Sesuai dugaan, malam minggu kali ini penuh rasa bahagia 'tuk atma gadis ayu dengan nama belakang Paveyla ini. Gadis itu tak henti-hentinya menguarkan tawa pun senyuman penuh rasa bahagia yang terukir apik di wajah manisnya.
Setelah bermain lempar kaleng sebagai awal dari malam minggu menyenangkan mereka, kedua remaja itu melakukan banyak permainan lainnya.
Untuk pertama kali, Senadeya merasakan ketegangan yang dipadu rasa menyenangkan saat menaiki wahana kora-kora, untuk pertama kalinya merasa kagum dengan bagaimana para pengendara motor trail yang mempertunjukkan aksinya di tong setan, dan untuk pertama kalinya merasa sebahagia ini saat menaiki komedi putar bersama pemuda bersurai cokelat yang mengisi hari-harinya selama 2 bulan terakhir.
Kini, kedua remaja itu sedang menikmati makanan ringan yang dibeli Baskara untuk mengganjal perut. Setelah bermain banyak permainan juga wahana membuat cacing di dalam perut keduanya meronta-ronta ingin diberi makan.
"Habis ini mau apa lagi?"
Pertanyaan dari pemuda bersurai cokelat itu membuat Senadeya yang sedang melahap bakso tusuk miliknya menoleh.
"Nggak tahu, kamu mau ke mana?" jawabnya sembari mengunyah bakso di dalam mulutnya.
Saus merah yang berada di sudut bibir mencuri perhatian sang pemuda, membuat jarinya tanpa sadar mengelap lembut sudut bibir yang terkena saus itu agar tak menghalangi kecantikan sang gadis.
Baskara tidak tahu kalau perlakuan kecil tersebut berdampak sangat besar untuk si gadis. Jantungnya berpacu sangat cepat, jarak antara dirinya dan sang pemuda yang cukup dekat membuat dirinya seperti tak bisa bernafas dengan bebas. Pipinya terasa panas sampai ke telinga, sudah diyakini kalau pipi dan telinganya sudah memerah layaknya kepiting yang sudah direbus.
"Kamu makannya celemotan banget sih, Mbul," ujar Baskara diakhiri kekehan. Lucu saja, Senadeya nampak seperti anak kecil dengan kedua pipi menggembung akibat makanan di dalamnya serta bibir yang penuh dengan saus merah dari makanan milik sang gadis. Belum lagi mata bulat cemerlang seindah Rembulan milik gadis itu yang menambah poin plus Senadeya untuk makin terlihat mirip dengan anak kecil usia 5 tahun.
"Ih! Jangan ngalihin pembicaraan dong! Aku nanya lho kamu mau ke mana habis ini, malah bahas yang lain," protes sang gadis. Ya ... itu hanya alibi agar dirinya tak tampak sedang salah tingkah. Tapi, namanya juga Senadeya Paveyla. Otaknya memang cerdas, namun dia tak pandai bersandiwara. Karena Baskara sudah menyadari kedua pipi serta telinga sang gadis yang memerah, dalam hati tertawa kecil dan berkali-kali melayangkan pujian "lucu" atau "cantik" dalam hati.
"Hahaha, iya deh iya. Maaf, Rembulan. Habisnya aku greget banget liatnya, beneran kayak anak kecil tau," jawab Baskara. Manik teduh yang menatap dalam tepat ke manik milik sang gadis, serta senyuman yang terukir apik di wajah tampannya membuat pipi Senadeya lagi-lagi semakin memerah.
"Udahan bahas itunya! Aku malu, tau!" ucap Senadeya tanpa sadar. Dia lalu kembali melanjutkan, tak ingin Baskara kembali mengungkit hal itu lagi, "Serius ah, habis ini mau kemanaaa, Bas?"
"Ya, terserah kamu, Mbul. Aku mah ikut kamu aja," ucapnya.
Senadeya nampak berpikir, dirinya dilanda kebingungan. Wahana apa lagi ya, yang belum mereka kunjungi?
Tatapannya pun memencar melihat sekeliling, mencari-cari wahana yang menarik di matanya. Sampai tatapannya berhenti pada satu wahana yang terlihat suram, suram sekali. Senyuman kembali terukir lalu dia mengalihkan pandangannya kembali pada sang pemuda.
"Ke rumah hantu, yuk! Kita belum kesana!" ajak Senadeya dengan semangat menggebu-gebu di setiap kata yang terlontar dari bibirnya.
Baskara ikut tersenyum lalu mengangguk mengiyakan, hanya mengikuti keinginan sang gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna ; Jake Enhypen & Seeun Stayc
FanfictionAkhirnya aku mengerti bahwa kebahagiaan itu hanya sekedar delusi, delusi indah yang hanya sementara. Aku mengerti bahwa perpisahan adalah konsekuensi dari segala pertemuan. Sekarang, aku mengerti bahwa manusia akan selalu berakhir dengan dirinya sen...