9

20 8 0
                                    

"Bun, anu...tadi Abah Zainal nawarin Syilla buat jadi model untuk gamis barunya. Boleh gak Bun? Katanya sih bakal dikasih uang sama Abah, kalau Syilla mau." Syilla menatap Bundanya dengan seksama, menunggu jawaban yang dilontarkan oleh sang Bunda.

"Kamu mau banget ikut nak?." Syilla bingung harus menjawab apa. Sedangkan ia tanya Bunda ya untuk nyari jawaban gitu loh. Heran kan jadinya.

"Nggak terlalu sih Bun, persiapan untuk fokus ujian aja deh, tinggal 2 bulan lagi ujian." Ucap seorang Syilla.

"Yaudah, trus ngapain tanya Bunda?" Pertanyaan yang dilontarkan Bundanya ini sangat tidak masuk akal. Bukankah sudah jelas Syilla adalah ANAKNYA ya tentu aja tanggung jawab Bunda.

"Ya kan...Syilla mau izin ke Bunda dulu astaghfirullahaladzim." Syilla mengalah saja, daripada debat dengan Bunda, seseorang paling kuat dimuka bumi ini sudah pasti tidak akan berakhir, yang ada 1 bulan lagi baru selesai perdebatan ini.

"O" Syilla tentu saja melongo dengan apa yang diucapkan oleh Bunda. Bisa-bisanya cuma jawab 'o' doang. Duhhhh capek banget.

"Dahlah Bun, Syilla mo makan mie ayam dulu bay." Syilla kembali berjalan menuju ruang keluarga lagi. Dan tentu saja sambil menonton acara televisi.

Disaat ingin membuka HP tiba-tiba saja HP nya lowbat dan tidak menampilkan gambar apapun.

"Duh pake mati segala ini HP, besok aja kali ya bilangnya ke Abah, besok kan hari Jumat biasanya Abah ikut sholat Jumat di sekolah, lagian serem juga kalau ngomong ke Pak Zain" Syilla bergidik ngeri jika membayangkannya.

Kelihatannya saja seperti guru bisanya ketika sedang mengajar, tapi disaat Zain berada di luar kelas sifatnya itu sangat bertolak belakang. Sifat yang dimiliki Zain yakni cool yang pasti sangat menyeramkan dan membosankan jika sedang berbicara dengannya.

~~~~~~~~

Bang Zani mengetuk pintu utama, sebab ia baru saja pulang dari kantornya. Bertepatan dengan itu kak Rina sedang menuju ke dapur untuk mengambil minum dan juga camilan. Padahal beberapa jam yang lalu makanan yang dibelikan Zain baru saja habis.

Zain melongo bagaimana bisa kak Rina menghabiskan semuanya?. Berbeda dengan Umma, beliau malah tersenyum lebar. Mungkin saja Umma lebih mengerti tentang kehamilan.

Kak Rina yang baru saja ingin membuka pintu kulkas, ia menutupnya kembali karena mendengar ucapan salam dari suara orang yang ditunggunya sedari sore tadi.

"Assalamualaikum Zani pulang."

Kak Rina berjalan cepat kemudian membuka pintu dengan perasaan yang sangat senang, langsung saja kak Rina berhambur memeluk suaminya itu.

"Kenapa lama banget sih Mas! Ini dedenya mau dimanja, tapi ayahnya ngilang." Kak Rina mengerucut sebal, ia menunggu sedari tadi, bahkan makanan yang dibelikan Zain tadi sudah habis.

Bang Zani seketika melupakan masalah yang ada pada kantornya, dikarenakan sifat lucu istrinya ini.

Bang Zani bahagia karena memang momen seperti inilah yang ditunggu, ia pulang kerja lalu disambut, dan juga karena pertengkaran kecil diantara duanya.

Bang Zani mengelus jilbab instan warna navy milik kak Rina dengan lembut.

"Dijawab salamnya suamimu dulu sayang, kalau mau manja-manja jangan disini. Mas bau loh baru pulang seharian kerja, ayo kekamar. Apa mau digendong hmm?"

Kak Rina melototkan matanya, lantas menggeleng dengan cepat. Tak lupa juga tangan lentiknya manabok lengan kekar suaminya.

"Apasih, nggak yah. Gausah modus." Bang Zani terkekeh pelan dan menggandeng kak Rina menuju kamar.

Sandaran [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang