.
.
.
.
.
Yudha menatap dalam diam Bara yang tengah termenung di brankarnya, sebenarnya sepupu mungil nya itu meminta Yudha untuk keluar dan membiarkannya sendiri dulu. Yudha tahu ada yang tengah di pikirkan oleh Bara saat ini, karena Bara sangat jarang bahkan hampir tidak pernah meminta nya keluar dan meninggalkannya sendiri."Hiks."
Yudha tentu terkejut saat melihat dan mendengar isakan lirih Bara, pemuda tinggi itu tetap diam sambil mengepalkan tangannya, dia tidak ingin Bara kembali menyembunyikan semuanya saat mengetahui bawa Yudha ada disana.
"Hiks...hiks...hiks..." Yudha memejamkan matanya saat mendengar isakan Bara yang kian kuat.
"Bara capek...daddy gak pernah lihat Bara dari dulu, buat daddy semua harus kak Bella. Daddy lupa kalau Bara masih anak daddy?" Yudha ingin mendekati Bara dan memeluk tubuh mungil itu tapi tidak bisa.
"Daddy bahkan lebih milih lihat Bara mati dari pada lihat kak Bella nangis, apa memang Bara harus mati dulu baru daddy mau lihat Bara?"
Cklek
Yudha menghela nafas saat melihat Bara mengahpus air matanya dengan cepat, Yudha sengaja berjalan pelan kearah pintu dan membukanya agar Bara tidak tahu jika sebenarnya dia ada di ruangan itu sejak tadi.
"Kak Bara, ada apa? Kenapa kakak nangis?" Bara menggeleng saat Yudha mendekatinya.
"Yudha...mau pulang." Yudha menggeleng pelan.
"Besok masih ada pemeriksaan dengan dokter Mada, kak Bara belum boleh pulang." mata Bara kembali berkaca-kaca.
"Mau pulang Yudha, takut..." Yudha mengernyit, apa yang harus Bara takutkan saat ini sebenarnya.
"Takut kenapa kak? Dokter Mada atau dokter Irgi galak?" Bara menggeleng.
"Daddy sama Momma tahu aku disini, takut Yudha." Yudha tertegun, apa ini alasan Bara menangis tadi? Karena kedua orang tuanya datang.
"Mereka kesini?" Bara memberi anggukan kecil.
"Apa yang mereka lakuin ke kakak? Jawab aku kak?!" Bara meremat selimutnya dan kembali terisak, hal itu membuat Yudha sadar jika dia kelepasan membentak sang sepupu.
"Maaf kak, maafin aku, jangan nangis lagi ya." Yudha menghapus air mata Bara pelan.
"Jangan nangis lagi, kalau kakak gak mau cerita aku gak akan maksa, sekarang tidur ya? Istirahat dulu biar besok hasilnya bagus." Bara mengangguk dan memeluk tubuh Yudha.
"Iya aku temenin disini, sekarang ayo tidur."
.
.
.
.
.
Mada memeluk sosok sang ibu dari belakang, wanita cantik itu tampak terkejut melihat tingkah putra tunggalnya yang tidak biasa."Mada? ada apa?" Mada hanya tersenyum tipis dan menggeleng.
"Bun, nanti bisa Mada ngobrol sama bunda?" Arini, sang bunda mengernyit bingung, namun kemudian mengangguk.
"Tentu saja, kenapa tidak sekarang saja?" Mada kembali menggeleng.
"Bunda lagi masak, nanti saja, selesai makan malam. Ada yang ingin Mada diskusikan dengan bunda." Arini kembali mengangguk dan mengulas senyum.
"Tentu saja, nanti setelah makan malam bunda akan ke kamar mu."
Cup
"Kalau gitu Mada ke kamar dulu, bun." Arini hanya menggeleng saat melihat tingkah Mada yang mencium pipi nya tadi. Putra tunggalnya itu sudah lama tidak melakukan itu.
"Bunda tau apa yang ingin kamu diskusikan."
Tepat setelah makan malam, Arini melangkah ke arah kamar Mada dilantai dua. Dengan membawa nampan berisi kue dan juga dua gelas teh, karena Arini sangat tahu jika Mada mungkin akan terpancing emosi nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal sunshine
FanficMada, menolak tawaran sang ayah untuk menjadi direktur rumah sakit milik keluarganya dan memilih menjadi dokter pribadi seorang pemuda mungil berusia 24 tahun. Seorang pemuda yang sudah menarik perhatian Mada sejak pertama kali membuka matanya di ru...