17. Pertemuan tak disengaja

6K 606 7
                                    

Ify dan Sivia turun dari gocar tepat di depan pintu utama Tunjungan Plaza. Cuaca masih sangat panas meski sudah pukul tiga sore. Tak ingin membuang waktu, keduanya dengan cepat masuk ke dalam mall dan menghela napas lega saat rasa sejuk merasuk kulit.

"Mau beli apaan buat kado?" tanya Ify setelah beberapa saat mereka berjalan.

"Belum kepikiran juga, lo ada saran?"

"Baju? Tas?"

Sivia menggeleng.  "Udah terlalu banyak."

"Make up?"

Sivia kembali menggeleng. "Masih banyak juga."

Ify menghela napas, keduanya berhenti sejenak di depan sebuah counter minuman.

"Beli minum dulu, gue haus."

Keduanya membeli minum, lantas duduk sejenak di kursi, berpikir sejenak tentang barang yang ingin mereka beli, karena terlalu melelahkan jika terus berjalan tanpa tujuan di mall sebesar ini.

"Jadi, lo belum ada gambaran sama sekali tentang hadiah yang mau lo beli?"

"Sebenernya, udah sih! Tapi masih bingung."

"Emang mau beli apa?"

"Cook set?" Sivia berkata setengah bertanya. "Akhir-akhir ini nyokap lagi hobi banget eksperimen masakan."

"Ya udah tinggal beli itu aja, sih!"

"Masalahnya kan juga udah punya?"

"Ish, ribet banget nih anak satu. Apapun yang lo beli pasti bakalan seneng."

"Iya sih, jalan lagi aja deh! Siapa tahu ntar ada yang bagus pas lewat."

Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan.  Masuk satu toko ke toko yang lain. Sivia masih begitu semangat, tetapi Ify rasanya sudah ingin menyerah. Kakinya lelah.

"Fy, lihat itu ada yang rame-rame."

Tanpa mempedulikan protes Ify, Sivia menarik sahabatnya itu ke arah kerumunan. 

"Waahh, pameran seni?" Sivia tampak takjub melihat para seniman yang begitu mahir di bidangnya. Pkq Q

Bahkan ada pertunjukan melukis langsung dan sebuah seni dimana orang itu menggunakan koin untuk menggambarkan wajah seseorang.

"Lihat, Vi! Kayaknya kita bisa custom itu deh! Gimana kalau lo pesen aja buat nyokap lo?" usul Ify.

"Bagus, sih! Unik! Tapi ntar dipasang dimana?"

"Ya kan bisa di kamar nyokap lo."

"Oh iya, juga!"

Sivia yang merasa mantap pun kemudian menghampiri sang seniman. Keduanya tampak bercakap-cakap sebentar, saling bertukar  nomor telepon dan berjanji untuk berdiskusi lebih lanjut.

Sivia kemudian menghampiri Ify dengan wajah cerah. "Nah, kado udah selesai, gimana kalau kita keliling-keliling aja? Siapa tahu lo mau beli sesuatu?"

Ify meringis. "Lo nggak capek apa? Kaki gue udah letoy minta istirahat ini," sungut Ify.

"Ya udah, kita makan aja. Udah hampir waktunya makan malam juga."

"Gue harus pulang Via sayang, kasihan Ray sendirian di apartemen." Ify mencoba memberi alasan. Ia sudah lelah dan ingin segera merebahkan diri di kasur.

"Halah si ganteng udah gede. Palingan sekarang lagi main sama temen-temennya. Mumpung belum sibuk sama kuliah kan?"

"Dia belum makan."

"Lo udah kasih duit, kan?"

"Ya udah, sih!"

"Ya udah ayo makan! Ntar si ganteng gue bungkusin bawa pulang. Gue lagi pengen pizza, ayo!"

Hey, Mama! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang