.
.
.
.
.
Bara meruntuki segala hal yang telah dia setujui, tentang semua ide yang di beberkan oleh Agam. Karena hal itu membuat Bara harus menghadapi rasa takutnya terhadap sang ayah.Bara tengah menggenggam tangannya erat, saat ini dirinya tengah ada di dalam mobil bersama Agler. Mereka sedang menuju perusahaan Mallory, Agler sudah menghubungi semua kolega Mallory yang mengetahui tantang Bara, bahkan pengacara pribadi keluarga Mallory
"Bara takut?" Bara mengangguk kecil, dirinya tidak pernah menyangka jika akan mengahadapi sang ayah seperti ini.
"Gak perlu takut, akan ada banyak orang yang melindungi kamu." Bara menggigit bibir bawahnya. Meskipun dia mengetahui jika Agler adalah sosok ayah yang baik, namun Bara terlanjur memiliki ketakutan untuk bersuara di hadapan orang dewasa.
"Mada dan Irgi akan menunggu kita di perusahaan, jadi jangan khawatirkan apa pun."
.
.
.
.
.
Bara memejamkan matanya saat mobil milik Agler berhenti di depan lobi perusahaan, Bara mencoba mengingat apa yang sudah Mada katakan padanya semalam."Bara, siap?" Bara kembali menatap Agler.
"Tidak akan lama?" Agler menggeleng.
"Mada dan Irgi sudah ada di dalam sebagai perwakilan perusahaan mereka, kita hanya akan mengejutkan mereka dengan kedatangan kamu. Semua akan baik-baik saja, tidak akan ada yang menyakiti kamu mulai saat ini, kamu tidak perlu takut." Bara mengangguk ragu. Selama belasan tahun dia dipaksa untuk diam dan berdiri di balik bayangan sang kakak kembar.
"Kamu percaya pada kami kan?" Bara kembali mengangguk, kali ini lebih mantap dibanding sebelumnya.
"Percaya, kalian orang baik." Agler tersenyum.
"Kita masuk?" Bara mengangguk.
"Tidak akan ada orang yang mengenali kamu Bara, tapi nanti saat di ruang rapat, pengacara keluarga Mallory akan langsung mengenali kamu." Bara diam, menyiapkan diri untuk menghadapi pusat rasa takutnya.
"Bara bisa, bara gak takut. Bang Mada bilang pura-pura saja tidak takut, sama seperti dulu. Jangan tatap mata papi, mata papi bisa keluar nanti." Bara bergumam lirih sambil menutup kedua matanya saat berada di dalam lift, hal itu membuat Agler tersenyum geli. Kenapa Bara bisa selucu ini?
Ting
Lift berhenti di lantai dua puluh lima, lantai dimana rapat tengah berlangsung. Rapat yang mungkin akan menjadi penghancur puncak kejayaan Vito Mallory, meruntuhkan segala kesombongan dan membongkar segala kebohongan.
"Bara ayo." Bara membuka matanya saat mendengar suara Agler. Tatapan pemuda itu berubah, yang semula terlihat polos dan penuh ketakutan, kini terlihat tajam dan tegas, seolah menunjukan bahwa dia memang pewaris utama keluarga Mallory.
"Saya tidak harus merasa kasihan bukan?" Agler menggeleng, cukup terkejut saat melihat perubahan besar Bara. Padahal satu menit yang lalu, pemuda itu masih bergumam menenangkan dirinya sendiri.
"Ya, jangan pernah merasa kasihan. Mereka patut mendapatkannya agar mereka ingat pada posisi mereka, dan ingat jika apa yang telah mereka lakukan selama ini bisa menjadi bumerang untuk mereka." Bara kembali memberi anggukan. Pemuda itu melangkahkan kakinya menyusuri lorong yang masih sangat dia hafal, meskipun sudah sangat lama dia tidak masuk ke perusahaan ini.
Bara kembali menghela nafas saat berhenti di depan pintu ruang rapat, tidak ada keraguan sama sekali di matanya, meskipun sebenarnya Bara tengah ketakutan saat ini.
"Lakukan nak, ambil kembali hak kamu dan jalankan wasiat kakek kamu." Bara mengangkat tangannya dan mulai mendorong pintu ruang rapat pelan.
Suasana rapat yang sebelumnya sedikit ricuh seketika menjadi hening saat mereka melihat Agler melangkah masuk bersama Bara. Kehadiran Bara jelas membuat Vito terkejut bukan main, terutama saat menyadari tatapan tajam dari pemuda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal sunshine
FanficMada, menolak tawaran sang ayah untuk menjadi direktur rumah sakit milik keluarganya dan memilih menjadi dokter pribadi seorang pemuda mungil berusia 24 tahun. Seorang pemuda yang sudah menarik perhatian Mada sejak pertama kali membuka matanya di ru...