Halo teman-teman ... Selamat datang di cerita baruku. Semoga berkenan, ya.
Selamat membaca ^^
Seperti kebanyakan pekerja dengan energi terbatas, detik-detik menjelang jam pulang kantor terdengar lebih merdu ketimbang nyanyian apa pun buat Ratri. Telinganya lebih peka, meski penanda waktu bundar berdesain minimalis yang melekat di dinding berjarak berjengkal-jengkal dari tempatnya duduk.
Klik klik!
Kemudian, layar di depannya menghitam tepat pukul lima nol-nol. Lembar-lembar laporan sudah tertata, dan perempuan itu sudah berdiri mengangkat tas kerja.
Namun, rencana kecilnya mesti buyar lantaran ponselnya bergetar cukup lama. Panggilan yang entah dari siapa, jadi balok panjang yang menghalangi langkahnya. Ratri kembali duduk di bangku. Senyuman tipis tersungging di bibirnya ketika melihat nama yang tertera di layar menyala.
"Halo, Bu?" ucapnya, lembut.
"Lagi apa, Nduk?" tanya Ibu dari seberang sana.
"Baru mau pulang, barusan selesai kerjaannya, Bu. Ibu lagi apa?"
"Loh, belum pulang kantor, to, Nduk? Ealah, ibu kira wes di kos."
"Dereng, Bu."
Di tengah-tengah obrolan jarak jauhnya dengan sang ibu, Ratri mendongak oleh kehadiran rekan kerjanya, Tita.
"Aku balik duluan, ya," ujar Tita, lirih.
Ratri mengangguk, kemudian kembali menyimak ucapan ibunya. "Dalem, Bu? Ngapunten (maaf), tadi ada teman pamitan pulang."
"Natal besok pulang, to, Nduk? Ada yang pengen banget ibu sama bapak bicarakan dengan Ratri."
Meski hanya lewat bicara tanpa temu muka, Ratri bisa merasakan hawa serius ibunya. Seketika perasaannya jadi tidak menentu. Ia menelan ludah, kemudian memberanikan diri bertanya, "Rencananya pulang, Bu. Memangnya mau bicara soal apa?"
"Sama Listu, to?"
Ratri membisu. Seketika lupa bagaimana cara berbicara, karena otaknya seperti berhenti memroses kata-kata meski telinganya menangkap kalimat-kalimat lembut yang keluar dari bibir ibunya soal rencana-rencana yang sudah ibu dan bapaknya rancang. Soal adik laki-lakinya yang baru saja membawa pulang seorang perempuan untuk diperkenalkan sebagai calon istri. Soal harapan ibunya kalau mereka bisa makan malam bersama setelah Misa Malam Natal di gereja. Mereka semua. Bapak, ibu, Ndaru, pacarnya Ndaru, Ratri, dan ... Listu.
"Dalem, Bu." Ratri kembali dari lamunan, ketika sang ibu memanggil-manggil namanya.
"Em, soal Listu, Ratri tanyakan dulu, ya, Bu. Nanti Ratri telepon ibu lagi kalau Listu sudah ngasih kepastian bisa ikut pulang ke Solo apa mboten."
"Ya wis. Ibu sama Bapak pinginnya Listu ikut, karena ada yang mesti kita bicarakan, Nduk. Mungkin kamu wis mengerti arah pembicaraannya ke mana, tapi biar afdol, kita ngomongnya pas kamu di rumah, yo."
"Njih, Bu. Ibu sama Bapak sehat-sehat, njih."
Suara Ibu berganti dengan nada putus usai mengucapkan salam perpisahan, tapi benda pipih itu masih menempel di telinga Ratri. Perempuan itu menghela napas, usai pembicaraan singkat dengan ibunya.
"Listu," desahnya.
Untuk pertama kali sejak ia menghuni meja kerja ini, baru kali ini ia duduk sedikit lebih lama dari jam kerja yang semestinya tapi bukan dalam rangka lembur. Otaknya kini dipenuhi berbagai peristiwa yang selama ini ditutupi dari keluarganya. Soal hubungannya dengan Listu yang kerap disangka baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me in the Middle
RomanceNone but the Lonely Heart dari Tchaikovsky secara ajaib mengantar pertemuan Ratri yang rendah diri dengan Giri, sang musisi yang penuh dengan energi. Tanpa waktu lama, pertemanan di antara mereka pun membuat Ratri mampu melepaskan diri dari bingkai...