Bab 12

19 6 0
                                    

Dari sekian banyaknya hal yang terjadi seharian ini, pikiran Giri terpancang ke waktu kemarin, ke peristiwa mal. Pernyataannya tidak pernah jelas ditanggapi Ratri. Malah perempuan itu bilang ingin pulang saja yang kemudian membuat Giri dengan sukarela mengiringnya sampai kos.

Ia tidak bisa menampik, kalau ia memikirkan Ratri. Apakah perempuan itu baik-baik saja? Atau malah hubungannya semakin rumit karena permasalahannya dengan Listu kemarin?

Tak mau membebani pikiran sendiri dengan berbagai pengandaian yang tak tentu arah, Giri mengambil jaketnya.

"Mau ke mana, Gi?" tanya Koko yang sibuk dengan komputer di depannya.

"Keluar bentar."

Dengan langkah pasti, Giri bergegas pergi. Tujuan terpancang di benaknya, sambil memikirkan apa yang akan ia katakan kalau Ratri nanti bertanya alasannya datang ke sana.

Beruntungnya saat ia berkendara, jalanan Kota Malang memang sedang tidak padat di sekitar pukul tujuh malam. Kurang dari dua puluh menit, ia sudah memarkir motornya di belakang sebuah mobil putih di depan kos Ratri.

Pria itu akan merogoh kantung celana untuk mengambil ponsel saat ia menyadari sosok yang berada di dalam pagar sana adalah Ratri dan pacarnya.

"Hei!" hardik Giri, sambil membuka pagar, sebab ia melihat Listu mencengkeram rahang Ratri.

Keduanya menatap ke Giri. Dari beberapa meter saja Giri bisa melihat betapa Ratri tampak sangat kacau. Wajahnya sembab, bahkan ada bengkak dan memar di sekitar pipi. Ada apa ini?

"Teman?" tanya Listu kepada Ratri. Pria itu kemudian menatap Giri. "Ada hubungan apa kamu sama Ratri? Kok selalu ikut campur urusan kami?"

Giri menatap Ratri sepintas sebelum kemudian menjuruskan tatapan tajam kepada Listu. "Memangnya kalau teman, enggak boleh ikut campur?"

"Mas Giri ada perlu apa?" tanya Ratri dengan wajah tegangnya.

"Saya mau memastikan Mbak Ratri baik-baik saja," jawab Giri sembari sesekali menatap Listu.

"Memastikan baik-baik saja? Jangan bercanda," seloroh Listu.

"Aku sama Mas Giri benar-benar cuma teman."

Listu kembali mengarahkan sorot mata marahnya kepada Ratri, kemudian menarik lagi tangan perempuan itu. "Sia-sia aku pulangin kamu. Ayo ikut aku lagi!"

Ratri menahan diri. Melihat itu, Giri tidak tinggal diam. Ia menahan bahu Listu. "Dia enggak mau."

Sontak, Listu menampik tangan Giri. Dari raut wajahnya, tampak keberatan dan amarah yang mulai memenuhi diri. "Maksudmu opo, cok?! Gegeran ta iki (Ngajak berantem)?!"

"Listu, setop, Tu." Ratri mencoba menahan badan Listu.

"Diam, kamu!" Listu melepaskan tangan Ratri kemudian maju menghadap Giri. "Maksudmu opo?!"

Kedua tangan Giri terkepal di sisi tubuh. Tidak ada keraguan dalam sorot matanya, bahkan ketika Listu menunjuk-nunjuknya.

"Laki-laki yang kasar ke perempuan cuma laki-laki pengecut!" bentak Giri.

Setelah sekian detik beradu pandang, Listu menoleh kepada Ratri. Tidak ada sepatah kata pun terucap dari perempuan itu. Tidak ada sentuhan yang menahannya, seolah perempuan itu membiarkan Giri mengintimidasi. Seolah kembali membiarkan Listu kehilangan daya atas dirinya.

"Kamu pulang saja, Tu," ucap Ratri. Lirih.

"Kita belum selesai, Ra!" Akhirnya, Listu pergi meninggalkan Ratri dan Giri yang masih terdiam di posisinya masing-masing. Tak lama, mesin menyala. Pria itu hilang di balik tikungan jalan. Sedangkan Ratri menunduk lebih dalam lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meet Me in the MiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang