34. Duel

114 9 4
                                    

Suasana kampus malam ini ramai dan terang, mengingat besok akan ada acara besar maka dari itu beberapa kendaraan lalu lalang masuk ke wilayah kampus.

Demas yang baru saja memasuki kawasan kampus dibuat takjub dengan tatanan lampu-lampu bohlam yang tertata rapih digantung tepat di atas kursi-kursi untuk para undangan didepan panggung, entah itu ide siapa yang menambahkan aksesoris lampu-lampu tapi cukup menarik dan terkesan aestetik.

Demas menyusuri lorong menuju ruang sekretariat, pemuda itu tidak tahu rapat sudah selesai tanpa dirinya atau belum dimulai sama sekali. Sesampainya disana Ia melihat anak-anak panitia sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dan mata Demas menjadi panas ketika melihat Niko sedang asyik memainkan alat musik sambil bernyanyi dengan yang lainnya.

"Demas?!"

Semua mata tertuju pada Demas yang menarik kerah Niko dengan kencang sampai membuat pemuda itu limbung, bagai dejavu Niko kembali melihat mata penuh amarah Demas lagi untuk kedua kalinya.

"Ikut gue."

Keduanya menjadi pusat perhatian, Radit yang merasa suasana mencekam langsung sigap mengikutinya dan melarang yang lain untuk menambah suasana menjadi gaduh untuk tetap berada di ruangan.

Demas sekuat tenaga mencekeram kerah Niko susah payah menyeret pemuda itu untuk dibawa ke tempat yang lebih senyap.

"Demas maksud Lo apaan!?"

Niko yang tak diam begitu saja berhasil lepas dari Demas dan memprotes atas perlakuan yang menurutnya tidak menyenangkan.

"Lo bilang apa sama Naira  kemarin?!"

"Bilang apa maksudnya Dem, gue gak ngerti. Eh gue udah turutin apa mau lo ya Dem jangan sok pahlawan, Lo pikir gue gak berani ngancem juga."

Demas menatap sinis Niko, "Ya Lo bilang apa ke Naira kemarin sampe buat dia kepikiran gitu, dia gak mungkin sakit kalau gak ada pikiran."

"Gue bilang gue minta maaf dan mau tanggung jawab udah itu aja, dan asal Lo tahu ya Dem, Naira masih belum menyetujui niatan gue buat bertanggung jawab, Lo mau tahu apa katanya 'aku gak tau harus gimana, dan belum bisa jawab sekarang karena ada hal lain yang harus aku selesaikan' dan gue tahu maksud Naira yang harus di selesaikan itu sama Lo kan?!"

Emosi Demas terasa memuncak, tanpa sadar tangannya mengepal kuat seolah bersiap untuk dilayangkan.

"Gue gak tahu hubungan kalian udah sejauh mana dan bahkan udah ngapain aja, tapi yang jelas gue gak ngomong apa-apa sama Naira, karena gue juga masih nunggu jawaban dari Naira dan sekarang masalahnya ada di kalian, terutama lo dan obsesi lo itu Demas yang ganggu Naira dan Lo itu sebenarnya yang brengsek. Duri."

Bugh

Satu pukulan mendarat di wajah Niko yang dengan beraninya di akhir kalimat tersenyum menyeringai mengejek Demas.

Bugh

Balasan dari Niko juga memperparah keadaan membuat keduanya saling melempar pukulan satu sama lain, Radit yang melihat itu langsung berlari kearah mereka dan berusaha memisahkan keduanya.

"Pikiran gue gak sejorok Lo Niko, harusnya Lo yang ngaca kalo gue brengsek Lo harus dipanggil apa? Banci?"

"WOYY BANTUIN WOY, Ada yang berantem!!" teriak Radit yang kalap tak bisa menangani keduanya sendirian.

Langsung saja mereka berdatangan membantu memisahkan keduanya yang sudah melupakan hari esok. Susah payah mereka memisahkan secara bergerombolan karena keduanya dikuasai emosional yang tinggi.

***

Naira sedikit kecewa ketika bangun tidak menemukan Demas di pandangan matanya. Padahal dalam mimpi indah gadis itu bersama pemuda itu mengitari taman bunga nan indah.

"Demas?"

"Demas pulang ke kostan Nai ada kegiatan di kampus, kenapa? ada yang mau kamu tanyain atau apa?"

"Engga Bun, cuma...."

"Selamat pagi Bu Naira, ini sarapannya, jangan lupa dihabiskan ya."

Kalimat Naira tidak selesai, kedatangan suster tersebut membuat pecah fokus Shalimar yang tak lagi penasaran soal Naira yang mencari-cari anaknya.

"Terimakasih suster, yuk makan Nai."

Naira tidak bisa menolak bujukan Shalimar, dan mau tidak mau menerima suapan demi suapan yang Shalimar berikan.

"Oh iya tadi nyariin Demas mau Ibun telfonin?"

"Engga usah Bun, gak papa Naira cuma ...."

"Cuma kangen."
Celetukan Shalimar membuat Naira kelabakan merasa salah menjawab.

"engga emm bukan gitu cuma nanya aja tadi Naira pikir ini masih hari kemarin."

Shalimar terkekeh melihat Naira tersipu dengan pipi merona gadis itu berusaha menjelaskan dengan salah tingkah.

"Iya iya Ibun cuma bercanda, gak jadi ditelfonin. Kamu tidur hampir lima belas jam Nai."

"Hah?"

Naira terkejut, tak menyangka akan selama itu tidak sadarkan diri. Padahal Naira hanya merasa kram seperti biasa, dan biasanya tidak akan sampai separah ini.

"Udah kamu jangan mikir yang aneh-aneh fokus sama kesehatan kamu dan istirahat yang cukup."

Dalam anggukannya, Naira tidak benar-benar menuruti perintah Shalimar nyatanya pikiran itu jauh melayang pergi ke tempat dimana tubuh Demas berada.

Jauh dari tempat Naira, Demas sedang berada di sebuah ruangan yang cukup jauh dari ruang sekretariat, ditemani Radit dan Dara pemuda itu sedang menyengir kesakitan karena memar dan lukanya telah handuk hangat.

"Aw, pelan-pelan dit."

"Iya ini pelan kali, lagian Lo ngapain si pake adu jotos sama Niko sok hebat banget Lo Dem."

"Emosi."

"Emosi mulu yang Lo gedein, gedein tu badan kek, rumah kek, harapan kek atau apa gitu, gak ada untung banget." Radit mulai mengomel mode on.

Demas yang mendengar ucapan Radit, hanya mengedikan bahu acuh sembari fokus dengan luka dan lebamnya yang semakin membiru. Sedangkan Data sibuk mengoles salep pendingin luka di tangan Demas yang tidak sengaja terluka akibat salah memukul kaca saat Niko berusaha menghindar.

"Gue gak tau masalah kalian apa tapi kita anak panita udah sepakat untuk gak bahas ini dimanapun sampe besok acara selesai bahkan setelah acara selesai kalo kalian udah feeling better masalah ini akan disimpan rapat-rapat, gimana?"

Demas menelan saliva, disadarkan oleh kenyataan kini pemuda itu seolah baru merasakan penyesalan. Entah itu menyesal karena telah memukul Niko terlebih dahulu atau menyesal karena membiarkan Niko bisa berdiri dan sewaktu-waktu akan menampakkan wajahnya lagi di depan Demas.

"Demas?!" suara Dara agak meninggi, melihat Demas yang tak kunjung merespon.

"Yaa gimana baiknya kalian aja."

Suasana tegang ketiganya selesai dengan Demas yang pergi beranjak keluar ruangan meninggalkan Dara dan Radit yang menatap Demas tidak percaya.

"Demas makin kesini makin kesana  gue bingung banget sama tu orang Dar."

"Apalagi gue, tau ah gak ngerti sama mereka."

Pasti ini soal Naira Naira dan Naira

Gumam Radit dalam hati sembari membereskan meja dan kursi yang mereka gunakan, dan menyusul Dara yang ikut-ikutan pergi tanpa aba-aba.

***

Hallo semua, Demas Naira update lagi, maafkan author yang Mageran ini. Sembari nunggu cerita ini selesai kalian boleh ikutin cerita author yang lain.

Dan terimakasih banyak buat yang udah baca dan vote comment atau share, sehat-sehat kalian semua dimanapun berada.

Selamat menjalanka ibadah puasa bagi yang menjalankan,

See you next chapter

Nice To Meet You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang