar kala berbicara melalui telpon seluler yang Naira tahu orang yang diseberang telfon adalah Demas. Jatuh lagi air mata Naira untuk kesekian kalinya.

Jauh ditempat Naira berada, Demas mengeram kesal. Ada rasa penyesalan ketika mendengar suara Naira yang kecewa. Kini dirinya harus berpura-pura terdengar baik-baik saja oleh pendengaran Shalimar agar wanita itu tidak akan mengkhawatirkan keadaan Demas, yang setengah sekarat ini.

Demas memejamkan mata, menutupi dahinya dengan lengan kiri yang terasa pegal sejak tadi memegang ponselnya agar tetap didekat telinga.

Dibiarkannya gelap malam memasuki ruangan Demas, pemuda itu sama sekali tak ada niatan untuk menghidupkan lampu di kamarnya setelah berjam-jam dalam posisi yang sama. Sakitnya yang semakin menjadi membuat Demas tak lagi mampu bergerak meski dirinya masih sepenuhnya sadar.

"Demas, makan."

Sinar lampu yang sengaja dihidupkan membuat pemuda itu mengerutkan dahi, terasa silau dan perih meski mata Demas masih terpejam dengan rapat.

Didengarnya suara yang tak lagi asing itu membuat Demas sedikit melirik ke arah pintu masuk kamarnya. Disana berdiri seorang Radit yang menyandar pada pinggir pintu menatap Demas dengan tatapan mengasihani.

"Nih makan, udah gue bawain bubur ayam sama sate ati sate puyuh."

"Udah gak marah sama gue?"

Radit berdecak kesal, tak habis pikir dengan Demas yang dalam keadaan seperti ini masih sempat-sempatnya menanyakan hal bodoh tersebut. Bukannya peduli dengan kondisinya sendiri Demas justru penasaran dengan sikap Radit yang sudah kembali seperti semula.

"Ini disuruh Dara ya Dem, tadi dia berisik banget nyuruh gue ngeliat keadaan Lo, dia bilang Lo keliatan sakit. Kalau bukan karena Dara gue ogah dateng lagi ke kontrakan sialan ini. Acara penting tinggal berapa hari lagi nih jangan sampe Lo yang selalu cerewet ngingetin buat gak sakit pas hari H, tapi Lo sendiri nanti yang bakal tumbang sebelum hari H."

Demas malah terkekeh, melihat jawaban Radit. Sahabatnya sudah kembali seperti sedia kala. Entah itu perintah Dara sungguhan atau hanya dalih Radit saja Demas tidak perduli. Ia hanya perduli dengan sikap Radit yang blak-blakan seperti ini.

"Yee mulai gila ni anak, malah ketawa di bilangin. Buruan gih makan keburu dingin, gak ada obat kan Lo gue keluar bentar."

***

Naira sejak tadi tidak beranjak dari kursinya. Gadis itu sibuk memilah kue yang layak untuk dikemas juga menata bolu untuk siap dipacking. Senyum Shalimar tidak luput dari wajah bahagia Naira. Shalimar merasa keputusannya beberapa jam yang lalu adalah tepat.

Melihat Naira yang nampak murung serta mata gadis itu yang penuh ketakutan membuat Shalimar tidak tega jika membuatnya merasa harus terus bersembunyi karena keadaannya.

"Biarlah, ada baiknya juga jika Naira tidak harus bersembunyi terus, kasihan juga kalau merasa was-was terus-terusan." batin Shalimar, ketika mengajak Naira untuk ikut membantunya menyelesaikan pekerjaan membuat roti dan kue bersama Isti asisten Shalimar.

"Udah selesai Nai?"

Gadis itu mendongak masih dengan senyum bahagianya Ia menatap Shalimar penuh binar yang baru saja masuk ke dapur membawa paper bag dan kotak hias untuk pengemasan.

"Belum semua Tante, sebentar lagi."

"Oke, gak papa" ucap Shalimar.

Setelah itu Naira kembali fokus kepada pekerjaannya, mengolesi bolu dengan margarin dan mesis.

Kali ini Shalimar beralih menatap Isti, perempuan yang sudah dipercayainya untuk membantu mengurusi bisnis kue ini selama dua tahun belakangan.

Sejak tadi, jika diperhatikan Naira dan Isti cepat akrab, mereka sudah mengobrol banyak. Shalimar lega karena Isti orang yang mudah menjaga kepercayaan maka setelah Shalimar menjelaskan sedikit detail soal Naira perempuan itu langsung memberi jaminan kepada dirinya untuk tidak membuka mulut kepada siapa-siapa. Bahkan Isti juga diberitahu bagaimana keadaan Naira berharap perempuan itu bisa memperlakukan Naira dengan hati-hati.

Usai urusan dapur selesai dan setelah menghabiskan beberapa potong kue yang Shalimar tawarkan Naira kini sudah kembali ke ruangan dimana dirinya bisa merebahkan tubuhnya yang sudah mulai berat.

Moodnya hari ini benar-benar membuat gadis itu banyak berfikir positif, terlepas dari sikap Demas kepadanya belakangan ini, Naira merasa baik-baik saja bahkan setelah interaksinya dengan Shalimar dan Isti gadis itu merasa sangat senang karena teralihkan oleh kegiatan mengurusi kue.

Mata Naira yang mulai terpejam harus dikejutkan dengan getaran dari ponsel yang diletakkannya di dekat kepala. Dengan gerakan malas gadis itu membuka satu pesan yang berhasil masuk ke aplikasi perpesanan ponsel Naira.

+628590xxxxxx

Besok kita bisa ketemu? Di Swedish Cafe jam 10.00 aku tunggu."

***

Hallo guys maaf update telat, karena satu hal lainnya akhirnya hari ini update juga.

Terimakasih atas kunjungan kalian di part ini, jangan lupa Vote dan Commentnya atau share ke temen-temen lainnya juga boleh.

Nice To Meet You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang