13

14 8 1
                                    

Matahari mulai muncul, menerbitkan sang mentari. Gadis itu memarkirkan sepeda maticnya dan menaruh helm di spion. Netranya tak sengaja melihat teman satu kelasnya, yang mungkin bisa di ajak pergi bersama ke kelas.

Nila melambaikan tangannya dan berlari menghampiri Syilla.

"Bareng ke kelas kuy." Ucapnya sambil merangkul pundak Syilla.

"Bawa bekal kah?" Tanya Syilla.

"Iye." Jawaban singkat dari Nila.

Mereka berjalan beriringan menuju kelas 12 IPA 2. Di sepanjang jalan, salah satu dari mereka menyapa orang yang berlalu lalang di koridor.

Semua anak menunggu bel berbunyi dan melaksanakan apel pagi dengan sangat baik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya tanpa seorang Zain. Ck tau aja yang bening. Setelah melaksanakan apel, mereka mengikuti pelajaran pertama dan kedua. Sampai pada akhirnya mikrofon di sekolah berbunyi nyaring, tanda ada sebuah panggilan datang.

🎙"Assalamualaikum, diberitahukan bahwa yang bernama Syilla Salsalbila kelas 12 IPA 2 di minta menuju ke kantor."🎙️

Caca menoleh ke arah Syilla dengan tatapan bertanya. Tapi sang ketua kelas menyuruhnya untuk segera turun ke lantai bawah, karena kantornya berada di sana.

Gadis itu berjalan cepat menuju kantor dan mengetuk pintu sembari mengucap salam. Syilla melihat Umma Tina sedang duduk dihadapan pak Ainul. Umma melambaikan tangannya guna mengode Syilla kearahnya. Tetapi, Syilla hanya diam tak bergeming.

Umma dengan tidak sabar langsung berdiri dan menggandeng tangan Syilla menuju sofa di kantor. Mereka duduk bersebelahan. Tak bisa di pungkiri, senyuman Umma sangat menenangkan hati.

Umma mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna cream dan membukakan isinya untuk Syilla.

Siapa sangka, ternyata itu adalah sepasang cincin. Walaupun yang satunya sudah tidak ada, hanya tersisa satu. Mungkin sudah dikasih ke Zain.

Syilla menganga tak habis pikir. Ada saja kejadian di dunia ini yang mengejutkannya.

"Ini untuk kamu. Umma tadi mampir dulu ke toko perhiasan pas mau ke sini, dan nemuin ini deh. Pasti cantik banget kalau dipakai ditangan kamu." Dengan cepat Umma mengambil tangan Syilla dan langsung memakaikannya.

Senyuman Umma yang tidak luntur itu membuat Syilla merasa sangat canggung.

Setelah memakaikannya, Umma langsung berdiri dan di ikuti Syilla. Umma mengelus puncak kepala Syilla.

"Umma langsung pulang ya nak. Soalnya, supir taksinya nunggu, gak enak Umma. Udah ya, ingat jangan dilepas." Wanita itu menepuk pelan pundak Syilla sebelum mengucap salam guna meninggalkan ruangan itu.

Hening untuk beberapa detik. Akhirnya, Syilla berpamitan juga dengan kepala sekolah untuk ke kelasnya.

Saat sampai didepan kelas, gadis itu memandang jari lentiknya yang kini sudah ada hiasan berupa sebuah cincin. Ia berpikir untuk melepaskannya. Karena takut temannya berpikiran yang tidak-tidak.

Dan benar saja, Syilla melepasnya dan menaruh cincin itu disakunya. Maafkan dia Umma.

~~~~~~~~

Brak~

"Astaghfirullah." Syilla mengelus dada karena terkejut. Bahkan hampir tersedak, karena gadis itu makan.

Gadis itu menoleh pada sang empu. Alisnya mengernyit bingung, kenapa dia kesini? Perasaan Syilla tidak berbuat apa-apa. Pikirnya.

Caca langsung berdiri dan mendorong bahu gadis itu dengan keras, sampai punggung bagian bawahnya menempel pada tepi meja.

Sandaran [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang