.
.
.
.
.
Mada menatap lekat pada sosok mungil Bara yang tengah berbincang dengan sang bunda, sang bunda terlihat sangat menyukai Bara. Berbeda saat Mada mengenalkan Bella dulu, Arini bahkan langsung memasang wajah datar."Bunda kayaknya sayang sama kak Bara tuh bang." Mada segera menoleh dan menemukan Sandy tengah menatapnya dengan tatapan jahil.
"Gue tau."
"Kenapa gak abang nikahin aja kak Bara?" Mada tersenyum sendu.
"Menikah bukan hal mudah San, lagi pula gue masih nunggu dia. Setelah gue dapat titik terang baru gue bakal nikah." San menghela nafas panjang saat Mada mengatakan hal itu.
"Gue harap cinta pertama lo itu bener-bener akan datang bang, gue gak mau lihat lo kayak waktu itu."
.
.
.
.
.
Bara menatap sekeliling kamar nya, karena saran Agam, Bara terpaksa harus tinggal di rumah keluarga Roderick, tentu saja bersama Kevin, Yudha dan Sangga. Ketiga pemuda itu tidak akan mau jauh dari Bara.Cklek
"Kak Bara." Bara menoleh dan langsung mengulas senyum saat melihat Sangga masuk ke kamarnya.
"Aku tidur sini ya? Sama kakak." Bara langsung mengangguk dan meminta Sangga mendekat.
"Sangga." Sangga diam saat Bara menyentuh wajahnya. Pemuda itu tahu jika Bara belum percaya jika dirinya bisa melihat lagi.
"Iya kak." Bara mengelus kepala Sangga pelan.
"Ayo tidur, kamu besok kuliah kan?" Sangga mengangguk, Bara bahkan hafal jadwal kuliahnya.
Dua pemuda itu tengah berbaring di atas ranjang, dengan Sangga yang setia memainkan jemari mungil Bara. Sedangkan Bara sendiri, tengah memejamkan matanya karena rasa pusing yang kembali datang.
"Kak Bara, bang Mada tampan bukan?" Bara langsung membuka matanya dan mengernyit.
"Bang Mada? Iya dia tampan." Sangga tersenyum penuh arti.
"Kak, suka tidak dengan bang Mada?"
"Suka." jawaban singkat Bara tentu saja membuat Sangga tersenyum, meskipun dia tau jika Bara menjawab dalam keadaan setengah sadar karena mengantuk.
"Kalau kak Bara nikah sama bang Mada, kita jadi saudara." Sangga tidak lagi mendapat jawaban dari Bara, karena pemuda mungil itu sudah terlelap.
"Good night kak Bara, semoga setelah ini kakak ketemu sama orang yang kakak cari." Sangga merapikan selimut Bara dan memeluk tubuh mungil itu.
Bagi Sangga, Bara adalah penyelamat hidupnya. Pemuda mungil itu membuat Sangga mempunyai semangat hidup, pemuda mungil itu lah yang rela memasang badan saat Sangga di bully, bahkan membuka lebar tangannya saat Sangga di usir.
"Jangan sedih lagi kak, aku bakal tetap ada di sisi kakak."
.
.
.
.
.
Arini menatap putra tunggalnya yang masih betah duduk diam di taman belakang mansion mereka, padahal hari sudah menunjukan pukul sepuluh malam.Arini tahu Mada tengah bimbang dengan hatinya, putra tunggal kesayangannya itu menyukai Bara. Semua terlihat dari bagaimana Mada merespon Bara, Mada tersenyum bahkan tertawa di hadapan pemuda mungil itu, namun Mada masih terlalu takut untuk menjalin hubungan.
Mada trauma karena pernah di khianati oleh Bella, yang tidak lain adalah saudara kembar Bara. Mereka sedarah namun memiliki sifat dan sikap yang sangat berbeda. Bella terlalu angkuh, sombong dan suka meremeh kan orang lain, sedang Bara? meskipun baru saja mengenal pemuda mungil itu, namun Arini tau jika Bara anak yang sangat baik. Terbukti dengan Sangga yang menjadi tanggung jawab Bara bahkan sejak mereka masih sekolah.
"Mada." Mada menoleh saat pundaknya di sentuh oleh Arini.
"Bunda? Kenapa keluar?" Arini tersenyum dan duduk di samping Mada.
"Kamu sendiri kenapa masih di luar?" Mada menghela nafas dan menyandarkan kepalanya pada pundak Arini.
"Bun, kira-kira Mada bisa nemuin Zai lagi gak?" Arini tersenyum dan menggenggam tanga Mada.
"Kamu masih mencarinya?" Mada memberi anggukan kecil.
"Selalu, setelah tahu jika Bella bukan Zai, Mada terus mencarinya bun. Rasanya debaran di hati Mada tidak lagi terasa saat mengetahui jika Bella bukan orang yang Mada cari." Arini tetap mengelus tangan Mada.
"Mada, kenapa kamu tidak mencari dari lingkup keluarga Mallory lebih dulu? Jika Bella bisa mempunyai gelang yang kamu berikan pada Zai, berarti Zai adalah bagian dari hidup Bella."
Deg
Mada terdiam, selama ini dia selalu menjauhi keluarga Mallory. Karena dia terlalu sakit hati dengan pengkhianatan Bella, dan menutup semua kemungkinan dirinya kembali menyentuh keluarga Mallort. Tapi ucapan sang bunda juga benar, jika Bella bisa mengenakan gelang pemberiannya pada Zai, tentu saja karena Zai ada di lingkup keluarga Mallory.
"Bun, apa Bara bisa masuk hitungan?" Arini menatap Mada yang kini juga tengah menatap nya.
"Bisa jadi, Bara juga keluarga Mallory. Tapi untuk lebih jelas tanyakan dulu pada Kevin atau Yudha, baru setelah itu tanyakan pada Bara." Mada mengangguk, otaknya baru bekerja sekarang.
"Makasih bun, ayo masuk. Udara makin dingin, Mada gak mau permaisuri di rumah Mada ini sakit."
.
.
.
.
.
Mada masuk ke kamar Bara diam-diam, itupun setelah Sangga keluar dari sana. Padahal Mada tahu jika Sangga sebelumnya mengatakan akan tidur bersama Bara, tapi setelah Bara terlelap, Sangga justru meninggalkan pemuda itu."Aku tidak tau apa kamu orang yang aku cari atau bukan, tapi setiap kali ada di sekitar mu aku merasakan hal yang dulu selalu aku rasakan saat bersama dia." Mada memutuskan duduk di pinggir ranjang Bara, pergerakan ranjang membuat Bara sedikit menggeliat.
"Ssttt, tidur yang nyenyak." Mada mengelus kepala Bara.
"Aku tidak pernah berfikir jika dia ada di lingkup keluarga Mallory, tapi boleh aku berharap jika kamu adalah dia?"
"Aku tahu kita baru bertemu, tapi perasaan ku mengatakan sebaliknya Bara. Debaran itu kembali datang saat aku ada bersama mu, jika saat semuanya terungkap, tolong jangan pernah menghilang lagi dari dari ku." setelah mengatakan itu Mada bangkit dan berjalan keluar, Mada bahkan tidak sadar jika sedari awal Jordy mendengar semua ucapannya dari balik pintu.
"Lo suka sama dia bang? Terus apa yang buat lo bimbang?" Mada tampak terkejut saat menemukan Jordy berdiri di samping pintu.
"Ngapain kamu disini?" Jordy mengedikan bahu.
"Tadi gue cuma lewat, tapi ngeliat lo curhat jadi gue ngintip." Mada menghela nafas panjang.
"Jangan suka ngintip, gak baik buat anak kecil." Jordy mencibir.
"Anak kecil ini jauh lebih bisa netapin hatinya buat siapa bang." Mada merasa tertampar oleh jawaban Jordy.
"Sialan, udah sana tidur!" Mada berbalik dan berjalan ke arah kamarnya.
"Bang Mada, kalau lo suka dia, ungkapin. Meskipun gue sendiri belum bisa yakin kalau dia gak bakal khianatin lo kayak kembarannya." Mada berhenti melangkah dan berbalik.
"Jangan menyamakan Bara dengan Bella, Jo. Mereka berbeda!" Jordy mengangguk dan tersenyum.
"Lo ngebela dia bang, lo udah buka hati lo buat dia, terus lo nunggu apa?" Mada diam, bukan tidak ingin menjawab tapi dia bingung harus menjawab apa.
"Aku harus pastikan Bara adalah dia yang aku cari atau bukan."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam...
Bara menyapa...
Aku juga up book baru malam ini...
Silakan mampir kalau berkenan...Selamat membaca dan semoga suka ya...
See ya ..
-Moon-
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal sunshine
Fiksi PenggemarMada, menolak tawaran sang ayah untuk menjadi direktur rumah sakit milik keluarganya dan memilih menjadi dokter pribadi seorang pemuda mungil berusia 24 tahun. Seorang pemuda yang sudah menarik perhatian Mada sejak pertama kali membuka matanya di ru...