[33] Terkejut

790 136 11
                                    

Satu minggu menjelang Festival Budaya. Seluruh kegiatan belajar dihentikan sementara. Sama seperti Festival Budaya pada umumnya, semua kelas diwajibkan untuk berpartisipasi. Kelas Hinata yaitu kelas 2-2 memutuskan untuk membuka kafe mengingat keluarga Aoi menjalankan bisnis yang serupa sehingga cukup berpengalaman di bidang ini.

"Untuk makanannya, aku pikir kita bisa menjual beberapa jenis cake. Bahannya murah dan membuatnya tidak sulit."

"Itu bagus juga! Bagaimana jika kita tambahkan sushi, ibuku sangat pandai memasak sushi, aku bisa minta resepnya."

Hinata hanya mendengarkan Aoi dan beberapa siswi lain berunding. Sedangkan dirinya si mantan laki-laki, tentu saja tidak mengerti apapun tentang memasak.

"Hina-chan bisa membuat adonannya?" tanya Aoi tiba-tiba.

Hinata seketika memasang bersalah. "Aku tidak bisa memasak."

Aoi dan para gadis kelas 2-2 seketika menoleh dan terkejut. "Uso! Sama sekali?"

"Yah." Hinata sedikit meringis. "Aku rasa kalau ramen tidak masalah."

Para gadis. ".............."

Hinata mengangkat bahu. "Aku tidak punya orangtua, hanya tinggal dengan kakakku dan selama ini hanya kakakku yang memasak."

Aoi seketika menutup mulutnya terkejut dan merasa bersalah. "Maafkan kami Hina-chan."

Hinata menggeleng lembut, "Tidak masalah." Toh semua yang dia katakan separuhnya juga berbohong. "Aku akan berusaha membantu, aku bisa berbelanja."

Aoi menepuk tangannya. "Itu juga ide bagus. Kalau begitu untuk urusan belanja, aku serahkan padamu Hina-chan."

Hati Hinata lega. Dia berkata semangat. "Serahkan padaku!"

"Ngomong-ngomong Hina-chan, bukankah hari ini pertandingan penyisihan tim voli Wanita, kenapa kamu tidak ikut?" tanya Nana, salah satu teman sekelasnya.

Wajah Hinata seketika berubah murung. Dia tersenyum dengan paksa. "Aku rasa cideraku belum begitu sembuh, jadi aku tidak diturunkan."

"Begitu, semoga sembuh Hina-chan."

Kelopak mata Hinata meredup. "En."

Ryouta yang sedang membuat dekorasi mendengar percakapan mereka dan wajahnya seketika berubah dingin.

Tentu saja bukan itu masalahnya. Hinata merasa hatinya sedikit mati. Dia tidak tahu apakah dirinya marah atau tidak. Tiga hari lalu, tiba-tiba Kaori-san kapten mereka memanggilnya secara pribadi. Alasannya adalah memberitahukan bahwa dia ingin memberi kesempatan anak kelas tiga yang selama ini duduk di bangku cadangan untuk bermain. Sehingga dirinya untuk sementara dikeluarkan dari pemain inti.

Saat itu, Hinata benar-benar ingin tertawa.

Baginya. Memberi kenangan untuk anak kelas tiga dengan mengorban kemenangan adalah hal yang begitu menyedihkan.

Dia benci dan muak. Pantas saja tim ini begitu lemah. Namun dia tidak berani berkata apapun.

Selain itu, Hinata juga tidak sebodoh itu. Beberapa waktu lalu saat latihan rutin, Hinata juga tidak sengaja mendengar pembicaraan Rin dengan anak kelas tiga. Semua ini adalah rencana gadis itu menyingkirkannya. Sudut bibir Hinata terangkat.

Wanita yang cemburu sungguh menyeramkan. Rin benar-benar tidak menyerah pada Kageyama semudah itu.

Dia tidak mengatakan alasan sebenarnya pada Kageyama. Laki-laki itu akan mengamuk di depan tim voli wanita jika dia melakukannya dan itu merepotkan. Lebih baik memendamnya meski menyakitkan.

Love Sunshine (KageHina Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang