15

10 6 0
                                    

"Saya mie ayam sama es teh saja."

"Kalo yang satunya?" Tanya pelayan restoran di kantor ZAECART CORP.

Di kantor ini memang menyediakan tempat untuk makan siang. Mengingat jam kerja biasanya lembur sampai tengah malam. Apalagi jika makan diluar, takutnya tidak sehat dan malah keracunan makanan.

"Samakan saja sama dia." Ucap Zain.

"Baik, silahkan ditunggu." Pelayan itu pergi dengan membawa catatan pesanannya.

"Jadi? Lo kok bisa sama Caca tadi gimana?" Kalimat itu membuat Haru menatap Zain.

"Ohh, tadi pas mau ke sini gue ngelihat notif dari handphone gue dulu sambil bawa kopi. Terus gak sengaja nabrak dia. Gue minta maaf sama nanya ke dia ngapain anak sekolah ke sini? Yaudah, dia nunjukin chattingannya sama Abang Lo.. terus gue anter." Jelas Haru.

"Oh jadi gitu."

"Lo kok kenal sama dia?"

"Murid gue kalo Lo lupa. Lagian, dia sahabatnya Syilla."

"Yang dijodohin sama Lo itu kan?"

"Hmmm begitulah."

Tak lama kemudian pesanan mereka berdua datang. Mereka melahapnya dan melanjutkan aktivitas masing-masing.

~~~~~~~~

Langit gelap gulita mengantarkan mereka yang tidur  ke dalam mimpi indah. Sampai pada akhirnya, sang arunika samar-samar ingin menunjukkan dirinya.

"HUAAAA." Teriak seorang gadis dari dalam kamar tidur dipagi hari.

Bukannya mengawali hari dengan do'a dan senyuman, gadis itu malah teriak tidak jelas seperti tarzan.

"MAA... MAMA CEPETAN KE KAMAR NALA."

Yah, gadis itu Vivi Vionala. Memang, pada keluarganya, dia dipanggil dengan sebutan 'Nala'.

Wanita paruh baya yang bernotaben sebagai Mamanya itupun terkejut tatkala mendengar teriakan dari sang anak. Untung saja, garam yang akan dituangkan ke kuah soto tidak tumpah.

"Apalagi sih ya Allah, masih pagi banget loh ini." Wanita itu mengecilkan kompornya dan mengecek ke kamar Vivi.

"Nala.. kenapa panggil Mama? Bukain pintunya cepat Mama masaknya belum kelar."

Dengan terburu-buru Vivi berlari ke pintu dan membukanya untuk sang Mama. Mamanya Vivi juga tak kalah terkejut melihat bibir sang putri bengkak entah karena apa. Vivi menggandeng tangan Mamanya untuk masuk ke dalam kamarnya itu. Mereka berdua duduk di kasur dengan tatapan bingung.

Tangan Mamanya terangkat untuk memegang bibir Vivi.

"Kamu habis ngapain sampai gini? Gak ngelakuin aneh-aneh kan Nala?"

"Heh, ya nggaklah Ma. Orang anaknya baik-baik kek gini malah dibilang kek gitu. Mungkin pas tidur, digigit nyamuk."

"Yahkan barangkali... Mama kan cuma nebak. Bentar, Mama ambilin salep dulu biar gak terlalu monyong."

"Iya, Ayah udah pulang Ma?"

Pertanyaan Vivi membuat Mamanya menghentikan langkah. Hanya terdengar hembusan nafas saja yang keluar dari mulutnya. Setelah itu, beliau menghiraukan pertanyaan dari Vivi.

'Ohh, belum pulang ternyata.' Ucapnya dari dalam hati.

Vivi menunggu Mamanya sambil melamun memikirkan bagaimana caranya ia harus kuat menghadapi ini semua. Mamanya yang sudah kelewat sabar menghadapi sang Ayah.

Lamunannya buyar dikala suara ketukan pintu mengagetkannya. Vivi mencoba tersenyum untuk menenangkan hati sang Mama walaupun, hatinya sendiri juga butuh ketenangan.

Sandaran [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang