Sudah tidak terhitung berapa kali ia menghela napas, telinganya mendadak tuli untuk sekedar mendengarkan teriakan marah orang-orang di belakangnya. Sudah lebih setengah jam ia berdiri di depan mesin ATM, sudah belasan menit ia memandangi jumlah saldo uangnya disana.
Otak dangkalnya bekerja keras menyusun angka matematika disana, bekorelasi menjumlah dan mengurang. "Tiket, makan siang dan juga minuman.. Bila aku mengambil 10 ribu yen, maka aku harus berhemat bulan depan." Dia berbicara sendiri setengah bergumam.
Orang-orang yang tadinya mengantri di belakangnya dibuat kesal hingga sebagian besar dari mereka pergi mencari mesin ATM lainnya. Sedangkan beberapa orang sisanya masih memperhatikan remaja itu sambil sesekali mengangguk paham. Dalam hati mereka berkata, "Ah! dia pasti seorang pemula yang akan berkencan."
Sudah tiga hari semenjak kejadian Hinata terjatuh di tangga, semenjak itu pula sang gadis selalu terlihat murung di setiap waktu. Nampaknya cideranya cukup parah sehingga ia berjalan menggunakan tongkat ke sekolah.
Ia teringat perkataan Tsukishima di hari ia menjenguk Hinata di ruang kesehatan. Saat itu tiang berjalan itu berkata, "hibur dia bila kau memang menyukainya."
Dalam hatinya sebenarnya kesal bila dinasehati oleh pria berhati dingin itu, tapi hati kecilnya membenarkan. Hinata memang perlu hiburan agar dirinya ceria kembali. Maka dari itu demi senyuman sang gadis senja.
"Aku rela berhemat bulan depan!"
Suasana kelas riuh, penyebabnya tidak lain karena guru sejarah lagi-lagi membolos hari ini. Jika beberapa bulan lalu alasannya pergi berbulan madu, kali ini alasannya membawa puterinya yang merengek untuk pergi ke pantai. Hinata sebenarnya tidak mempermasalahkan dan justru bersyukur, namun setidaknya guru sejarah membuat alasan yang lebih logis untuk bolos.
Rumor yang disebarkan Rin kalau dirinya seorang wanita penggoda sudah tersebar seantero sekolah. Tidak jarang ia mendapati tatapan tidak suka dari gadis-gadis seluruh sekolah. Namun ia bersyukur teman-teman sekelasnya nampak mengabaikan rumor itu untuknya dan tetap menjalin pertemanan dengan baik.
Kali ini ia berterima kasih pada Ryouta dan menyangkal habis-habisan rumor itu pada teman-teman sekelasnya sehingga tidak ada satupun dari teman-teman sekelasnya yang mempercayai hal tersebut.
Pandangan Hinata pada Ryouta pun berubah, ia sadar Ryouta adalah teman berharga.
"Nde.. Jadi kau tidak bisa bermain di babak penyisihan?" Aoi membuka percakapan.
Hinata mengangguk dengan wajah sedih, "aku belum bisa berjalan dengan benar untuk mampu bertanding."
"Semangatlah Hina–chan, masih ada kesempatan tahun depan, bukan?" Aoi berusaha menghibur, namun sebenarnya ucapannya diam-diam justru menyakiti Hinata.
Tidak ada tahun depan. Itulah masalah terbesarnya.
Enggan membuat usaha Aoi menghiburnya sia-sia, Hinata hanya mengangguk dan berterima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sunshine (KageHina Fanfiction)
FanfictionDi puncak popularitas dan kejayaan sebagai seorang atlit tim nasional voli Jepang, Hinata Shoyou harus mengalami tragedi pahit. Demi menyelamatkan seorang gadis yang hendak bunuh diri di tengah jalan, dia lah yang menjadi korban dan harus menerima...