Rio mengumpat saat jalanan macet padahal tinggal beberapa ratus meter lagi dia sampai di toko perhiasannnya. Ia melongokkan kepala dari jendela dan melihat kerumunan massa dan beberapa petugas kepolisian yang mengatur lalu lintas. Ada juga sebuah ambulan di depan gedung. Perasaan Rio sudah tak karuan.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Rio kepada salah satu petugas yang lewat.
"Oh, ada perampokan di toko perhiasan-"
Tanpa mendengar kelanjutan ucapan dari petugas kepolisian itu, Rio langsung keluar dari mobil dan berlari menuju ke toko perhiasan. Ia tak mempedulikan teriakan para petugas yang melarangnya mendekat. Di otaknya kini hanya terfikir Ify, ia meninggalkan gadis itu begitu saja dengan tidak bertanggung jawab.
Rio semakin dekat, deretan polisi bersenjata yang memblokade jalan keluar semakin membuat Rio sesak napas. Ia melayangkan pandangan ke sekitar, mencoba mencari eksistensi Ify, berharap gadis itu sudah ada di luar dan tidak termasuk sebagai sandera di dalam sana.
"Tolong jangan terlalu dekat, Mas! Perampoknya membawa senjata api."
Rio semakin kalut. Seluruh tubuhnya gemetar dengan hebat. Keringat dingin pun mulai menetes.
Ini salahku, ini salahku.
Kalimat berulang terus bergema di otak Rio.
Kalau saja aku tidak meninggalkan Ify begitu saja.
Tidak!
Kalau saja ia tidak mengajak Ify untuk pergi ke sini.
Semua pengandaian yang tak bisa memutar waktu. Kini, Rio hanya mencoba mengais oksigen yang terasa semakin menipis.
"Tolong, saya harus masuk!" Rio dengan sekuat tenaga mencoba bernegoisasi dengan petugas.
"Tidak bisa, Pak! Di dalam sangat berbahaya."
"Tapi di dalam ada orang yang saya kenal, Pak!"
"Tidak bisa, Pak! Mohon Bapak tung--"
DORR!
Suara tembakan dari dalam membuat seluruh tulang Rio seolah tak lagi berfungsi. Tubuhnya ambruk begitu saja di pinggir jalan dengan tangis yang mulai merebak. Laki-laki itu menangis dalam diam sembari menepuk-nepuk dadanya yang sesak.
Tuhan, Tolong! Jangan biarkan aku kehilangan lagi.
Doa dan penghakiman untuk diri sendiri Rio lakukan sepanjang waktu. Ia tak lagi mempedulikan keributan dimana para petugas menjalankan strategi awal untuk meringkus sang perampok.
DORR!!
Rio menutup telinga. Ia menangis sesenggukan layaknya anak kecil. Beberapa orang melihatnya kasihan, berpikir mungkin sang istri yang ada di dalam sana. Tak sampai tiga puluh menit, sang perampok itu kini sudah digiring menuju ke mobil polisi dengan kedua tangan diborgol dan kaki pincang karena ditembak oleh petugas.
Memastikan suasana aman, para petugas medis kemudian bergegas masuk membawa tandu. Rio menguatkan kakinya untuk berdiri, menatap pintu keluar dimana tak lama kemudian petugas medis keluar dengan seseorang di tandu. Darah menetes ke lantai, Rio menatap wajah sang korban dan menghembuskan napas panjang.
Bukan Ify.
Rio baru saja ingin mengucap syukur tapi satu tandu lagi keluar dan wajah familiar tertangkap retinanya. Terlihat petugas medis menutup bahu yang terus mengucurkan darah sementara yang terluka sudah tak sadarkan diri.
Rio memaksa diri mendekat dan menyusul ke ambulans.
"Tolong minggir, Pak! Jangan menghalangi kami." Petugas medis mencoba mengusir Rio yang memaksa masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Mama! ✔️
RomancePART LENGKAP SAMPAI END, TAPI .... (EPILOG DAN EXTRA PART DI GOODNOVEL DAN INNOVEL) Ify pikir, dilecehkan dan dipecat dari pekerjaan adalah kesialan terakhirnya hari itu, namun nyatanya semesta masih menguji kesabaran Ify dengan mendatangkan balita...